Tulisan ini adalah rangkaian dari serial tulisan 'Hikayat Tattoo'. Untuk menyimak selengkapnya, klik di sini.
Tahun berganti.
Dan seperti yang dikatakan Munir, semangat baru untuk melanjutkan proses penyelesaian tattoo di kaki kiri akhirnya muncul.
Lebih dari dua bulan setelah tattoo terakhir pada Oktober 2005 yang kuceritakan di tulisan ini, aku mencoba untuk sama sekali tak memikirkan tattoo. Celana-celana panjang yang semula kuparkirkan sejak aku bertattoo pun kukenakan lagi sekadar supaya aku ‘lupa’ untuk sementara waktu bahwa aku bertattoo dan ada tattoo yang belum jadi. Berbagai kesibukan lain yang tak berhubungan dengan tattoo pun kujalankan. Salah satunya adalah mencoba menghadiahi diri sendiri dengan berbagai macam hal karena telah lepas dari rokok yang menjerat 14 tahun terakhir, ketika itu.
Alhasil, tepat tanggal 1 Januari 2006, ketika mencoba memasukkan ‘Selesaikan Tattoo!’ sebagai resolusi tahun itu, aku menemukan sebuah kesukaan yang baru, sebuah semangat yang menggebu-gebu untuk segera melanjutkan proses pembuatan tattoo dan menyelesaikannya. Usaha untuk menaikkan semangat menyelesaikan tattoo tak hanya berhenti di situ, aku juga memilih tattoo pertama yang akan kubuat pada awal tahun itu adalah sosok utama yang menjadi konsep penggarapan tattoo di kaki kiriku, Maria!
Karena ini adalah penggarapan tattoo untuk sosok utama, aku lantas berpikir bahwa ada baiknya untukku bersama Munir sekali lagi duduk dan berdiskusi mempertajam konsep ke dalam draft jadi. Lalu kamipun bertemu pada awal tahun itu.
Mengunjungi Munir di studio tattoonya setelah sekian lama mau tak mau pun ikut mengangkat kembali semangat untuk melanjutkan tattoo. Studio itu tampak semakin ramai terutama dengan semakin banyaknya janjian tattoo yang jadwalnya terbaca di ruang tunggu.
Selama lebih kurang satu jam kami lantas berdiskusi. Aku membawa kembali konsep awal ‘Maria’ dan Munir mulai mengonsepnya di atas kertas gambar. Beberapa improvisasi yang dibuat Munir pada gambar Maria kubatalkan meski itu hanya beberapa yang menurutku bukannya lepas dari konsep tapi lebih ke faktor suka-tak suka saja. Di akhir pertemuan, kudapati nyaris tak ada perubahan dari konsep yang semula kuberikan kepadanya dengan hasil akhirnya. Satu hal yang kutekankan hanyalah, “Nanti kulit Maria-nya nggak perlu diwarna biar pakai warna kulitku yang asli!” Hal ini kulakukan supaya ia, Maria, punya tone kulit yang sama dengan Yesus yang ada di kaki kanan yang juga menggunakan warna kulitku.
“Munir benar, ada yang membuatku jadi lebih tahan sakit… Seseorang yang sedari tadi menunggu proses pembuatan tattooku…”
Gambar ‘jadi’ Maria kubawa pulang bukannya untuk kupelajari tapi lebih untuk kusimak beberapa kali dan ketika misalnya ada ide baru yang perlu ditambah/kurangkan aku bisa langsung menghubungi Munir. Adapun tanggal pelaksanaannya sendiri hingga sepulang dari tempat Munir, aku belum menentukan. Tapi dilongok dari kelonggaran waktu, aku mengonfirmasikan pada Munir bahwa pertengahan ataupun akhir Februari 2006 adalah waktu yang tepat terutama dari sisi keuangan, proses pembuatan tattoo gambar utama memerlukan waktu dan perhatian yang lebih panjang otomatis juga lebih mahal harganya!
Sebulan lebih setelah gambar jadi dan kusimak beberapa kali, praktis tak ada perubahan baru yang kuusulkan.?Pada sebuah minggu tak lama sebelum bulan kedua di tahun 2006 berakhir, Perawan Suci Maria ditahtakan gambarnya di kulit kaki kiriku.?Prosesnya benar-benar ringan, beda jauh dengan tattoo-tattoo semula bahkan dibandingkan ketika ditattoo untuk gambar Yesus yang penuh perjuangan itu, kali itu tak ada apa-apanya! Aku hanya merasakan sedikit perih ketika memasuki akhir pembuatan atau sekitar 3 jam sesudah tinta pertama ditorehkan!
“Sangar, Don!” ujar Munir ketika menutup sesi pembuatan tatttoo kali itu.
“Apane?” tanyaku.
“Staminamu… daya tahanmu terhadap rasa sakit! Beda kan?”
“Hehehehe.. Lumayan! Bener katamu, tahun baru semangat baru!” jawabku.
“Ah, tapi ada yang lebih dari itulah yang mbikin kamu jadi sangar ditattoo hari ini!” goda Munir.
Aku hanya tersenyum. Munir benar, ada yang membuatku jadi lebih tahan sakit waktu itu. Seseorang yang sedari tadi menunggu proses pembuatan tattooku di ruang tamu studio dan asyik mengobrol bareng Ajeng, istri Munir, lah penyebabku kuat hari itu.
Siapakah dia? Orang yang kukenal dan tak hanya menguatkanku dalam proses pembuatan tattoo seperti kuceritakan di atas tapi juga menguatkan hidupku dulu, kini dan nanti… ya siapa lagi kalau bukan Joyce! Istri dan ibu anak-anakku. Ketika itu ia masih jadi pacarku.
ps. Don! Mana foto tattoo Maria-nya? Aha, untuk yang satu ini kusimpan dulu.. akan kupamerkan nanti ketika semua rangkaian cerita ini telah jadi!
tattomu berkonsep hingga indah dilihat tatto tanpa konsep akan menjadi gembar tempel di tubuh sip sip salut
jadi penasaran nih mau melihat semua tatoo di badanmu Don.. keren ah…..
Kamu memang canggih, Don.
Bertattoo, sangar, tapi juga lembut di dalam…. plus sayang keluarga….