Kabar Baik VOL. 232/2016 ? Mengapa merusak lingkungan itu menyakiti hati Tuhan dan sesama?

19 Agu 2016 | Kabar Baik

Kabar Baik hari ini, 19 Agustus 2016

Matius 22:34 – 40
Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia:

“Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?”

Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.

Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.

Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”

Renungan

Ada banyak persepsi tentang bagaimana cara mengaplikasikan kedua hukum utama tersebut, kasihilah Allahmu dan kasihilah sesamamu, dalam hidup.

Beberapa berkata, menjalani hukum pertama itu simply dengan kita rajin pergi ke gereja dan persekutuan-persekutuan doa sedangkan yang kedua bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Salah? Siapa berani menyalahkan? Aku tidak. Tapi aku berpikir tentang sesuatu yang lebih aplikatif setidaknya untukku.

Prinsipnya, kita harus menggunakan kedua hukum itu untuk jadi landasan dalam bersikap, berkeputusan dan bertindak.

Di era social media, menyebarkan informasi yang tak kita tahu kebenarannya berpeluang membuat masalah. Ada banyak pertimbangan untuk seseorang menyebarkan informasi tersebut. Entah itu untuk sensasi, menghasilkan uang atau yang lainnya.

Kadang kita menganggap remeh ketika seseorang mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam menyebar informasi, “Ah, toh cuma manusia! Sakit hati gak papa toh kita nggak kenal! Lagipula kenapa aku yang disalahin? Di luar sana banyak yang juga nge-share artikel ini!”

Padahal dari tindakan itu kita juga harusnya perlu mempertimbangkan apakah hal itu menyakiti Tuhan?

Bagiku, tindakan menyebarkan informasi yang tak benar selain berpeluang menyakiti sesama juga menyakiti Tuhan. Kenapa? Karena kita tidak mengoptimalkan akal budi dan pikiran kita untuk mempertimbangkan apakah kita perlu menyebarkan atau tidak informasi itu.

Ketika kita memilih untuk tidak optimal dalam mengelola akal, budi dan pikiran, kita sama saja menyakiti Ia yang memberikannya kepada kita, bukan?

Paus sendiri sampai bilang bahwa gosip (menyebarkan berita tak benar termasuk via social media) adalah wujud lain dari terorisme. Nah loh!

Lalu soal lingkungan. Banyak orang bertanya kepadaku kenapa Paus menerbitkan ensiklik tentang pentingnya pemeliharaan lingkungan dan menyerukan pertobatan ekologis!

“Apa perlunya?” tanya mereka dan aku tentu bukan orang yang tepat untuk menjawab karena aku bukan siapa-siapa.

Tapi toh aku berusaha memaparkannya di sini seturut pengetahuanku. Dengan memelihara lingkungan kita bisa mengamalkan kedua hukum utama tadi.

Di satu sisi, alam adalah ciptaan Tuhan. Merusaknya berarti menyakiti hati Tuhan.

“Jelas, Don! Tapi bagaimana dengan hukum manusia? Bukankah alam harus dioptimalkan untuk kepentingan manusia?”

Betul! Tapi manusia yang mana yang dipentingkan? Apakah merusak alam tidak merugikan manusia lainnya?

Ada berapa orang kehilangan nyawa karena menghisap asap hasil pembakaran hutan di Sumatera?

Ada berapa ratus bahkan ribu keluarga kesulitan mengakses air tanah saat Jogja disesaki bangunan-bangunan besar mall dan hotel?

Akan ada berapa banyak orang, generasi mendatang, yang akan dilahirkan dan kesulitan dalam hidup karena lingkungan rusak dan hutan telah dilibas habis?

Jadi, sekali lagi… marilah kita makin menggunakan kedua hukum itu sebagai panduan hidup dalam menentukan setiap keputusan dan tindakan, apakah tindakan dan keputusanku menyakiti Allah? Menyakiti manusia? Menyakiti keduanya atau ok-ok saja?

Selamat memutuskan!

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.