Hikayat Tattoo (10), tattoo terakhir?

22 Apr 2013 | Cetusan, Hikayat Tattoo

Tulisan ini adalah rangkaian dari serial tulisan 'Hikayat Tattoo'. Untuk menyimak selengkapnya, klik di sini.

Proses penyembuhan tattoo yang kuceritakan pada tulisan sebelumnya memakan waktu yang jauh lebih lama ketimbang tattoo-tattooku sebelumnya.?Pembengkakan di sekitar lokasi tatoo yang biasanya hanya terjadi pada tiga hari pertama, kali itu terjadi hingga sekitar semingguan. Semula kupikir bahwa ini bisa jadi bernanah lalu infeksi dan aku harus mengulang prosesnya karena kalau bernanah artinya tinta yang telah ditanam beberapa milimeter di bawah kulit pasti akan rusak. Tapi untunglah ketika itu aku masih tinggal di Indonesia dimana antibiotik bisa dibeli secara bebas (hehehehe -red) maka semua menjadi beres! Dalam beberapa hari, bengkak mengempis dan proses penyembuhan berlangsung normal seperti biasa.

Tapi untunglah ketika itu aku masih tinggal di Indonesia dimana antibiotik bisa dibeli secara bebas maka semua menjadi beres!

Setelah semuanya usai, semangat untuk tattoo yang semula ngedrop karena rasa sakit yang timbul mulai muncul kembali. Namun meski demikian aku telah memutuskan untuk mengubah konsep tattooku. Semula, kalau kalian baca tulisanku yang ini, aku berencana untuk mengimbuhkan sosok ular pada bawah mata kaki tapi setelah menyadari bahwa resistensiku terhadap rasa sakit terutama di kaki kiri sangat buruk, aku memutuskan untuk membatalkannya dan memberi ilustrasi awan saja sebagai penganti. Awan? Ya, kan masuk akal kalau atasnya ada matahari, maka di bawahnya adalah awan, lalu daratan :)

Empat minggu pun berlalu. Awal Oktober 2005, segera setelah gajian dan melunasi kewajiban-kewajiban yang perlu dipenuhi, aku segera mem-booking tanggal untuk melanjutkan proses tattoo bersama Munir. Mengingat tattoo kali itu bukanlah sebuah obyek yang utama dari keseluruhan konsep (yaitu Matahari dan Maria), maka aku sepakat dengan Munir untuk tak terlalu tertahan pada draft gambar jadi lebih dulu tapi kubiarkan saja ia yang telah kupercaya mentattoo sejak beberapa tahun sebelumnya membubuhkan tintanya langsung ke kulitku; kupercaya di kepalanya telah ada konsep yang pasti kusetujui.

Tapi baru sekitar lima menit Munir merajah, aku telah teriak kesakitan lagi.
Kali ini lebih masuk akal sebenarnya karena ia men-tattoo tepat di daerah mata kaki yang menurut pengalamanku memang jadi titik paling menyakitkan ketika hendak ditattoo. Munir, seperti biasa, menawariku untuk beristirahat, tapi come on, ini baru lima menit, membayangkan proses tattoo selama dua jam, akan butuh berapa kali istirahat lagi?

Maka dengan pertimbangan demi terpeliharanya semangat meneruskan tattoo sekaligus menghindarinya turun sampai ke level dasar, aku memutuskan untuk menunda pekerjaan tattoo ‘awan’ di mata kaki dan menggantinya dengan tatoo ranting pohon anggur (simak konsep dan penjelasannya di tulisan ini) di atas ‘matahari’.

Itu adalah kali pertama bagiku akhirnya menolak tattoo yang tengah dilangsungkan dan mengangsurkan ide untuk menattoo daerah yang lainnya dengan alasan tak kuasa menahan sakit.

Dengan tingkat kesakitan yang jauh lebih berkurang, tattoo ranting pohon anggur itupun selesai dalam waktu sekitar dua jam. Ia menjulur ke atas dari balik ‘matahari’ hingga mendekati lutut bagian bawah.

“Piye?” sapa Munir sesaat setelah tatooku jadi.
“Hmmm… apane?”
“Kok kamu makin nggak tahan sakit?” tanyanya lagi sambil membereskan perkakasnya.
“Hehehe, iya nih. Bener-bener payah! Kayaknya aku mesti ambil istirahat dulu! Gimana menurutmu?” tanyaku.
“Iya, sekalian sesudah tahun baru aja… Siapa tahu semangat baru!” balasnya.

Dan benar saja. Itu adalah tattoo terakhir yang kubuat pada tahun 2005. Perkiraanku tentang waktu penyelesaian tattoo pun meleset. Kecewa? Iya. Sedih? Jelas karena tattoo itu adalah ketergantungan dan ketika sebuah proses yang harusnya berjalan lalu stop di tengah jalan, rasanya barangkali seperti makan telor mata sapi setengah matang tapi tak membereskan bagian kuningnya.

'ranting pohon anggur' tattoo kedua setelah sembilan tahun... masi keren kan? :)

‘ranting pohon anggur’ tattoo kedua setelah sembilan tahun… masi keren kan? :)

Namun meski demikian, sebagai hiburan, sebuah kejadian yang juga ‘meleset’ dan tak dinyana terjadi dalam hidupku beberapa hari sesudahnya.?Setelah lebih dari empat belas tahun merokok, pada 14 Oktober 2005 aku berhenti mendadak, aku sengaja tak menceritakan detailnya di sini tapi jika ingin membacanya, aku pernah menuliskannya di sini.

Sebarluaskan!

3 Komentar

  1. kadang sempat terbersit di benakku, kalau punya tattoo kecil sepertinya asyik juga. tapi aku ngeri sama sakitnya. dan ketika kamu cerita tentang rasa sakitnya waktu ditattoo, aku jadi makin ngeri. :D

    Balas
  2. wah dirimu yang sudah di tatoo berkali kali saja kesakitan banget ya.. apalagi yang baru mau coba ya… ngeri…

    Balas
  3. Ranting pohon anggur itu keren ya, Don. Jadi seakan ada akar di betismu.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.