• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Depan
  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • Kontak

iPod, Mobile Phone dan Terciptanya Sebuah Aturan

27 Januari 2010 41 Komentar

Ketergelitikanku setelah memandang dengan takjub pada aturan yang kupotret di atas, semata-mata pada kelihaian si pembuat aturan, seorang pemilik coffeshop, merangkai sebab (kausalitas), menerangkan akibatnya lantas menjadikan relasi keduanya itu menjadi aturan yang persuasif, jauh dari kesan represif.
Aku membayangkan, awal mula hingga terbit aturan itu barangkali demikian.
Sebuah pagi di tahun 2004 sekitar dua bulan sesudah coffeeshop buka untuk pertama kalinya, orang mulai ramai menyukai adonan kue dan pasnya brewing kopi yang dihidangkan. Saking ramainya, antrian panjang mengular adalah pemandangan yang umum di coffeeshop tersebut. Pada saat-saat seperti itu (biasanya di pagi hari) kecepatan layanan para barista (ahli peracik kopi) dan pelayan lainnya termasuk kasir adalah kunci berpengaruh terhadap berapa banyak orang yang bisa dilayani, berapa produk yang bisa terjual dan pada akhirnya berapa keuntungan yang bisa dicapai.
Sekonyong-konyong seorang pria parlente bertubuh tinggi besar yang masuk dalam antrian dan kebetulan sudah sampai di hilir tampak ‘mbudheg’ karena berkonsentrasi mendengarkan musik dari piranti yang lantas dikenal dengan nama iPod.
“Next, please!” Si barista mempersilakan antrian berikutnya untuk maju ke depan, dilayani. Tapi si parlente itu tak bereaksi, ia malah manggut-manggut berirama.
“Neeexttt, pleaseee!” Si barista kembali bersuara, kali ini dengan tekanan yang lebih keras dan suara yang terdengar jauh lebih lantang.
Tapi skali lagi, si parlente diam saja sambil melamun ke arah lain hingga akhirnya ia ‘ngeh’ setelah bahunya yang masif ditepuk oleh pengantri di belakangnya.
“Oh, ssoooryyy” Ia pun maju ke depan tergopoh-gopoh kehadapan barista yang mencoba tetap bersikap cool meski hatinya kecut masam!
* * *
Hari berikutnya, seorang wanita setengah baya melakukan hal yang kurang lebih sama.
Ketika sedang mengantri membeli kopi, rupanya ia lupa menitipkan kunci rumah kepada suami yang telah lebih dulu berangkat kerja, maka ia segera menelpon suaminya.
“Haloo.. Pa… Aduh, sorry aku tadi lupa titip kunci ke kamu! Trus gimana nanti kamu masuk rumah kalau aku belum pulang ya?” ujarnya di telepon. Lalu percakapan pun memanjang, sementara antrian terus maju ke depan hingga si wanita sibuk itu sampai pula di bagian hilir antrian.
“Next please!” seru si barista yang kebetulan juga sama dengan barista yang bertugas kemarin.
Si wanita tersenyum melambaikan tangannya ke arah barista seperti hendak berbicara “Tunggu bentar ya…”
Si Barista membalas senyuman dan lambaian tangan itu dengan cibiran yang kecut …
Ia, yang kemarin berhadapan dengan pria parlente ber-iPod, tak mau kehilangan akal dan tak mau mengecewakan antrian berikutnya. Si barista itu lantas meminta orang yang berada di antrian kedua untuk maju ke depan mendahului si wanita yang.. masih tetap on the phone itu.
Hingga lima kali ‘dilangkahi’, pada akhirnya si wanita itupun selesai menggunakan telpon.
Alih-alih kembali masuk ke dalam antrian, ia langsung maju ke depan dan menggebrak meja barista. “Hey! Bukannya aku tadi sudah bilang TUNGGU SEBENTAR! Aku kan sedang telepon dengan suamiku, kenapa tak kamu pedulikan?”
Tatap matanya tajam seperti macan kehausan dan setiap kata yang terlontar adalah sembilu yang menancap sementara si Barista yang tampak masih muda itu ‘ngeper’ menghadapi si wanita lalu beringsut ke belakang melapor kepada bosnya. Nggak pake lama, perkara itupun diselesaikan dengan baik oleh Sang Bos. Secangkir kopi gratis dan setumpuk kata “Sorry” diberikan kepada si wanita macan secara cuma-cuma sebagai obat penawar kecewanya. Keuntungan pagi itupun ternodai dengan menipisnya mental si Barista akibat dibentak, serta keuntungan secangkir longblack yang melayang percuma…
* * *
Sore harinya, ketika meeting evaluasi antar barista dan manajemen, diputuskanlah untuk membuat tata aturan yang menyangkut kejadian dua hari berturut-turut terkait dengan penggunaan iPod dan telepon genggam. Revisi sana, revisi sini, tambah sini dan hapus yang sebelah sana, palu pun diketok, aturan dicetak lalu dengan sedikit laminasi dan bantuan plester, dipasanglah ia seperti terpampang di atas itu tadi.
Dari sebuah foto tentang aturan serta peristiwa kecil yang kureka-reka di atas, aku belajar satu hal…
Manusia adalah makhluk yang bisa memperkaya dirinya dengan sesuatu yang telah lewat.
Ketika ia menghadapi satu hal dengan jalan yang mulus, ia lantas mempelajarinya sebagai pola dan menerapkannya ke masa depan sebagai resep… jurus untuk mendapatkan kemulusan yang sama bahkan lebih. Namun ketika ia menghadapi satu hal yang menghambat kemulusan, ia akan mengingatnya dan tidak menginginkan hal itu terjadi di masa depan. Lantas, terbesitlah tata aturan, yang membuat langkah-langkah pengecualian dan penanggulangan ketika penghambat itu menghadang di depan.

Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Cetusan Ditag dengan:ipod, mobile phone, rule

Tentang Donny Verdian

DV, Superblogger Indonesia. Ngeblog sejak Februari 2002, bertahan hingga kini. Baca profil selengkapnya di sini

Reader Interactions

Komentar

  1. fekhi mengatakan

    27 Januari 2010 pada 4:54 am

    Wah… penyebab yang logis itu :))

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Januari 2010 pada 1:15 pm

      Ah, masa? :)

      Balas
  2. Momon mengatakan

    27 Januari 2010 pada 7:41 am

    coffeeshop dimana tuh Don? gue suka gaya ownernya hehehehe. Kalo gue punya cafe mungkin gue bakal pake aturan kayak gitu, walopun mungkin rangkaian kata2 aturannya gak seindah dan seramah yang dia bikin hehehe

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Januari 2010 pada 1:16 pm

      Coffeeshop di Clarence St, Wynyard… *gaya sok ngeh Sydney wakakakakaka*

      Balas
  3. Bantal mengatakan

    27 Januari 2010 pada 8:03 am

    LOL, smart move. Menyebalkan sekali itu nyonya memang, tetapi konsumen adalah raja, mau bagaimana lagi…. Semoga saja tukang racik kopinya sempat meludahi kopi si nyonya sebagai obat tambal kekecewaannya… *jahat mode on*

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Januari 2010 pada 1:17 pm

      Hahahahaha, emangnya kamuuu??:) Wah jangan beli cokelat merk L*n*t deh.. takutnya udah diludahin kamu juga :)

      Balas
      • Bantal mengatakan

        28 Januari 2010 pada 8:18 am

        Asemmmmm rahasia perusahaan jangan disebar sebar!
        Aku lho gak pernah ngeludahi, paling parah juga ngupil terus megang coklatnya wkakwkawkaw.
        Ah nggilani kowe Don.

        Balas
        • Donny Verdian mengatakan

          28 Januari 2010 pada 9:51 am

          Nah! Nah! Nah! Semuanya kembali ke mentalitas hahah!

          Balas
  4. zee mengatakan

    27 Januari 2010 pada 10:43 am

    Aku suka dgn caramu menuliskan skenario di balik kertas peraturan itu. Katamu itu benar, manusia kalo sudah ketemu halangan, maka dia akan jadikan itu pelajaran dan mencari cara menghadapinya, bgmn bila suatu saat dia akan ketemu penghalang sejenis atau lainnya. Bagus menurutku, sebagai salah satu perjalanan hidup melatih kekuatan mental, menambah pengalaman hidup. :)

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Januari 2010 pada 1:18 pm

      Thanks, Zee!

      Balas
  5. krismariana mengatakan

    27 Januari 2010 pada 12:50 pm

    satu kesanku: peraturannya mantap!

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Januari 2010 pada 1:18 pm

      Aturan mantap, difoto dengan mantap oleh… blogger yang mantap pula ya hahahah :)

      Balas
  6. Riris E mengatakan

    27 Januari 2010 pada 1:53 pm

    Suka heran kalau lihat orang2 yang lagi menjejali kupingnya dengan earphone trus suara musiknya kedengaran sampai di luar. Apa gak sakit ya? Model gini sih rasanya pantas dijitak kalau sampai mengganggu kepentingan umum. Untung bukan aku yang jadi barista-nya. :p

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Januari 2010 pada 2:21 pm

      Kalau kamu dengar ada orang pake earphone dan suara musiknya kedengaran dari luar itu pertanda ia pake earphone yang murah hahahah :))

      Balas
      • Bantal mengatakan

        28 Januari 2010 pada 8:20 am

        Setuju buanget. Terutama earphone putih default bawaan aiPot ituh. — satu kemungkinan lain lagi, orangnya budeg, getho, mau keren.

        Balas
  7. edratna mengatakan

    27 Januari 2010 pada 3:21 pm

    Bukannya orang Aussie taat pada antrian? Atau sudah mulai ketularan gila teleponan kayak orang kita?
    Hehehe
    Bagus juga tuh ditiru…paling sebel kalau ada orang menelepon kenceng-kenceng, mungkin pamer ya kalau hape atau ipod nya bagus….

    Balas
    • Bantal mengatakan

      28 Januari 2010 pada 8:21 am

      Kalau dianya teriak teriak waktu nelepon aku bisa agak cuek. Yang aku paling gak suka itu kalau mereka pake speaker phone waktu ngomong ditelpon. Norak abis… terutama kalau ditempat umum -_-

      Balas
      • Donny Verdian mengatakan

        28 Januari 2010 pada 9:56 am

        Hahahahaha dulu aku pernah waktu naik bis Jogja – Klaten dan melihat ada mbak2 nyetel musik dari handphonenya dan dipakein speaker phone … edan yo!

        Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      28 Januari 2010 pada 9:54 am

      Bu, orang aussie itu datang dari berbagai bangsa… soal tak taat pada aturan antrian itu bukan tipikal bangsa tapi tipikal orang :)

      Balas
  8. Bro Neo mengatakan

    27 Januari 2010 pada 5:16 pm

    hebanya DV, bisa melihat dibalik yg kasat mata :-)
    yg sibuk ber-BB ria banyak gak di Aussie Don, kok blm ada di aturan itu

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      28 Januari 2010 pada 9:58 am

      Makasih, Bro! :)
      BB banyak dipake di sini tapi mungkin aturan di atas udah sekaligus mengeneralisasikan BB ke dalamnya ya…

      Balas
  9. Arham blogpreneur mengatakan

    27 Januari 2010 pada 7:30 pm

    Mantab mas Don. :D
    hanyut terbawa situasi kondisi ceritanya… :) tapi jadi inget pansus yang sedang ramai ramai gebrak meja :p
    oia, ibu2 ‘anti social’ yang mendapat coffee gratis itu, bagaimana? apa menjadi pelanggan loyal atau malah kabur

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      28 Januari 2010 pada 9:59 am

      Makasih :)
      Wah, ibu-ibu itu ndak tau, lamunan saya soalnya cuma berhenti di situ hehehe
      Nanti ketika lamunan tiba dan si ibu2 itu datang lagi ke dalamnya, kuceritakan Bos hehehe

      Balas
  10. imadewira mengatakan

    27 Januari 2010 pada 9:40 pm

    walaupun ndak terlalu ngerti bahasa Inggris, tapi saya merasa kata2 dalam aturan itu sudah sangat halus… daripada kalimat seperti ini :
    “kami tidak melayani konsumen yang menggunakan HP atau iPod saat mengantre”
    :D

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      28 Januari 2010 pada 10:00 am

      Heheheheh betul, Bli!
      Ah kamu merendah, Bli… di Bali kan ‘surga’ nya Bahasa Inggris :)

      Balas
  11. elia|bintang mengatakan

    27 Januari 2010 pada 10:02 pm

    barista galak itu ternyata gampang jiper yak haha :lol:
    tapi aturan2 kyk gitu sbnrnya bisa dimengerti sih. skrg orang2 kyknya demam gadget banget. lg ngbrl sambil ngetweet, lg nyetir sambil sms, lg dilayanin pelayan sambil sibuk telfonan dan ngeliat si pelayannya aja ngga.. setuju sama aturan itu :D

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      28 Januari 2010 pada 10:01 am

      Hehehehehe…. saya sih ngga bisa mbayangin demam gadget dan web2.0 mania di Jakarta.. pasti seru ya..:)

      Balas
  12. Ben mengatakan

    28 Januari 2010 pada 8:12 pm

    Eh, itu cerita di atas bukan dari pengalamanmu sendiri kan, Don? :D

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      29 Januari 2010 pada 9:24 pm

      Hahahahaha, tahun 2004 belum gablek ipod aku, Ben :)

      Balas
  13. bukan facebook mengatakan

    28 Januari 2010 pada 8:13 pm

    Peraturannya keren abiiess…kayak perlu tuh saya bikin buat kepentingan saya dan sosialisasikan sama kawan-kawan sebelum janjian ketemuan. Soalnya sekarang kualitas bertemu kawan agak teganggu dengan hadirnya gadget-gadget ituh.

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      29 Januari 2010 pada 9:26 pm

      Betul! Saya dulu sering dikecewakan dengan teman yang sejak ketemuan sampe mau pulang isinya cuma ngelirik ke gadget melulu :)

      Balas
  14. boyin mengatakan

    29 Januari 2010 pada 4:29 pm

    dalam dunia hospitality industri, aturan memang berkembang dinamis disesuaikan antara kebutuhan konsumen dan yang akan melayani itu sendiri. Biar sama2 enak lah.

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      29 Januari 2010 pada 9:27 pm

      Itulah bagusnya… tidak ada yang konstan ya…
      Kalau negara dibikin gitu tata aturannya keren kali ya :)

      Balas
  15. dobleh yang malang mengatakan

    30 Januari 2010 pada 3:49 am

    lama tak mampir
    p cabar
    salam hangat dari blue
    post yg mantab

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      3 Februari 2010 pada 11:05 am

      cabar baik blue

      Balas
  16. Ria mengatakan

    2 Februari 2010 pada 11:54 pm

    ilustrasinya mantep aja mas :P walaupun rekaan hihihihihi…
    orang yg selfist gitu mendingan memang gak dilayani, kalau nanti aku punya coffee shop aku akan tambahkan daftarnya Blackberry :D

    Balas
  17. zam mengatakan

    3 Februari 2010 pada 1:39 am

    aturan yg keren!
    di Jakarta ini, bisa diterapkan gak, ya?

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      3 Februari 2010 pada 11:10 am

      Bukan masalah dimana-dimananya kok lha wong di sini aja ya aturan itu ngga sepenuhnya terjalani :)

      Balas
  18. Oyah mengatakan

    3 Februari 2010 pada 8:38 am

    Mampirr, slm knal yaaa… please follow me, I’ll follow u + aq taro link u di Friends’ Links q … tq

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      3 Februari 2010 pada 11:06 am

      Wah jadi kita follow-followan dong..:) Alias ikut-ikutan :)

      Balas
  19. dinda mengatakan

    5 Februari 2010 pada 5:06 pm

    hmmm.. bisa nggak ya bilang kayak gitu ke temen disaat ngobrol? *sedang mikir redaksi yang sekeren di coffeeshop*

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
  • Kontak
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT