Inkonsistensi, Awal Kebohongan

22 Sep 2009 | Cetusan

Menilai seseorang bohong atau tidak sesungguhnya bukanlah kapasitas kita.
Bagiku, justru orang yang paling bohong adalah orang yang berani menuduh orang lain bohong karena siapa pula yang bisa benar-benar tahu isi hati dan perbuatan orang lain yang tak bisa kita lihat ?

Tapi, sebagai manusia yang memiliki akal, budi serta ingatan, kita ditantang untuk mengenali tanda-tanda kebohongan dari konsistensi seseorang dalam bercerita tentang satu hal kepada kita.
Semakin tak konsisten orang dalam bercerita, semakin dekat ia dengan kebohongan, gampangnya begitu saja.

Ada sebuah cerita, di masa laluku.
Seorang yang katanya hebat, dikenalkan padaku oleh seorang teman dekat.
“Dia hebat, Don! Kemarin bikin acara di Surabaya hasilnya luar biasa!” kata temanku meyakinkan dan akupun manggut-manggut.
“Siapa tahu diadakan di Jogja bisa berhasil tho, Dab?” tukasnya lagi dan adrenalin bisnisku pun bergejolak dibuatnya.
Lalu beberapa hari sesudahnya, kami, aku, kawanku dan si orang hebat tadi, sepakat untuk makan malam bersama di sebuah resto ternama di Jogja dan aku menjadi hostnya.

Awalnya, suasana makan malam itu sungguh hangat penuh dengan guyonan yang gayeng karena meski tak kenal sebelumnya, tapi ternyata untuk mencari hubungan antara aku dengan si orang hebat tadi tidaklah sulit karena masing-masing dari kami berangkat dari komunitas yang kurang lebih sama dan setempat.

“Jadi begini, Pak Donny.. Acara ini pernah kami gelar di Surabaya dan responsnya luar biasa!” tukas orang hebat tadi mengawali.
“Kami mengadakannya di hotel dengan konsep yang sangat unik! Hotelnya bintang lima, tapi kami sengaja menginapkan peserta di tenda yang dipasang di lapangan golf milik hotel itu!” ia melanjutkan awalannya dengan penuh semangat.

“Weh, bagus itu, Pak.. kenapa kok di lapangan dan tidak di kamar?” tanyaku.
“Oh, itu semata-mata supaya menumbuhkan keakraban yang lebih kental antar-peserta, Pak!” ujarnya meyakinkan.

Semakin malam, obrolan pun semakin hangat.
Hidangan demi hidangan, gelas demi gelas minuman pun tak lewat kami babat. Kian lama aku merasa sangat in the mood dalam berbicara prospek malam itu. Dalam banyak sisi, teman dekatku dan orang hebat tadi telah meyakinkanku bahwa acara serupa jika digelar di Jogja akan meraup untung yang tidak kalah besar dibanding Surabaya.
Tentu ini adalah peluang yang menarik!

Nyaris dua jam berlalu, dan ketika pertemuan hendak mencapai puncak kesimpulan, sebuah kecelakaan kecil terjadi.
“Jadi, nanti Pak Donny pilih saja kira-kira hotel mana yang cocok untuk acara kita itu, selanjutnya biar saya yang follow up dan lapor ke Pak Donny!” lanjut orang hebat itu tadi sambil mengelus-elus perut tambunnya tanda kekenyangan.

“Wah, sip Pak! Kebetulan saya ada beberapa link di hotel-hotel terkemuka di Jogja kok…” jawabku meyakinkan.
“Dan kalau bisa hotelnya yang ada lapangannya, Pak.. Ndak perlu lapangan golf karena takutnya nanti kayak di Surabaya malah nggak boleh dipake…”

Dan… ia terperangkap omongannya sendiri!
Mukanya memerah, matanya yang semula selalu tajam menatapku saat itu goyah. Pada tepian-tepian meja makan ia sandarkan pandangannya.

Akupun spontan bereaksi.
“Oh, loh. Maaf Pak, tadi katanya para peserta di Surabaya itu diinepkan di lapangan golf, Pak?” tanyaku ringan sambil terus menatapnya.

“Oh… eh.. iya, tapi sebenarnya itu idealnya memang demikian, Pak Donny. Tapi… ah, tenang saja! Saya juga masih punya cukup kekuatan untuk memengaruhi hotel di Jogja supaya mau meminjamkan lapangan golfnya, Pak! Jogja bakalan lebih mantap ketimbang Surabaya kok!” Ia tampak gelagapan sebentar namun kemudian keyakinannya kembali tumbuh seperti sedia kala, sepertinya ia telah terbiasa terjerembab seperti ini dan bangun kembali dalam waktu yang relatif cepat.

Lalu sisa pertemuan makan malam itu hanyalah sampah.
Segala apa yang ia ucapkan pada akhirnya masuk telinga kiri dan keluar dari lubang sebelah kanannya.
Tanggapanku terhadap omongan-omongannya pun juga sekadar “Oooo..” atau paling panjang “Oh, gitu…” karena semenjak saat itu, detik itu, aku sudah mencoret namanya dari daftar orang hebat yang kukenal hanya gara-gara inkonsistensi-nya dalam menceritakan sesuatu.

Aku tak bisa men-cap ia pembohong,
tapi setidaknya obrolan malam itu membuatku tak kan merelakan harapan, uang, serta waktu dan pikiranku masuk dalam dunianya yang tak terlalu konsisten itu.

Sebarluaskan!

25 Komentar

  1. Banyak yang gitu sih ya, promosi dengan embel-embel yang sebenarnya hanya planning bukan realisasi.
    Memang musti hati-hati mengambil keputusan kalau sudah berhadapan dengan orang begitu.
    Dulu juga sering diajarin begitu sama boss, ngomong dulu, realisasi baru dipikiran terakhir buat buktiin omongan. Jadi yang ada kita terus deh yang ditagih2 janji… males dotnet deh :p

    Balas
  2. Untung kamu cermat dalam mendengar, kalo ndak wah bisa terjebak.
    Yah spt pepatah sepandai2nya tupai melompat pasti jatuh juga…

    Balas
  3. Lidahmu adalah pisaumu…jadi jangan sembarangan berbicara bisa nusuk diri sendiri ya mas…
    hehehehe…kalau diriku di posisimu pasti betenya setengah mampus tuh :D

    Balas
  4. Aku juga sering keblasuk karena obsesi dan impian serta imajinasi seseorang. Dan lesson learnednya adalah, jangan langsung percaya dengan cerita “wah”.
    jadi caddynya siapa ini ?

    Balas
  5. wah, orang bohong, sehebar apa pun dia, tetap sulit utk bisa menjaga konsistensi sikap dan omongannya, nas don. kalau saya nebaknya gampang saja. kalau dari awl omongannya sdh terlalu besar dan ndak sumbut, indikasi kebohongan itu sdh sangat jelas bisa tertangkap. doh!

    Balas
  6. haduh, muncul kata inkonsistensi lagi di sini. sampai saat ini aku dicap sebagai salah seorang yang paling ga konsisten oleh temanku.
    hiksss, jadi sedih…

    Balas
  7. aih… semoga kita terhindar dari sikap inkonsistensi itu ya Don..
    kata orang bijak: “bicarakanlah ide, jangan orang”. orang yang dimaksud disini, juga termasuk diri sendiri. semakin asyik seseorang membicarakan dirinya, semakin cepat ia masuk ke dalam jurang kebohongan…

    Balas
  8. Dalam mencari mitra bisnis memang harus hati-hati, apalagi kalau melibatkan dana yang besar.

    Balas
  9. hehehehe….
    selalu ada orang seperti itu ya.
    btw, siapa yang bayarin makanannya mas? :D

    Balas
  10. terkadang kita jadi terhanyut akan “kepintaran” yang dimiliki oleh seseorang untuk meyakinkan kita, sering juga saya “diyakinkan” agar melakukan sesuatu seperti yang dimau orang tsbt, tapi ya itu tadi kalau kita memperhatikan benar2 setiap ucapannya yang mulai meragukan, lebih baik, hindari saja.Inkonsistensi = kebohongan, saya setuju.

    Balas
  11. Wahhh….
    aku beberapa kali terlibat pembicaraan dengan orang-orang nggak konsisten begini. Aku nggak mau munafik, aku langsung men-cap orang-orang model begini sebagai pembohong. lalu untuk seterusnya, aku sulit untuk percaya lagi pada mereka.
    Aku termasuk bertelinga tajam juga. Sekali kudengar inkonsistensi dari mulut mereka, reaksi spontanku adalah”, eh, lho, kan tadi bilangnya bla..bla..bla…??”
    Lama-lama aku belajar, kalau mendengar seperti ini, aku akan sok cool aja dulu, pelan-pelan mancing-mancing, lalu biasanya sih, semakin hebat ceritanya, akan semakin ketauan boongnya, terbuka dengan sendirinya tuh… Dan akan semakin gelagapan lah dia menambal sulam boongnya.
    Makin ketauan deh…hihi….

    Balas
  12. jiaaahhhh….pak pak…kok hebatnya makan omongan sendiri. katanya pada dibikinin tenda di lapangan golf, kok habis itu bilang nggak di kasih. piyyeee tho pak hebat. mungkin kekenyangan tuh si pak hebatnya, jadi gak bisa mengontrol omongannya….

    Balas
  13. Aku cenderung waspada (atau skeptis) dulu kalau bertemu dengan orang yang omongannya hebat. Cara paling mudah untuk mengetahui kadar kebenaran ceritanya ya begitu … mendengarkan dengan cermat, dan mencari konsistensi omongannyta.
    Sungguh sebal memang kalau bertemu pembohong begini. Rasanya buang-buang waktu …

    Balas
    • Betul, Bu! TErnyata aku tak sendirian :)

      Balas
  14. kayaknya untuk menghindari diri menjadi pembohong awalnya harus belajar untuk jujur pada diri sendiri,
    **ngomong gampang tapi menjalankan jauh lebih sulit, hehehe

    Balas
    • Hehehehe.. tepat!

      Balas
  15. setiap kata yang diucapkan orang bohong tu adalah menggali lubang kuburnya sendiri,… makin dia bohong, makin dekat dia dengan kuburnya..
    hehehehe … :)

    Balas
    • Wah tumben kamu komen, Cit :)

      Balas
  16. hihihi…emang susah untuk bisa respect dan percaya kepada orang yang tidak konsisten. BTW ini kan soal bisnis Don, cendrung bisa maksimal gunakan fikiran dan logika. Kalau soal hati dan perasaan gimana Don? xixixixi….udah ga tahan neh pingin konseling :)

    Balas
    • Heheheheh kamu pengennya konseling mulu… Ber-konseling lah pada Tuhan dan kehidupan :)

      Balas
  17. ha….aaa…aaa emang semua orang boong haruz kena getahnya.jadi kita harus antusias am setiap pembicaraan seseorang.karna trik orang untuk berboong itu berbeda-beda.cara penyampaianya dapat menjebak kita jikalau kita tidak antusias…

    Balas
    • Sip! Setuju!

      Balas
  18. btw don…untung ya dia kelepasan ngomongnya malam itu juga. Biasanya kan baru pertemuan ke dua ke tiga, yang sudah membuang waktu dan tenaga lebih.
    Karena ini pertemuan pertama, ya anggap saja buang sial.
    Karena aku banyak ketemu teman yang tidak konsisten (dalam perbuatan yang umum- bukan bisnis ya) yang ketahuannya setelah lama. Entah dia ini pinter nutupin atau kebetulan kena dalam situasi yang membuat dia “ketahuan”.

    Balas
  19. Jadi makanannya siapa yg bayarr? Hehehe :)

    Balas
    • Ya bayar sendiri-sendiri :)

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.