Saking gregetannya terhadap orang-orang yang melakukan penyesatan, Yesus berkata begini, ?Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini.? (Lukas 17:2)? Demikian seperti ditulis Lukas dalam Kabar BaikNya hari ini.
Penyesatan melalui hoax
Penyesatan memang sudah menjadi cerita lama yang menjengkelkan dan sayangnya hingga kini masih bahkan kian marak terjadi melalui penyebaran cerita palsu yang akrab kita sebut hoax.
Pengalamanku menjadi korban penyesatan pernah terjadi pada 27 Mei 2006 silam. Waktu itu aku tinggal di Jogja dan mengalami gempa besar. Ribuan orang meninggal dunia waktu itu. Sekitar satu jam setelah gempa pertama terjadi, saat masih mencoba menghilangkan rasa shock, tiba-tiba entah siapa yang mulai, orang-orang berlari ke arah utara sambil berteriak ?Tsunami! Tsunami!?
Akupun sontak ikut berlari!
Tapi hingga sekitar 500 meter jauhnya, orang-orang mulai berhenti dan tersadar bahwa itu semua hanya hoax saja! Kerugian karena terdampak hoax bagiku pagi itu hanya sepasang sendal jepit yang jebol karena tak mampu menahan laju lariku.
Tapi ada begitu banyak orang yang berkorban lebih parah dariku. Mereka yang meninggalkan rumah dalam keadaan porak-poranda diguncang gempa sejam sebelumnya harus lari karena tak mau terkena ?tsunami?. Mereka pergi meninggalkan rumah dalam keadaan tak terkunci dan para maling jahanam yang tak punya rasa peri kemanusiaan pun melalap isi rumah itu dengan cuma-cuma!
Hingga kini serbuan hoax makin menjamur seiring mudahnya orang mengakses internet dan media social. Mencakup nyaris semua lini hidup orang banyak; politik, ekonomi bahkan agama dan medis!
Hoax, mungkinkah dihilangkan?
Semoga kalian tak percaya pada apa yang kuutarakan berikut, tapi menurutku hoax amat sulit untuk diberantas. Selama orang masih bisa berdusta dan cenderung ingin menyebarkan informasi tanpa lebih dulu dianalisa, hoax tetap akan ada.
Namun demikian, hoax sangat bisa dan harus dilawan! Perlawanannya macam-macam. Ada yang melawan hoax dengan cara merespon setiap berita palsu yang muncul. Usaha itu tentu baik dan layak diapresiasi. Tapi aku tak mau mengambil cara itu karena bagiku sangat menyita waktu dan tenaga. Serangan hoax ibarat banjir besar dan merespon setiap berita yang muncul satu per satu adalah sama halnya dengan menghalau banjir itu dengan satu senjata: gayung kamar mandi.
Melawan penyesatan melalui hoax menurutku bisa dilakukan justru dengan tidak terpancing untuk menikmati maupun merespon hoax itu sendiri.
Misalnya ketika ada hoax terkait seorang pejabat yang konon masih keturunan PKI, atau terkait seorang pejabat yang matanya disiram air keras tapi lantas muncul hoax katanya hal itu cuma pura-pura.
Melawan penyesatan, abaikan penyesatan
Melawan hoax terkait hal-hal seperti itu hanya akan melahirkan debat kusir yang menaikkan tensi darah saja. Cara melawannya adalah dengan mengabaikannya. Apa pengaruhnya bagimu kalau si pejabat A memang keturunan PKI? Apa ruginya bagimu kalau ternyata memang mata si pejabat itu disiram air keras betulan?
Maka abaikan saja semuanya kecuali kalau hoax itu memang menyerangmu secara pribadi atau kalau memang profesimu adalah mengurusi penyebaran hoax.
Waktu dalam hidup ini amat terbatas. Daripada menghabiskan waktu berjam-jam, berhari-hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk scroll berita di linimasa, bergunjing dengan kawan, mengomentari lawan dan semua itu belum tentu benar mending bekerja keras membanting tulang untuk membayar cicilan atau bercengkrama dengan keluarga, kan?
Sydney, 11 November 2019
0 Komentar