Hikayat Tattoo (8), Maria

15 Apr 2013 | Cetusan, Hikayat Tattoo

Tulisan ini adalah rangkaian dari serial tulisan 'Hikayat Tattoo'. Untuk menyimak selengkapnya, klik di sini.

Terus terang saja aku terpikat pada pribadi Maria, perawan yang elok, perawan abadi.

Hanya beberapa saat sebelum menikah, kalau orang jawa mengibaratkan, ia ‘ketiban sampur’, mendapatkan sesuatu yang sama sekali tidak diharapkan sebelumnya.

Harapannya untuk menikah dengan Joseph, tunangannya, secara mulus-mulus saja harus berubah. Gabriel, malaikat Tuhan, mengabarkan kepadanya bahwa ia dibuahi Roh Kudus lalu mengandung Yesus, orang yang lantas menjadi pengubah dunia dengan penyelamatanNya.

Empat saksi hidup Maria yaitu Matius, Lukas, Markus dan Yohanes melalui injil mereka tak mengabarkan bahwa ia memrotes keadaan ini. Malah dengan segala kerendahan hati, ia menyatakan kepasrahannya seperti dituang Lukas, murid Yesus yang seorang fisikawan di jamannya, dalam injilnya, ‘Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu’ (Ecce ancilla domini fiat mihi secundum verbum tuum – vulgata).

Ada momentum besar yang terjadi pada keseluruhan hidup dirinya dan seluruh umat manusia di dunia pada saat Maria mengatakan hal itu. Suka tak suka, disadari maupun tidak…

Hal itulah yang lantas membuatku memutuskan untuk mengusung ‘Maria’ sebagai konsep tattooku selanjutnya. Sebagai sebuah penghormatan yang semoga diterima, aku menyiapkan tungkai kaki sebelah kiriku untuk menjadi kanvas gambar dirinya setelah yang sebelah kanan terlukiskan Yesus, anaknya.

‘Ngga nyesel kemarin habis tattoo di kaki kanan sekarang di sebelah kiri?’ tanya Mamaku saat aku mengabarkan bahwa aku akan segera menambah tattoo di kaki kiriku. Aku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Aku tahu, ketika tattooku jadi nanti, penyesalan adalah kepingan yang telah jauh berada di belakang.

Di hari yang telah ditentukan, pada akhirnya aku bertemu dengan Munir dan pe-er pertamaku adalah membawa konsep Maria ini lebih dulu ke otaknya supaya ia tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana jiwanya harus dibawa ketika mengerjakan gambar tattooku.

“…Munir dan aku sepakat bahwa meski konsep yang berbau agama diletakkan untuk tattoo, kami memandang bahwa sejatinya tattoo adalah tattoo yang harus dipahami dalam kacamata karya seni”

Seharusnya itu adalah hal yang susah mengingat bahkan sekalipun Munir itu Katholik, tak semua orang Katholik punya konsep yang sama tentang Maria di kepala. Tapi hal yang patut kusyukuri adalah, tanpa harus menerima bulat-bulat kebenaran konsep, Munir adalah sosok yang begitu terbuka terhadap perbedaan pemahaman sehingga baginya tak sulit untuk mencoba ‘masuk’ ke dalam bingkai pemahamanku terhadap Maria. Dan lebih daripada itu, Munir dan aku sepakat bahwa meski konsep yang berbau agama diletakkan untuk tattoo, kami memandang bahwa sejatinya tattoo adalah tattoo yang harus dipahami dalam kacamata karya seni dan bagaimana kita mengapresiasinya bukan dalam perspektif agama dan bagaimana kita harus menghujat perbedaannya.

Beralih ke penuangan visual dari konsep Maria tersebut, aku mengambil gambar tema Maria terangkat ke surga.?Sosok Maria mengenakan gaun panjang berwarna putih bermantel biru muncul dari surga di tengah gelungan awan. Kedua tangannya dijulurkan ke bawah seolah mendoakan dunia.?Lalu, karena aku ingin ada kesinambungan antara tattoo di kaki kiri dengan yang sebelumnya, aku memilih menggunakan ranting-ranting pohon anggur yang khas Israel untuk memenuhi kakiku lalu di bagian bawah, dekat mata kaki, kutampilkan gambar ular supaya sesuai dengan apa yang tertulis pada kitab Kejadian (Perjanjian Lama) yang bunyinya “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan itu, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya (ia) akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya”

(Pada akhirnya konsep ini harus sedikit berubah. Bagaimana perubahannya? Nanti pada saatnya akan kuceritakan dan tampilkan di sini)

konsep awal tattoo maria

konsep awal tattoo maria

Konsep pun telah terdetail dengan matang.?Pada akhir pertemuan yang kalau tak salah ingat memakan waktu sekitar dua jam itu, Munir bertanya, “Sip! Trus kapan mulai digarap iki?”

Aku terdiam. Pertanyaan yang bagus, gumamku.
Kenaikan harga pembuatan tattoo yang diadakan oleh Munir sangatlah masuk akal karena seiring naiknya harga tinta dan jarum; ia yang semakin dikenal orang dan belum lagi tentu karena ia memiliki keluarga yang harus dinafkahi, tapi justru karena itu aku harus banyak berhitung supaya jatah uang yang kualokasikan ke tattoo pun masuk akal bila dibandingkan dengan berapa yang harus kukeluarkan untuk memenuhi kebutuhanku yang lainnya.

Waktu itu, bulan Juli 2005.

Credit photo.

Sebarluaskan!

2 Komentar

  1. punya tatoo maria juga.. konsepnya keren nih.. mana hasilnya? Penasaran nih.

    Balas
  2. ntar gw mau lihat tatoo maria nya pas di sydney ah…heee….

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.