Kabar Baik VOL.158/2016 ? Sudahkah kamu berbahagia dalam hidup menurut ketetapanNya?

6 Jun 2016 | Kabar Baik

Kabar Baik hari ini, 6 Juni 2016

Matius 5:1 – 12
Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.

Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.

Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.

Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.

Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.

Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.

Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.

Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.

Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.”

Renungan

Bagaimana kamu mendefinisikan bahagia dan kebahagiaan itu?

Tahun 90an, aku mendefinisikan bahagia itu kalau aku ada di tengah-tengah orang yang ada di video klip lagu milik Andre Hehanusa yang berjudul Bidadari.

Video klip yang kalau tak salah disutradarai oleh Rizal Mantovani itu, entah kenapa, menurutku waktu itu bagus sekali.

Kesannya natural, hidup di sebuah perkampungan portable (yang sebenarnya nggak Indonesia banget) lengkap dengan caravan-caravan yang berjejer dijadikan tempat tinggal.

Lalu seorang demi seorang keluar dari caravan-caravan itu di pagi yang cerah. Mengenakan sepatu basket terkenal, jersey klub NBA yang sedang ngetop waktu itu, memantul-mantulkan bola basket kulit branded. Mereka lantas bermain di lapangan basket sedangkan di seberang, seorang gadis cantik mengenakan rok pendek, kaus kutang putih dan kemeja berbahan flanel dililitkan di pinggangnya yang langsing. Sunglass bulat telur dikenakan untuk menahan terik mentari.

Tak lama kemudian serombongan orang lain yang awalnya kupikir adalah pesaing dari orang-orang yang bermain basket pun datang. Mereka mengendarai Mercedes Benz, keluar dari mobil mengenakan kemeja dan celana serta sepatu yang tak kalah keren dibanding yang sudah berada di sana. Mereka datang lalu larut dalam tarian, permainan dan kebahagiaan.

Itulah takaran kebahagiaan bagiku saat itu.

Tahun melangkah tahun. Awal 2000an takaran bahagiaku berbeda.?Kebahagiaan adalah bila aku bisa menenteng kamera DSLR super besar berlensa panjang lalu di dalam tas ada juga macbook pro laptop, menaiki tangga pesawat pergi bertualang ke pedalaman Indonesia.

Awal 2010an, lagi-lagi takaran kebahagiaan itu berbeda lagi.?Bahagia adalah membayangkan aku bisa pergi dari Australia dan pindah ke Amerika Serikat sehingga dengan mudah bisa membawa Odilia dan Elodia ke Disney Land untuk bersenang-senang sesering mungkin.

Tahun-tahun mendatang, takaran kebahagiaanku pasti akan berbeda lagi, sesuai jaman dan sesuai kebutuhan, kebutuhan untuk berbahagia.

Tapi bagi Tuhan, takaran kebahagiaan itu tetap dan ketetapannya dari dulu, sekarang dan selama-lamanya tak akan berubah.

Apakah itu?
Semua yang ada dalam Kabar Baik hari ini adalah patokannya. Tuhan bukan orang yang gemar mengubah standard kebahagiaan. Jadi semuanya kembali kepada kita apakah kita mau menyesuaikan takaran kebahagiaan itu sesuai denganNya atau tidak.

Umur kita makin menyempit dan kalau takaran kebahagiaan belum semakin mengarah ke takaran yang ditentukan Tuhan, masa kita mau seumur hidup, meski oleh sekeliling dianggap bahagia tapi oleh Tuhan belum dinyatakan bahagia?

Sebarluaskan!

1 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.