Kabar Baik VOL. 208/2016 ? Menemui Tuhan dalam hidup sehari-hari

26 Jul 2016 | Kabar Baik

Kabar Baik hari ini, 26 Juli 2016

Matius 13: 16 – 17
Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar.

Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.

Renungan

Adalah benar Yesus mengatakan kepada para murid bahwa apa yang mereka lihat dan dengar (dari Yesus langsung) adalah hal yang amat ingin dilihat oleh para nabi dan semua orang benar, termasuk kita. Eh, kita? Apakah kita sudah benar?

Lalu kalau memang hanya para rasul, untuk apa Kabar Baik hari ini dibuat dan dinyatakan? Toh kita tak mungkin melihat dan mendengar Yesus karena Ia sudah naik ke surga 2000 tahun sebelumnya?

Apa perlu kekuatan supranatural untuk bisa akhirnya melihatNya? Entah, tapi aku yakin tidak.

Kita diberi akal budi untuk mengaktualkan Kabar Baik ini dengan jalan mencari wajah dan suaraNya dalam kejadian besar-kecil sehari-hari.

Contoh kecilnya terjadi tadi pagi. Di dalam gerbong kereta yang mengantarkanku ke kantor, ada seorang ibu, usianya kutaksir sekitar 55 tahun duduk di kursi yang diperuntukkan bagi kaum manula.

Ia sibuk dengan buku tebal di tangan dan mata serta perhatiannya terfokus membaca.

Di stasiun berikutnya, seorang ibu lain yang usianya kutaksir sekitar awal 40-an naik ke dalam gerbong. Barang bawaannya cukup berat dan tampaknya sebelum naik ke kereta, ia cukup jauh berjalan mengangkat tas itu sehingga nafasnya terdengar ngos-ngosan.

Si Ibu yang duduk tadi spontan berdiri dan memberi si ibu muda itu tempat duduk. Ibu muda berterima kasih lalu duduk.

Di sebelahnya, seorang muda, kutaksir usianya baru sekitar 25 tahunan memutuskan untuk berdiri dan meminta Ibu tua tadi untuk duduk di tempat duduknya.

Kita bisa saja berkomentar bahwa hal itu adalah sesuatu yang lumrah karena bukankah harusnya demikian diatur dalam hidup bermasyarakat?

Benar. Tapi ada yang lebih daripada sekadar aturan dan kelumrahan. Aku merasakan melihat Yesus dalam diri mereka dan mendengar pula suaraNya yang lembut, suara yang menawarkan kursi dan berterima kasih atas kursi yang diberikan.

Intinya barangkali adalah bagaimana kita mau melihat sesuatu dari sisi yang tersirat bukan yang tersurat. Sesuatu yang tersembunyi yang membutuhkan kepekaan hati untuk menyadarinya.

Tuhan, sejatinya tak pernah jauh dari kita…

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.