Jujur terhadap kebenaran. Berani?

16 Des 2019 | Kabar Baik

Dari percakapan para imam kepala dengan Yesus dalam Kabar Baik hari ini kita belajar mengerti tentang perlunya bersikap jujur terhadap kebenaran.

Kenapa tak jujur terhadap kebenaran?

Ketika bertanya kepada Yesus tentang kuasa dari manakah yang membuat Yesus bisa melakukan banyak pengajaran dan mukjizat, Yesus malah balik bertanya tentang Yohanes Pembaptis, ?Dari manakah pembaptisan yang diberikan Yohanes? Surga atau manusia??. mereka sebenarnya sudah tahu jawabnya. Meski demikian mereka memilih untuk tetap menjawab, ?Kami tidak tahu? karena dua pertimbangan.?

Pertimbangan pertama, kalau mereka menjawab bahwa kuasa itu dari Surga, mereka takut ditanya Yesus, ?Kalau begitu mengapa kalian tidak percaya?? Sebaliknya, pertimbangan kedua, kalau mereka menjawab bahwa kuasa itu dari manusia, mereka takut karena banyak orang sudah menganggap Yohanes Pembaptis adalah nabi.

Para imam tidak jujur terhadap kebenaran. Mereka tidak meletakkan kebenaran di atas segalanya. Mereka menomerduakan kebenaran di bawah kepentingan mereka sendiri.

Hoax!

Dalam hidup masa kini, hal-hal seperti itu marak kita lihat. Para pembuat hoax adalah salah satu contohnya.

Para pembuat hoax menurutku adalah contoh terbaik tentang orang yang tak jujur terhadap kebenaran. Mereka tahu kabar yang mereka sebar adalah palsu dan mereka tahu mana yang asli. Tapi kalau mereka jujur pada kebenaran, darimana mereka mendapat uang?

Ketidakjujuran terhadap kebenaran bukan dominasi para pembuat hoax saja. Dalam banyak praktek hidup, kita ditantang untuk jujur terhadap kebenaran dan untuk itu tidaklah selamanya mudah.

Semua agama sama saja?

Misalnya seorang pria suatu saat jatuh cinta pada seseorang yang memeluk agama berbeda dari yang dipeluknya. Tapi karena sudah larut dalam kemilau cinta yang ditawarkannya dan tak ingin untuk mengakhirinya, ia mau melakukan apa saja. Bahkan ketika ditanya pandangan tentang agama, ia menjawab ringan, ?Ah, semua agama sama saja???

Harapan pria tadi, dengan berkata begitu sang pacar akan berpikir bahwa si pria tak?kan keberatan kalau ia yang harus pindah agama ke agamanya dan hubungan tetap terjaga.

Padahal tanpa disadari pria tadi malah menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap kebenaran bahkan terhadap pendapatnya sendiri. Bahwa ?Semua agama itu sama.? adakah hal itu merupakan satu kebenaran?

Apa yang bisa jadi jaminan bahwa semua agama itu sama jika pria tadi belum mendalami semua agama yang ada dan melakukan teknis perbandingan yang adil sehingga sampai kesimpulan bahwa semua agama memang benar-benar sama?

Lagipula kalau ternyata semua agama sama saja kenapa bukan sang pacar yang pindah ke agama pria tadi dan justru sebaliknya? Bukankah sama saja?

Menjaga sikap jujur memang tidak pernah mudah. Hal-hal yang menarik dari sisi duniawi lah penyebabnya. Iming-iming yang melenakan membuat kita berani bersikap tak jujur. Satu-satunya cara adalah dengan terus berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan, mau berproses untuk kian hari kian jujur menanggapi kebenaranNya.

Jujur terhadap kebenaran itu tidak mudah!

Dari penyadaran kita terhadap sulitnya untuk jujur terhadap kebenaran ini pada akhirnya membuat kitapun harusnya menghormati orang-orang yang sedang bergumul dan bukannya malah menghakimi apalagi menyalahkan.

Kita diajak mendoakan mereka dan justru menjadikannya sebagai tempat berkaca, apakah kita sudah lebih jujur terhadap kebenaran atau? jangan-jangan jika kita ada di posisinya, kita melakukan hal yang jauh lebih buruk daripadanya?

Sydney, 16 Desember 2019

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.