Kabar Baik VOL. 236/2016 ? Mentalitas tebang pilih

23 Agu 2016 | Kabar Baik

Kabar Baik hari ini, 23 Agustus 2016

Matius 23:23 – 26
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.

Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan.

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan.

Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.

Renungan

Yesus masih terus melanjutkan omongan tentang ‘celaka’ selepas Kabar Baik kemarin.

Dan hari ini kita mendapatkan gambaran munafik menurutNya yang lebih jelas lagi dan aku tertarik mengupas ayat pertama dari Kabar Baik hari ini.

Yesus memandang betapa hal terpenting dari Taurat adalah keadilan, belas kasihan dan kesetiaan dan ketiga hal itu pulalah yang diabaikan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Meski mereka tetap membayar perpuluhan, tak pernah telat memberikan persembahan dan wewangian di Bait Allah tapi bagi Yesus, perilaku itu justru menunjukkan kemunafikan karena tebang pilih; memilih yang ingin dilakukan di antara yang tidak ingin diperbuat karena alasan pribadi.

Masa kini kita sering mendengar orang berkilah dari kewajiban pergi ke gereja dengan bilang “Yang penting sudah berbuat baik kepada sesama.” Ketika ditanya kenapa, salah satu alasan yang mereka pakai adalah penggalan dari ayat pertama ini, “Yang terpenting bukan perpuluhan, bukan persembahan… bukan pula ke gereja tapi aksi nyata, Don!”

Mereka mengabaikan ucapan Yesus di akhir ayat pertama Kabar Baik hari ini, “yang satu harus dilakukan, yang lain jangan diabaikan.”

Aku juga bukan orang yang suci-suci amat.
Tak selalu aku bisa hadir dalam ekaristi mingguan dengan berbagai macam alasan. Katakanlah aku hadir, tak selamanya pula di dalam acara itu aku hadir sepenuh jiwa. Maksudku, aku berada di dalam ekaristi tapi pikiran tertuju ke luar dan jari tangan bermain di gadget terlebih kalau homili pastor kurasa membosankan.

Demikian juga sebaliknya, ada begitu banyak orang yang berlindung di balik kata ‘pelayanan di gereja’ untuk malas-malasan membantu sesama yang ada di samping kanan dan kiri kita. Mereka membangun stigma bahwa pelayanan di gereja dan komunitas-komunitas doa adalah pelayanan kepada Allah sedangkan pelayanan pada sesama tidak melibatkan Allah jadi bisa dinomerduakan.

Seseorang memilih aktif dalam acara renungan kitab suci, persekutuan doa, tapi begitu pasif ketika tetangga sebelah pada suatu malam teriak-teriak kesakitan dan minta diantar ke rumah sakit dan kita pura-pura tak mendengar, matikan lampu biar dikira tidur!

Tapi hidup adalah perjuangan untuk mengubah hal-hal yang buruk, kebiasaan-kebiasaan jelek untuk sekuat tenaga dengan bantuan Allah mengubah semuanya jadi baik.

Semoga kita tak dicap munafik dengan ketidakimbangan yang kita perbuat, dengan tebang pilih yang kita pilih untuk lakukan. Semoga kita lepas dari kalangan yang dianggap celaka olehNya secepat-cepatnya sebelum kita dipanggilNya supaya kita tidak benar-benar celaka!

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.