Iklan orang hilang

13 Jul 2015 | Cetusan

blog_missingperson

Dua ribu tahun lalu Yesus, menjelang akil balik, pernah hilang di dalam Bait Allah di Yerusalem dan orang tuanya, Maria dan Yoseph kelabakan mencari hingga tiga hari lamanya.

Waktu akhirnya bertemu, Maria dan Yoseph, seperti dicatat Lukas, bertanya demikian, “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Lihat, bapak-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Aku membayangkan keduanya pasti sudah sangat ketakutan, letih tak berhenti berpikir terutama sekali mengingat bagaimana Yesus dikandung dan dilahirkan.

Tapi jawaban Yesus amatlah menohok, “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”

Apa yang kau bayangkan menjadi Maria atu Yoseph?
Gemes nggak sih? Dicari berhari-hari jawabannya malah begitu?

Hehehe, tapi kalau kalian gemes ya lumrah, makanya yang jadi orang tuanya Yesus adalah Maria dan Yoseph, bukan kalian ataupun kita.

Kawan pamanku, sekitar akhir dekade 70an dulu juga pernah hilang berminggu-minggu lamanya. Kata ?orang pintar? ia diculik Wewe Gombel, disembunyikan di pohon tua nan rimbun serta tinggi.

Berhari-hari setelah diketemukan (aku lupa bagaimana ceritanya ia bisa ditemukan lagi) ia menderita gagap (stutter) dan ketika akhirnya sembuh ia menceritakan semuanya bagaimana rasanya diculik Wewe Gombel. Eh kalian tahu apa itu Wewe Gombel? Belum? Baca di Wikipedia. She is a legend!

Penampakan wewe gombel

Penampakan wewe gombel

Fenomena orang hilang memang jadi fenomena yang selalu menarik dari dulu, sekarang dan untuk selama-lamanya. Bayangkan, kehilangan orang yang dikasihi tak tentu rimbanya…

Yang mau kubahas di sini sekarang adalah, bagaimana orang mengumumkan kehilangannya supaya menarik orang untuk membantu mencari yang hilang.

Tak dilaporkan bagaimana Maria dan Yoseph mengumumkan kehilangannya akan Yesus dulu. Masih menurut Lukas, mereka mencari Yesus di lingkaran teman dan keluarga dan karena belum juga ketemu mereka akhirnya pergi kembali ke Yerusalem. Mungkin di Yerusalem mereka meneriakkan nama Yesus anaknya ke kanan-kiri sampai akhirnya ada orang bilang, ?Oh, mungkin di Bait Allah, Jeng Maria, cobalah ke sana!?

Orang tua kawan pamanku yang katanya hilang diculik Wewe Gombel itu juga tak membuat pengumuman meski kejadian itu ada di era akhir 70an. Mereka malah pergi ke dukun untuk mencari tahu dimana anaknya disembunyikan.

Lebih dari dua puluh tahunan yang lalu, orang menyampaikan pesan orang hilang melalui koran. Dulu waktu masih tinggal di Jogja, iklan orang hilang di surat kabar Harian Kedaulatan rakyat selalu menarik perhatianku.

Iklannya biasanya tak terlalu besar, berada di kolom ?Iklan Kecik? tapi bedanya disertai foto orang yang hilang, ciri-ciri dan sejak kapan hilangnya.

Hal yang paling menarik untuk kutuju biasanya adalah pada bagian ciri-ciri.

Rata-rata, ini baru rata-rata, orang yang hilang saat itu adalah mereka yang menderita sakit hilang ingatan atau sering digeneralisasi sebagai sakit jiwa.

Tapi yang paling membuat alis mengkerut dan hati seperti diremas-remas adalah kalau tak disertakan ciri-ciri yang seperti kusebut barusan. Otakku langsung berasosiasi, ?Jangan-jangan diculik, jangan-jangan dibunuh??

Media televisi sejak era 90an juga menjadi sarana untuk mengumumkan orang hilang. Orang yang merasa kehilangan diundang (atau mendatangi?) ke studio televisi, diajak siaran dan kadang diminta langsung untuk mengumumkan tentang kehilangannya. Konon metode ini efektif karena televisi adalah media yang sangat digemari di penjuru pelosok negeri.

Kini, arus informasi tak terbendung lagi tanpa basa-basi.
Kita tak perlu mendatangi redaksi koran dan majalah atau repot-repot pergi ke Jakarta untuk bisa diajak siaran dan menyampaikan kehilangan kita. Tinggal bikin akun Facebook atau Twitter lalu bikin pengumuman kehilangan dan mintalah orang lain untuk men-viral-kan dan seluruh dunia akan mengetahuinya!

Yang paling mencolok tentu soal hilangnya Angeline, anak angkat Margriet Megawe yang dilaporkan hilang di Bali sejak beberapa bulan lalu.

Konon, Margriet dan anak-anaknya yang lain lah yang membuat laman facebook bertittle, “Find Angeline-Bali’s Missing Child” untuk menyiarkan kehilangannya terhadap Angeline.

Uniknya, halaman itu secara misterius hilang sehari setelah polisi menemukan jasad si bocah malang itu di dekat kandang ayam, belakang rumah kediaman Margriet. Polisi lantas mencokok Margriet dan menetapkannya sebagai tersangka pembunuhan anak angkatnya sendiri.

Entahlah, kalau memang terbukti ia membunuh Angeline, aku tak bisa membayangkan bagaimana posisi kejiwaan Margriet saat membuat laman Facebook untuk mengumumkan kehilangan anak angkatnya itu. Apa tujuannya? Ataukah hal itu dilakukan untuk mengelabui persepsi awam tentang keterlibatan dirinya?

Biarlah persidangan di Tanah Air yang menjawabnya.

Kasus menarik lainnya terkait pengumuman orang hilang terjadi setahun lalu kira-kira. Ada seorang ibu rumah tangga, usianya sekitar 28 tahun. Ia adalah istri pengusaha sukses di Tanah Air.

Melalui social media, ia melaporkan bahwa suaminya hilang setelah beberapa hari tak bisa dihubungi! Awalnya ia mengira si suami pergi ke luar kota untuk business trip.

Si istri panik lalu mengungkapkan dugaan bahwa suaminya ?dihabisi? lawan bisnisnya karena urusan utang.

Dua minggu tak berkabar akhirnya sang istri menyatakan bahwa ia menarik pengumuman suaminya yang hilang karena ternyata suaminya tidak benar-benar hilang melainkan lari…lari ke pelukan wanita lain.

Tapi tak ada kasus yang lebih aneh dari yang hendak kuceritakan ini. Kejadiannya tempo hari, dan tidak terjadi di Indonesia (anggap saja demikian).

Seorang kakak melaporkan adiknya yang hilang. Suatu malam, si adik pamit mau cari makan dan isi bensin kepada si kakak dan itu adalah pertemuan terakhirnya.

Hingga tiga jam, si adik yang usianya sekitar 21 tahun (mahasiswa) ini tak memberi kabar apalagi kembali. Si kakak panik . Jari-jemarinya merangkai pesan di social media yang lantas tersiar secara viral. ?Sekitar jam empat dia kirim pesan singkat ?Tolong aku!? setelah itu tak ada kabar?, tulisnya.

Beberapa hari kemudian si Kakak memberikan pengumuman lanjutan tentang kehilangan adiknya itu. Ia bercerita bahwa adiknya telah ditemukan.

?Ternyata adik saya nginep di rumah temannya tapi nggak bilang-bilang. Jam empat pagi waktu ia mengirim sms itu harusnya ia mengirimkan ?Tolong aku, batereku habis!?? Tapi karena batere habis maka yang terkirim hanya ?Tolong aku!?

Bagiku, cerita si kakak ini jika memang benar demikian adalah cerita yang alurnya tak terlalu rapi logikanya. Atau, katakanlah benar si Kakak tulus dalam bercerita, bisa jadi ia yang terlalu lugu dipermainkan adiknya.

Analisaku sederhana, bagaimana mungkin sebuah handphone bisa memutuskan untuk mengirim sebagian pesan ?Tolong aku? dan bukannya ?Tolong aku, batereku habis!? karena baterai yang digunakan untuk mengoperasikannya habis?

Kalau benar demikian, alangkah hebatnya pencipta operating system dari handphone yang dipakai si adik itu. Ia bisa memutuskan kapan memotong proses pengetikan pesan lalu mengirimkan ketika baterai sudah menipis lalu habis?

Bahkan handphone sekelas iPhone jenis terbaru pun tak memiliki operating system secanggih itu. Beberapa kali aku hendak mengirimkan pesan ke istri ketika baterai sudah hampir benar-benar temot, yang adalah malah pesan tak terkirim sama sekali karena baterai terlanjur habis saat sebelum memencet tombol Submit.

Entahlah, bukannya aku meragukan keaslian berita kehilangan tadi, tapi harusnya iklan itu masuk ke kolom Sungguh Sungguh Terjadi di koran Kedaulatan Rakyat Jogja sana?

Sebarluaskan!

1 Komentar

  1. Kolom sungguh2 terjadi, tujuan pertama saat minjem koran di perpus

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.