Kabar Baik hari ini, 17 Agustus 2016
Matius 22:15 – 21
Kemudian pergilah orang-orang Farisi; mereka berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan.
Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama orang-orang Herodian bertanya kepada-Nya: “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka.
Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?”
Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: “Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik?
Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu.” Mereka membawa suatu dinar kepada-Nya.
Maka Ia bertanya kepada mereka: “Gambar dan tulisan siapakah ini?”
Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.”
Renungan
Aku tertarik mengulas pertanyaan murid-murid Farisi yang bersama orang-orang Herodian mencoba menjebak Yesus. Jadi, mari kita ulang di sini,
“Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?”
Jelas pertanyaan itu adalah jebakan. Palestina, tempat tinggal Yesus, waktu itu dikuasai Roma, kehadiranNya yang fenomenal dengan banyak mukjizat yang dibuat dan ajaran yang ‘beda’ dari apa yang selama ini rakyat dapat dari Farisi, kerap dibaca sebagai kehadiran seorang pemberontak negeri. Padahal kita tahu, Ia datang tidak untuk memberontak tapi untuk menggenapi hukum yang lebih tinggi dari hukum kekaisaran dan pemerintahan bangsa-bangsa di dunia, Hukum Allah.
Dengan mudah Yesus tahu maksud pertanyaan itu. Ia lantas menegaskan bahwa pajak harus tetap dibayar karena kita juga harus membayar apa yang wajib diberikan kepada Allah.
Ada seorang pengusaha yang tersandung masalah pajak di Tanah Air yang lantas jadi buron hingga kini. Pengusaha itu secara KTP, Katolik dan sumbangannya pada sebuah biara imam (tentu saja Katolik) luar biasa besarnya. Aku tak perlu menyebutkan nama baik pengusaha maupun biara itu, tapi orang ini memfasilitasi pembangunan biara di beberapa kawasan pegunungan di Jawa sana bahkan setiap bulan kabarnya memfasilitasi pimpinan biara untuk mengadakan perayaan ekaristi dengan ujub penyembuhan di hotel miliknya. Aneh juga sebenarnya. Orangnya buron tapi pengelola biara masih mau menerima bantuan baik dari keluarga si buron itu.
Bagiku itu adalah contoh yang memedihkan.
Pajak dibayar untuk membiayai pembangunan negara. Memang ada bocor di sana-sini, uang pajak yang dibayarkan dipergunakan untuk memperkaya diri beberapa oknum perpajakan. Tapi itu bukan kuasa kita, biarlah Tuhan dan seharusnya negara yang menghukum koruptor itu.
Aku bukan orang yang tahu banyak tentang perpajakan tapi aku bisa memandang garis besarnya yaitu bahwa jika pajak tak dibayar, negara kekurangan biaya dan rakyat yang miskin akan semakin miskin, kelaparan dan terbelakang.
Masih tak tahu malukah kita berdoa?
Masih sanggupkah kita menghiba meminta pertolongan Tuhan dengan berderai-derai air mata ditemani lagu-lagu rohani nan meluruhkan dan memancing air mata haru keluar tapi dompet kita terkunci untuk membayar pajak?
Mana pedulimu untuk sesama melalui negara? Bukankah menolong orang yang paling lemah adalah menolongNya?
Lebik baik berhenti berdoa, tak datang lagi ke gereja dan ringkus semua hiasan salib dan patung suci di rumahmu dan serahkan ke panti sosial atau gereja kalau untuk membayar pajak kita tak mau dan main selintat-selintut seperti tikus kesiangan! Apa mampumu membayar hak Tuhan kalau untuk melunasi hak kaisar saja tak sampai?
Merdeka!
0 Komentar