Ketergelitikanku setelah memandang dengan takjub pada aturan yang kupotret di atas, semata-mata pada kelihaian si pembuat aturan, seorang pemilik coffeshop, merangkai sebab (kausalitas), menerangkan akibatnya lantas menjadikan relasi keduanya itu menjadi aturan yang persuasif, jauh dari kesan represif.
Aku membayangkan, awal mula hingga terbit aturan itu barangkali demikian.
Sebuah pagi di tahun 2004 sekitar dua bulan sesudah coffeeshop buka untuk pertama kalinya, orang mulai ramai menyukai adonan kue dan pasnya brewing kopi yang dihidangkan. Saking ramainya, antrian panjang mengular adalah pemandangan yang umum di coffeeshop tersebut. Pada saat-saat seperti itu (biasanya di pagi hari) kecepatan layanan para barista (ahli peracik kopi) dan pelayan lainnya termasuk kasir adalah kunci berpengaruh terhadap berapa banyak orang yang bisa dilayani, berapa produk yang bisa terjual dan pada akhirnya berapa keuntungan yang bisa dicapai.
Sekonyong-konyong seorang pria parlente bertubuh tinggi besar yang masuk dalam antrian dan kebetulan sudah sampai di hilir tampak ‘mbudheg’ karena berkonsentrasi mendengarkan musik dari piranti yang lantas dikenal dengan nama iPod.
“Next, please!” Si barista mempersilakan antrian berikutnya untuk maju ke depan, dilayani. Tapi si parlente itu tak bereaksi, ia malah manggut-manggut berirama.
“Neeexttt, pleaseee!” Si barista kembali bersuara, kali ini dengan tekanan yang lebih keras dan suara yang terdengar jauh lebih lantang.
Tapi skali lagi, si parlente diam saja sambil melamun ke arah lain hingga akhirnya ia ‘ngeh’ setelah bahunya yang masif ditepuk oleh pengantri di belakangnya.
“Oh, ssoooryyy” Ia pun maju ke depan tergopoh-gopoh kehadapan barista yang mencoba tetap bersikap cool meski hatinya kecut masam!
* * *
Hari berikutnya, seorang wanita setengah baya melakukan hal yang kurang lebih sama.
Ketika sedang mengantri membeli kopi, rupanya ia lupa menitipkan kunci rumah kepada suami yang telah lebih dulu berangkat kerja, maka ia segera menelpon suaminya.
“Haloo.. Pa… Aduh, sorry aku tadi lupa titip kunci ke kamu! Trus gimana nanti kamu masuk rumah kalau aku belum pulang ya?” ujarnya di telepon. Lalu percakapan pun memanjang, sementara antrian terus maju ke depan hingga si wanita sibuk itu sampai pula di bagian hilir antrian.
“Next please!” seru si barista yang kebetulan juga sama dengan barista yang bertugas kemarin.
Si wanita tersenyum melambaikan tangannya ke arah barista seperti hendak berbicara “Tunggu bentar ya…”
Si Barista membalas senyuman dan lambaian tangan itu dengan cibiran yang kecut …
Ia, yang kemarin berhadapan dengan pria parlente ber-iPod, tak mau kehilangan akal dan tak mau mengecewakan antrian berikutnya. Si barista itu lantas meminta orang yang berada di antrian kedua untuk maju ke depan mendahului si wanita yang.. masih tetap on the phone itu.
Hingga lima kali ‘dilangkahi’, pada akhirnya si wanita itupun selesai menggunakan telpon.
Alih-alih kembali masuk ke dalam antrian, ia langsung maju ke depan dan menggebrak meja barista. “Hey! Bukannya aku tadi sudah bilang TUNGGU SEBENTAR! Aku kan sedang telepon dengan suamiku, kenapa tak kamu pedulikan?”
Tatap matanya tajam seperti macan kehausan dan setiap kata yang terlontar adalah sembilu yang menancap sementara si Barista yang tampak masih muda itu ‘ngeper’ menghadapi si wanita lalu beringsut ke belakang melapor kepada bosnya. Nggak pake lama, perkara itupun diselesaikan dengan baik oleh Sang Bos. Secangkir kopi gratis dan setumpuk kata “Sorry” diberikan kepada si wanita macan secara cuma-cuma sebagai obat penawar kecewanya. Keuntungan pagi itupun ternodai dengan menipisnya mental si Barista akibat dibentak, serta keuntungan secangkir longblack yang melayang percuma…
* * *
Sore harinya, ketika meeting evaluasi antar barista dan manajemen, diputuskanlah untuk membuat tata aturan yang menyangkut kejadian dua hari berturut-turut terkait dengan penggunaan iPod dan telepon genggam. Revisi sana, revisi sini, tambah sini dan hapus yang sebelah sana, palu pun diketok, aturan dicetak lalu dengan sedikit laminasi dan bantuan plester, dipasanglah ia seperti terpampang di atas itu tadi.
Dari sebuah foto tentang aturan serta peristiwa kecil yang kureka-reka di atas, aku belajar satu hal…
Manusia adalah makhluk yang bisa memperkaya dirinya dengan sesuatu yang telah lewat.
Ketika ia menghadapi satu hal dengan jalan yang mulus, ia lantas mempelajarinya sebagai pola dan menerapkannya ke masa depan sebagai resep… jurus untuk mendapatkan kemulusan yang sama bahkan lebih. Namun ketika ia menghadapi satu hal yang menghambat kemulusan, ia akan mengingatnya dan tidak menginginkan hal itu terjadi di masa depan. Lantas, terbesitlah tata aturan, yang membuat langkah-langkah pengecualian dan penanggulangan ketika penghambat itu menghadang di depan.
Wah… penyebab yang logis itu :))
Ah, masa? :)
coffeeshop dimana tuh Don? gue suka gaya ownernya hehehehe. Kalo gue punya cafe mungkin gue bakal pake aturan kayak gitu, walopun mungkin rangkaian kata2 aturannya gak seindah dan seramah yang dia bikin hehehe
Coffeeshop di Clarence St, Wynyard… *gaya sok ngeh Sydney wakakakakaka*
LOL, smart move. Menyebalkan sekali itu nyonya memang, tetapi konsumen adalah raja, mau bagaimana lagi…. Semoga saja tukang racik kopinya sempat meludahi kopi si nyonya sebagai obat tambal kekecewaannya… *jahat mode on*
Hahahahaha, emangnya kamuuu??:) Wah jangan beli cokelat merk L*n*t deh.. takutnya udah diludahin kamu juga :)
Asemmmmm rahasia perusahaan jangan disebar sebar!
Aku lho gak pernah ngeludahi, paling parah juga ngupil terus megang coklatnya wkakwkawkaw.
Ah nggilani kowe Don.
Nah! Nah! Nah! Semuanya kembali ke mentalitas hahah!
Aku suka dgn caramu menuliskan skenario di balik kertas peraturan itu. Katamu itu benar, manusia kalo sudah ketemu halangan, maka dia akan jadikan itu pelajaran dan mencari cara menghadapinya, bgmn bila suatu saat dia akan ketemu penghalang sejenis atau lainnya. Bagus menurutku, sebagai salah satu perjalanan hidup melatih kekuatan mental, menambah pengalaman hidup. :)
Thanks, Zee!
satu kesanku: peraturannya mantap!
Aturan mantap, difoto dengan mantap oleh… blogger yang mantap pula ya hahahah :)
Suka heran kalau lihat orang2 yang lagi menjejali kupingnya dengan earphone trus suara musiknya kedengaran sampai di luar. Apa gak sakit ya? Model gini sih rasanya pantas dijitak kalau sampai mengganggu kepentingan umum. Untung bukan aku yang jadi barista-nya. :p
Kalau kamu dengar ada orang pake earphone dan suara musiknya kedengaran dari luar itu pertanda ia pake earphone yang murah hahahah :))
Setuju buanget. Terutama earphone putih default bawaan aiPot ituh. — satu kemungkinan lain lagi, orangnya budeg, getho, mau keren.
Bukannya orang Aussie taat pada antrian? Atau sudah mulai ketularan gila teleponan kayak orang kita?
Hehehe
Bagus juga tuh ditiru…paling sebel kalau ada orang menelepon kenceng-kenceng, mungkin pamer ya kalau hape atau ipod nya bagus….
Kalau dianya teriak teriak waktu nelepon aku bisa agak cuek. Yang aku paling gak suka itu kalau mereka pake speaker phone waktu ngomong ditelpon. Norak abis… terutama kalau ditempat umum -_-
Hahahahaha dulu aku pernah waktu naik bis Jogja – Klaten dan melihat ada mbak2 nyetel musik dari handphonenya dan dipakein speaker phone … edan yo!
Bu, orang aussie itu datang dari berbagai bangsa… soal tak taat pada aturan antrian itu bukan tipikal bangsa tapi tipikal orang :)
hebanya DV, bisa melihat dibalik yg kasat mata :-)
yg sibuk ber-BB ria banyak gak di Aussie Don, kok blm ada di aturan itu
Makasih, Bro! :)
BB banyak dipake di sini tapi mungkin aturan di atas udah sekaligus mengeneralisasikan BB ke dalamnya ya…
Mantab mas Don. :D
hanyut terbawa situasi kondisi ceritanya… :) tapi jadi inget pansus yang sedang ramai ramai gebrak meja :p
oia, ibu2 ‘anti social’ yang mendapat coffee gratis itu, bagaimana? apa menjadi pelanggan loyal atau malah kabur
Makasih :)
Wah, ibu-ibu itu ndak tau, lamunan saya soalnya cuma berhenti di situ hehehe
Nanti ketika lamunan tiba dan si ibu2 itu datang lagi ke dalamnya, kuceritakan Bos hehehe
walaupun ndak terlalu ngerti bahasa Inggris, tapi saya merasa kata2 dalam aturan itu sudah sangat halus… daripada kalimat seperti ini :
“kami tidak melayani konsumen yang menggunakan HP atau iPod saat mengantre”
:D
Heheheheh betul, Bli!
Ah kamu merendah, Bli… di Bali kan ‘surga’ nya Bahasa Inggris :)
barista galak itu ternyata gampang jiper yak haha :lol:
tapi aturan2 kyk gitu sbnrnya bisa dimengerti sih. skrg orang2 kyknya demam gadget banget. lg ngbrl sambil ngetweet, lg nyetir sambil sms, lg dilayanin pelayan sambil sibuk telfonan dan ngeliat si pelayannya aja ngga.. setuju sama aturan itu :D
Hehehehehe…. saya sih ngga bisa mbayangin demam gadget dan web2.0 mania di Jakarta.. pasti seru ya..:)
Eh, itu cerita di atas bukan dari pengalamanmu sendiri kan, Don? :D
Hahahahaha, tahun 2004 belum gablek ipod aku, Ben :)
Peraturannya keren abiiess…kayak perlu tuh saya bikin buat kepentingan saya dan sosialisasikan sama kawan-kawan sebelum janjian ketemuan. Soalnya sekarang kualitas bertemu kawan agak teganggu dengan hadirnya gadget-gadget ituh.
Betul! Saya dulu sering dikecewakan dengan teman yang sejak ketemuan sampe mau pulang isinya cuma ngelirik ke gadget melulu :)
dalam dunia hospitality industri, aturan memang berkembang dinamis disesuaikan antara kebutuhan konsumen dan yang akan melayani itu sendiri. Biar sama2 enak lah.
Itulah bagusnya… tidak ada yang konstan ya…
Kalau negara dibikin gitu tata aturannya keren kali ya :)
lama tak mampir
p cabar
salam hangat dari blue
post yg mantab
cabar baik blue
ilustrasinya mantep aja mas :P walaupun rekaan hihihihihi…
orang yg selfist gitu mendingan memang gak dilayani, kalau nanti aku punya coffee shop aku akan tambahkan daftarnya Blackberry :D
aturan yg keren!
di Jakarta ini, bisa diterapkan gak, ya?
Bukan masalah dimana-dimananya kok lha wong di sini aja ya aturan itu ngga sepenuhnya terjalani :)
Mampirr, slm knal yaaa… please follow me, I’ll follow u + aq taro link u di Friends’ Links q … tq
Wah jadi kita follow-followan dong..:) Alias ikut-ikutan :)
hmmm.. bisa nggak ya bilang kayak gitu ke temen disaat ngobrol? *sedang mikir redaksi yang sekeren di coffeeshop*