Jason belajar Bahasa Indonesia

29 Mei 2010 | Australia, Cetusan

Dua tahun silam, sekitar seminggu sebelum aku pindah ke Australia, kegiatan yang paling banyak menyita waktu dan perhatian adalah berpamitan dengan rekan serta handai taulan.
Salah satu yang kami temui waktu itu adalah Alin, teman lama yang anggaplah bernama demikian.
Lima tahun sudah aku tak pernah bertemu dengannya dan selama itu pula aku telah ketinggalan banyak kabar tentangnya. Salah satunya adalah kabar tentang ia yang ternyata sudah menikah dan dikaruniai seorang anak.
Mengingat kesibukan mereka, kami lantas sepakat untuk bertemu pada sebuah makan siang di kafe dekat pusat perbelanjaan di tengah kota. Pertemuan yang sungguh hangat dan penuh dengan nuansa kekakraban karena tak hanya menjadi ajang perpisahan namun sekaligus reuni untuk kami bercerita tentang masa-masa lalu yang pernah kami lewati. Aneh memang, kami melakukan reuni tepat di bibir perpisahan…
Alin memperkenalkan suami serta anaknya yang datang lima belas menit lebih lambat ketimbangnya.
Kesanku yang pertama tentang suaminya, Alin memang tak salah pilih pasangan. Suaminya, Alan, adalah seorang yang menarik. Tongkrongannya tinggi lagi besar. Sorot matanya memperlihatkan ia adalah pejuang tangguh namun dari bagaimana caranya memperlakukan Alin serta anaknya, ia adalah pecinta kaliber juara.
Adapun Jason, anaknya, sangatlah menggemaskan… Pipinya gembul, rambutnya seperti jarum hitam yang menantang langit, matanya meski sipit tapi aku bisa melihat sorot yang tajam dan pipi serta bibirnya begitu merah. Siang itu, Jason yang berumur empat tahun, tampak sebagai anak yang tumbuh dengan baik dan cerdas. Ia tak banyak bicara dan tenggelam dalam kesibukannya mewarnai tokoh-tokoh idola kartun yang ada di buku gambarnya. Beberapa pensil warna dan penghapus serta setumpuk buku mewarnai lainnya terhambur di meja kecilnya yang diletakkan tak jauh dari tempat kami duduk di meja utama.
Lalu tiba saat dimana kami rasakan stock cerita hampir tandas di ujung bibir. Kami tak tahu mau bicara apa lagi tapi masih pula enggan untuk menyudahi pertemuan.
Keadaan itu lantas kumanfaatkan untuk mendekat pada Jason.
“Halo Jason… sibuk amat mewarnainya? Sini ngobrol sama Om..” Ia melirik sebentar ke arahku, tersenyum lalu kembali sibuk dengan tokoh-tokoh idolanya.
“Dia ngga ngerti kamu ngomong apa, Don…” tutur Alin sementara suaminya mengangguk mengiyakan.
“Maksudmu?”
“Iya.. dia sejak kecil kubiasakan berbahasa Inggris di rumah. Lalu sejak umur dua tahun hingga sekarang masuk ke pre-school yang bahasa pengantarnya berbahasa Inggris.” Alin menjelaskan.
“Oh…”
“Sekarang baru mau kucarikan guru Bahasa Indonesia karena kemungkinan dia akan kumasukkan TK dan SD katholik yang pake Bahasa Indonesia…” tambahnya lagi.
Mendengar penjelasan itu, usahaku untuk mendekati Jason pun surut.
Bukannya ogah berbahasa Inggris, tapi aku tak bisa.
Saat itu, aku belum terlalu percaya diri untuk bahkan sekadar ber-cas-cis-cus dalam bahasa Inggris dengan anak seumuran Jason. Istriku lantas mengambil alih pembicaraan dan sejak saat itu hingga akhir pertemuan, bahasa Inggris mendominasi sementara aku hanya ber “Ahhh…” dan “Ohhhh” saja pertanda terkadang mengerti apa yang diomongkan dan terkadang tidak.
Dalam perjalanan pulang, di dalam taksi, aku lantas berpikir tentang ‘fenomena’ unik yang kutemui barusan.
Anak berumur empat tahun yang tinggal di negara yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-harinya dipaksa belajar bahasa Inggris sejak bayi dan sekarang orang tuanya kerepotan mencarikan guru bahasa Indonesia, bahasa ibunya.
Aku selalu percaya bahwa apa yang diberikan orang tua kepada anaknya adalah yang terbaik. Aku juga percaya bahwa pada usia-usia seperti Jason, perkenalan bahasa adalah menjadi satu yang sangat efektif, akan tetapi dalam soalan ini kesalahan, kalau bisa disebut begitu, orang tua Jason adalah bahwa ia memberikan satu pola pembelajaran yang tidak terlalu tepat urutannya. Mereka, Alin dan Alan, lupa mengurutkan mana bahasa yang utama yang harus dipelajari dan dipakai dan mana bahasa lain yang menjadi ‘bahasa sekunder’ yang bisa diajarkan sesudahnya.
“Lho tapi kan di rumah pun orang tua dan kerabatnya berbahasa Inggris dengannya, begitu pula di pre-schoolnya?”
OK, fair enough kalau kalian bilang begitu kepadaku. Tapi dunia tak seluas rumah dan pre-school, toh?
Coba bayangkan peristiwa di bawah ini…
Anggaplah, sekali lagi ini perandaian, ia pada suatu siang bersama Alin, mamanya, pergi ke sebuah pusat perbelanjaan.
Karena saking repotnya Alin berbelanja dan saking asyiknya Jason memelototi mainan-mainan yang dipajang di toko mainan, keduanya lantas terpisahkan. Beberapa saat setelah tersadar bahwa anaknya hilang, Alin panik. Ia lantas bersicepat menuju ke Pusat Informasi dan meminta pada resepsionist untuk memanggil Jason yang hilang itu. Paniknya semakin menjadi-jadi karena receptionist menolak untuk mengumumkan berita hilangnya Jason dalam bahasa Inggris dengan alasan yang simple, “Ini kan di Indonesia, Bu.. lagipula kalau kita mengumumkan dalam Bahasa Inggris akan semakin banyak orang yang tak tahu…”
Maka tersiarlah melalui pengeras suara ke seantero pusat belanja itu.
“Panggilan… panggilan… untuk adik Jason ditunggu Mamanya di depan Pusat Informasi”
Bayangkan bagaimana Jason akan kebingungan mendengarkan informasi itu.
Ia tahu namanya disebut, tapi ia tak mengenali apa arti kata-kata lainnya selain namanya sendiri, Jason, JA-SON.
Selamat berakhir pekan…

Sebarluaskan!

43 Komentar

  1. hehehe
    anakku sendiri bilingual nehhhhhhhhh :D
    gak diajarin inggris bisa sendiri gara2 liat tivi.
    ngoceh2 juga nyempil2 inggris.
    tapi kalau sakit dia ngomong : adwuhhhh…
    atau kalau dipanggil2 karena manjat, dia ngomong : jatwuhhhhh
    minta minum sama susu juga untungnya bahasa indonesia, jadi orang pada ngerti kalo dia haus hehehe…
    memang sih kalo mau idealnya bahasa ibu dikuasai dulu ya, secara penduduk Indonesia memang bahasa Indonesia gitu lohhh… tapi anak kecil sih cepet adaptasi kok, mereka juga tidak merasa sebingung kita kalau belajar bahasa hehehe

    Balas
  2. Haha, bos ku di Surabaya anaknya juga sudah dibiasakan bahasa Inggris semenjak kecil kok. Dia bilang, bahasa Indonesia dia pasti akan belajar sendiri dengan cepat, karena kita hidup di Indonesia.
    Aneh, tapi nyata. Berapa kali aku ngomong pake bahasa Indonesia ke anak berumur 3-5 tahun, mereka bisa ngerti apa yang ku katakan, tapi nggak bisa kalau diajak bercakap2 dengan bahasa Indo, hahaha…
    Sama kan dengan anak SMP SMA yang fasih berbahasa Cina dan Indonesia. Mereka juga dibesarkan dalam bahasa Indonesia oleh orang tuanya, tetapi ortunya pakai bahasa Cina kepada Kakek Neneknya…
    Bilingual lebih bagus deh kayaknya.

    Balas
    • nah ini unik.
      rata2 warga keturunan yang sudah biasa bilingual tidak merasa ini masalah. contohnya saya juga sejak kecil trilingual (indonesia, bhs daerah, bhs asing), nyatanya tetap Indonesia lebih fasih karena sekolah pakai bahasa Indonesia.
      tetapi buat yang dibesarkan dalam kondisi bilingual (like my hubby), kayak dv juga mungkin, yg besar dng bhs daerah dan bhs indonesia hal ini jadi masalah. padahal sebenarnya sama aja. dulu temen adikku waktu kecil gak bisa ngomong bhs indonesia waktu sekolah TK, sudah SD jadi pintar ngomong hehehe
      suamiku skrg jg gencar mengkampanyekan kalo anak harus bisa bahasa Indonesia. padahal nanti juga bisa kok kalau sekolah dan mayoritas pergaulan di lingkungan bahasa indonesia hehehe

      Balas
    • Aku percaya bahwa daya tangkap anak kecil terhadap bahasa itu sangatlah tinggi.. tapi persoalannya, kalau menurutku, kita tak bisa memasrahkan pada hal itu, tetap perlu prioritas, mana yang perlu dipelajari lebih dulu :)

      Balas
  3. Kali harusnya preschoolnya yang pake bahasa Indonesia ya jadinya dia belajar juga bahasa Indonesia dari pre school..ya ga sih kalo niatnya supaya si anak jadi bilingual?

    Balas
    • Iya, betul.. atau at least di rumah ya jangan di-inggris-kan juga :)

      Balas
  4. ah mas saya jadi kepikiran diri sendiri.
    kemarin sewaktu mendaftarkan Zia di SD, saya berujar ” bagus-bagus”, karena di SD itu ada dua extra bahasa yang diajarkan, yaitu mandarin dan Inggris. Alasannya untuk menghadapi era global, dan pikiran saya sepakat dengan itu.
    tapi sekarang saya jadi kepikiran, saya ingin mengajarkan anak saya bahasa ibu (klaten) dan bahasa bapaknya (bandung) gimana ya?

    Balas
    • Hehehe, kalau menurutku sih, nomer satu tetep Bahasa Indonesia, nomer dua bahasa dunia dan baru yang ketiga bahasa lokal, Mas.
      Dalam hal ini barangkali aku sepakat kalau mengajarkan bahasa lokal dari keseharian di rumah… jadi Zia bisa lima bahasa.. wow!

      Balas
  5. Dalam pemikiranku kenapa tidak langsung ajarkan dua – duanya saja, ajarkan inggris dan indonesia secara seimbang?? sehingga dia langsung bisa berbahasa kedua bahasa tersebut…..

    Balas
    • Saat ini saya baru saja selesai menulis sebuah artikel yang berjudul “(Mapel) Bahasa Indonesia, Perlu Persepsi yang Berubah”, yang segera akan saya kirim ke salah satu surat kabar. Tulisan itu dilatarbelakangi oleh rendahnya nilai unas 2010 mapel bahasa Indonesia, sementara nilai bahasa Inggris (yang bukan bahasa ibu anak -anak Indonesia) malah baik/tinggi. Mapel= mata pelajaran.
      Salam kekerabatan.

      Balas
      • @Dhie: iya.. tapi tetep ada skala prioritasnya dong..:)
        @Sungko: wah, ditunggu pak!

        Balas
        • ^^ haha iya bener harus ada prioritasnya, terkadang seiring berkembangnya zaman kita lebih menyepelekan bahasa sendiri dan lebih mementingkan bahasa international…. Sangat disayangkan kalau memang nilai B.Indonesia lebih buruk dari B.Inggris….

          Balas
  6. memang keren di ajarai bahasa inggris sejak kecil namun mestinya yo tetep di ajari boso jowo atau indonesia hehehe
    lucu yah tentu saja nanti semakin sulit ketika harus bersosialisasi dengan anak anak sebaya nya dalam bermain…..
    sehat to mas

    Balas
    • Betul, Mas…
      Sehat… kemarin abis mangsuk angin.. maklum mas, awak Jowo kena musim dingin hehehe

      Balas
  7. Untk yang ini aku setuju 100% mas DV. Dimana bumi dipijak disitu pendidikan bahasa harus diutamakan

    Balas
    • Wah brarti slama ini nggak pernah 100% setuju, ya? Hahahaa…

      Balas
  8. Kamu bener2 cerdas, Don. Bisa-bisaan kamu mikiri apa yg ga pernah terpikir. Kaya anak hilang di Mall trus bingung menanggapi penggilan informasi karena informasinya pakai bahasa Indonesia..bahasa yang tidak dia mengerti. Top Markotop lah

    Balas
  9. kasi tau ati2 kalo diterusin, pas kelas 6 SD..ujiannya pake standar pemerintah, jadi ada ujian bahasa indoneisanya..nanti bisa2 gak lulus lho…kecuali pas kelas 6 SD di pindahin ke sydney ama uncle don..haaa

    Balas
    • Hehehehe itu dia, Mas Boy…:)
      Kadang mereka nggak kepikiran kalau mereka ya tetap MANUSIA INDONESIA :)

      Balas
  10. Odi diajarin Bahasa apa ajah Mas sama Mama Papanya?

    Balas
    • yang pasti, Odi tidak diajari “bahasa” Misuh, kan Don? hihhiihii

      Balas
    • @Susan: Odi di rumah tetap akan diajarkan Bahasa Indonesia sampai kapanpun karena otomatis diluaran dia dapat bahasa Inggris :)
      @Riris: hahahaha, semoga hahaha…

      Balas
  11. Busyeeet pengandaiannya ngeriii
    heeem, setuju Don
    sbg orang tua kita (eh kamu dink.. aku rong nduwe anak je :P) mesti bisa mengurutkan prioritas bahasa yg digunakan :)
    salam,
    EKA

    Balas
  12. Don, gimana kalau usul ke ibunya Jason supaya dia juga mengajari anaknya bahasa Latin. Jadi kalau Jason akan lebih cepat dan pintar menguasai bahasa asing lainnya karena bahasa Latin adalah akar dari kebanyakan bahasa2 Indo-Eropa. Ben muantep sisan!

    Balas
    • Hahahaha, aku malah lagi kepikiran si jason diajari bahasa roh hahaha!

      Balas
  13. btw kowe nek ngudang bidadarimu pake basa apa?
    lullaby, nina bobo, or tak lela lela ledhung ??

    Balas
    • Mampir, Om. Selamat pagi. Tuhan memberkati.
      Salam kekerabatan.

      Balas
    • @Bro Neo: nganggo boso endonesia..
      nek nyanyi aku tak nyanyeke Nina Bobo… tur kuganti jadi Odi Bobo :) hahahaha
      @Sungko: Halo Om, Tuhan berkati juga!

      Balas
  14. jadi baiknya gimana ya, apakah diajarkan bahasa Indonesia terlebih dahulu. kawatirnya jika diajarkan bahasa indonesia dan inggris sekaligus misal si ibu ajarkan Indonesia dan bapaknya Inggris ntar si anak malah binggunga bahasa

    Balas
    • Wah, kalau Anda tanya baiknya ke saya ya jawabannya mending dilatih keduanya baik Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Intinya Bahasa Indonesia jangan dilupakan.
      Salam kenal!

      Balas
  15. Aku pernah juga posting heran ttg bahasa Indonesia di Indonesia. Tapi setelah sempet tinggal di Hungaria aku mulai agak mengerti kenapa sekarang banyak ortu yg ingin anak pandai bhs Ingggris. Karena memang bhs Indonesia/bahasa ibu hanya bisa dipakai di Indonesia sedangkan agar bisa maju di dunia kerja nantinya bahasa Inggris memang perlu sekali.
    Tapi ternyata salah kalau mencekoki anak2 dengan bahasa asing, hasil penelitian di Jerman baru2 ini mengatakan bahwa ternyata anak akan lancar dan BENAR berbahasa asing apabila bisa menguasai bahasa ibu dengan baik dan benar. Makanya sekarang di sebagian besar SD di Jerman (yg dananya ada) menyediakan pelajaran bahasa ibu untuk anak2 imigran.
    Di Hungary ortu2 kelas menengah atas juga mulai mencekoki anak2nya dng bhs asing misalnya dari TK dimasukkan ke TK internasional. Aku perhatiin sih kasihan itu anak2nya karena di sekolah DIPAKSA berbicara bahasa asing sedangkan di rumah ortunya bicara bahasa ibu ataupun apabila berbahasa inggris/jerman ya pas2an alias juga bukan native speaker jadi ya gak bener juga. Hasilnya kayak anak temenku, bahasa Jerman lancar ngomongnya tapi secara gramatik masih kurang, eh bahasa hungaria sendiri lancar ngomong tapi gramatiknya gak bener juga. Sekarang mau masuk SMA ortunya jadi stress krn mau pindah ke SMA sistem Hungary harus test dulu sampai perlu les bahasa hungary… repot toh malahan?
    Di Indonesia tapi ta perhatikan malah ortu banyak yg bangga kalo anaknya gak bisa bhs indonesia tapi hanya bhs inggris, fenomena yg sangat aneh menurutku.

    Balas
    • Yang paling tak merepotkan sebenrnya satu dunia dengan satu bahasa ya, Yu :)

      Balas
  16. selamat berakhir pekan juga, mas don. konon anak seusia jason memiliki kepekaan dalam berbahasa dan bertutur, mas. apa yang dia dengar dalam kehidupan sehari2 akan terekam ke dalam minda, dan suatu ketika bisa di-retrieve kembali jika dia mendapatkan kesan yang sama.

    Balas
    • Betul, Pak.. sepakat.
      ngomong2, minda itu apa ?

      Balas
  17. Ikutan sharing boleh yahhh…
    Anak saya juga bahasa sehari2nya bhs Inggris. He is autism. Sampe umur 4 thn belum bisa bicara. Smua terapi saya berikan, dalam bhs Indonesia tentu saja. Tp smp umur 4thn, dia blm bisa berkomunikasi layaknya anak normal lainnya. Yg keluar dari mulutnya hanya bunyi2an yg hanya dia dan Tuhan yang mengerti apa yang di omongin.
    Sampai satu ketika dokter menyuruh sy masukin ke sekolah mainstream, spy dia bs blajar berkomunikasi sprti anak normal lainnya.
    Gak taunya, bukannya blajar berkomunikasi, dia malah ngamuk2 sambil triak2 karena merasa gak nyaman, gurunya juga dilempar pake sepatu. Singkat cerita anak sy dikeluarin dan disarankan untuk disekolaghin di SLB.
    Tp autism menurutku bukan cacat, dan bukan di SLB tampatnya. So, aku hunting deh skolah yg mau nerima anak2 special needs spt anakku. Waktu itu yg ada seket rumah sy cuma skolah International, dgn bhs pengantar bhs Inggris.
    Ajaibnya, after change everything into english, anak sy yg autistic, hanya butuh 4 bulan untuk bs berkomunikasi dan berbicara dengan lancar, dalam bahasa Inggris.
    Sampai skarang, anak sy masih menolak smua bentuk pengajaran dalam bahasa Indonesia, entah kenapa.
    Ini sy ketik sambil nungguin dia les bahasa Indonesia, hehehe… :D
    Sy percaya, anak2 memilih cara berkomunikasi yg paling nyaman untuk mereka, orangtua mengarahkan.. *sotoy* :p

    Balas
    • Makasih sharingnya, Silly..
      All the best untukmu dan keluarga ya

      Balas
  18. Hahaha…saat ini banyak keluarga muda yang melakukan hal seperti yang Donny ceritakan. Padahal, alangkah baiknya jika Jason diajari dua bahasa…karena anak balita mudah sekali menangkap pelajaran bahasa…
    Saya ingat, betapa anak-anakku langsung bermain dengan sepupunya …sepupunya menggunakan bahasa Jawa halus dan anakku bahasa Indonesia.
    Tapi saya tak menyalahkan Don..si bungsu aja, belajar bahasa Jawa dan Sunda saat kuliah di ITB…hahaha..padahal ayah ibunya kalau marah, belum lega jika belum misuh..pake bahasa Jawa..hahaha

    Balas
    • Saya pengen ngajarin bahasa Jawa ke Odilia, Bu.. tapi nanti kalau sudah besar saja hehee

      Balas
  19. Aku numpang curhat ya Don…
    keponakanku, hampir 5 tahun dan hidup di Jerman. Opa-omanya mengharuskan komunikasi dengan bahasa Jerman sehari-harinya… jadi, dia kesulitan berkomunikasi dengan keluarga kamai di Jawa, sebab, dia nggak begitu ngerti bahasa Indonesia. Sementara kami yang udah terlanjur tuwir lebih susah lagi belajar bahasa Jerman…
    Setiap tahun dia balik ke Indonesia, dan kesenjangan bahasa ini jadi agak merepotkan juga. padahal kami ingin berakrab-akrab dengannya… hiks..

    Balas
    • Itu wajar!
      Aku aja udah membayangkan bagaimana nanti Odilia kalau berlibur ke Indonesia dan bertemu dengan keluargaku :)

      Balas
  20. Numpang lewat ja mas
    Yang penting anak bisa komunikasi dengan keluarga dan lingkungannya jadi bisa belajar banyak. untuk belajar bahasa yang lain bisa diikutkan ke sekolah yang menggunakan bilingual mumpung antenanya masih tinggi.., soalnya untuk bisa bicara dengan bahasan lain secara lancar adalah masalah kebiasaan, tanpa belajarpun kalau lingkungan kita berbahasa lain secara tidak disadari maka kita juga akan mengikutinya syaratnya yang jangan menutup otak kita dengan virus fanatisme, minimal logatnya akan ikutan lah. gak jauh-jauhlah contohnya saya he….he….sampai sekarangpun inggrisnya masih kacau tapi logat jawanya dah berubah logat Timor. sekedar berbagi aja mas-mas dan mbak-mbak sekalian.

    Balas

Trackbacks/Pingbacks

  1. Tweets that mention Jason belajar Bahasa Indonesia ? Cetusan ? Donny Verdian -- Topsy.com - [...] This post was mentioned on Twitter by Donny Verdian and Donny Verdian, Donny Verdian. Donny Verdian said: Pentingkah mengajarkan…

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.