KABAR BAIK VOL.117/2016 ? Bangun dan pergilah!

26 Apr 2016 | Kabar Baik

KABAR BAIK HARI INI, 26 APRIL 2016

Yohanes 14:27-31a
Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.

Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku.

Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi.

Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikitpun atas diri-Ku.

Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku, bangunlah, marilah kita pergi dari sini.”

Renungan

Yesus menggedor kita hari ini dengan pernyataanNya di akhir Kabar Baik,

bangunlah, marilah kita pergi dari sini?

Hal ini ketika kurenungkan mendapatkan padanan dengan apa yang selalu dikatakan para pastor di akhir perayaan ekaristi, ?Pergilah, kalian diutus!?

Persoalannya sekarang, ada banyak dari kita yang meski telah diutus, tapi kita memilih untuk tidak pergi. Badan kita mungkin pergi, tapi jiwa kita tetap teronggok di sudut gereja.

Dalam konteks yang lebih riil, barangkali apa yang kutulis barusan bisa dicerna demikian?

Aku dulu termasuk orang yang beranggapan bahwa pelayanan yang kuberikan kepada Tuhan adalah pelayanan yang kuberikan melalui komunitas-komunitas bina iman kategorial termasuk persekutuan doa.

Setiap minggu menyiapkan tempat acara, berlatih musik dan nyanyian, menghubungi pembicara, atau ketika didapuk jadi pembicara yang menyiapkan materi yang hendak dibawakan. Begitu, terus-menerus?

Hingga akhirnya ketika aku semakin menikmati hal tersebut, aku memberanikan diri untuk bertanya dalam hati, apakah ini yang dinamakan pelayanan? Ataukah ini adalah sebuah pelampiasan hobi semata?

Padahal bukankah melayani lebih sungguh adalah melayani yang mampu mengorbankan apapun termasuk hobi itu sendiri?

Lalu tiba-tiba aku teringat pada kotbah seorang romo yang waktu itu pernah kami undang ke persekutuan doa saat aku masih tinggal di Jogja.

Ia, dalam penggalan kotbahnya berkata, ?Saya senang melihat kalian, orang-orang muda, begitu setia pada gereja? Tapi bagaimana peran kalian di masyarakat? Sudahkah kalian menjadi garam dunia??

Momen itu adalah momen yang akhirnya mengubahku.

Aku tidak berkata bahwa melakukan pelayanan di dalam lingkup gereja itu tidak baik, malah hal itu adalah sesuatu yang sangat penting! Tapi, persoalannya sekarang adalah, perlukah kita menaburkan garam untuk mengasini lautan yang sudah sedemikian asinnya?

Bagaimana dengan orang-orang di sekelilingku yang bukan berada di lingkup gereja?

Sudahkah aku peduli pada mereka?
?Ah, ngapain peduli.. Mereka juga malah mencemooh kita karena kita dianggap sok suci! Mereka pongah!?

Nah, ku-rephrase, pernahkah kita peduli pada kepongahan mereka?

Atau jangan-jangan getolnya pelayanan kita di komunitas-komunitas doa seperti itu justru kita manfaatkan sebagai sarana untuk mendapat legitimasi bahwa kita sudah melayani?

Atau kalau mau ditelaah lebih dalam lagi, jangan-jangan kita melayani di komunitas yang kita pilih adalah karena untuk memupuk ego kita sendiri sekaligus pelampiasan hobi dan ketertarikan kita semata?

Jadi?
Ayo bangun dan pergi dari sini!?Garami dunia dan ceritakan kebaikan Tuhan terhadap diri kita.

Jangan keasyikan ngumpet di balik dinding gereja dan kungkungan kawan-kawan se-komunitas kita saja.

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.