Hikayat Tattoo (1), Pelajaran untuk mencintai, pelajaran untuk tidak menyesal

27 Mar 2010 | Cetusan, Hikayat Tattoo

Tulisan ini adalah rangkaian dari serial tulisan 'Hikayat Tattoo'. Untuk menyimak selengkapnya, klik di sini.

Orang-orang yang memutuskan untuk bertattoo, biasanya sudah memiliki konsep sejak awal sebelum tinta ditorehkan ke kulitnya, akan tetapi tujuh tahun silam, ketika pertama kali aku ditattoo, tidaklah demikian.?Bisa dibilang aku tak punya konsep apalagi hal-hal berbau filosofis yang biasanya terdengar “waw!”. Niatku, konsepku dan apapun itu yang melatarbelakangiku untuk ditattoo pada awal mulanya hanyalah satu, “Aku ingin ditattoo!” .Titik!
Keinginan itu sangat kuat bahkan sebenarnya sudah ada sejak masih duduk di bangku SMP meski waktu itu masih kecil baranya.?Aku ingat betul ketika itu aku masih tinggal di Kebumen (Jawa Tengah), di sebuah iklan koran lokal kutemukan iklan jasa pembuatan tattoo dengan gambar-gambar yang waktu itu sudah tampak menarik. Namun, apalah daya, usia yang masih terlampau kecil menghalangiku untuk mewujudkannya. Aku merasa jika aku nekat ditattoo waktu itu, aku tak kan sanggup untuk melawan lingkungan lengkap dengan tata aturan norma yang sudah pasti akan menghajarku.?Akupun hanya bisa berandai-andai, suatu mimpi yang tak tahu kapan kesampaian.
Pada waktu kuliah, keinginan bertattoo ku nyaris menjadi kenyataan setelah salah satu teman dekatku, seorang wanita, mentattoo kakinya dengan gambar ikan lumba-lumba.?Aku betul-betul tersemangati kala itu terlebih rayuan mautnya menggelitik di telingaku “Nggak sakit kok, Don! Kamu pasti cocok karena kulit kamu nggak hitam sehingga warnanya bisa tampak indah betul!” Tapi sayang seribu sayang, ketika tahu berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk itu, aku berpikir harus lebih berkompromi dengan perut dan bayar sewa kamar kost bulanan terlebih dahulu ketimbang tattoo.?Atas nama skala prioritas kebutuhan, akupun mengubur kembali keinginan itu, dan tak berharap banyak kepada angin yang mampu menyingkapkannya.
Ssssstttt.. you know what?!? Dua tahun sesudahnya aku bahkan sudah bersiap pergi ke studio tattoo membawa segepok uang dan secarik gambar rancangan tattoo tapi apa daya, halangan sekarang muncul dari orang yang waktu itu jadi pacarku… tapi syukurlah tak lama sesudahnya kami bubaran hahaha!
Tahun 2003 pun datang tanpa firasat bahwa itu adalah tahun dimana aku akan menorehkan sejarah ditattoo untuk pertama kalinya.?Semesta seperti telah sepakat dengan seluruh komponennya untuk menjerumuskan aku ke dalam sebuah kenyataan baru bahwa aku bertattoo. Dalam sebuah pertemuan yang tak kusengaja, bersama dengan seorang kawan lama yang baru berlibur ke Jogja dari Jerman, dan seorang kawan lama lagi yang tiba dari Jakarta untuk juga berlibur ke Jogja, kami bertiga seperti diarahkan untuk bertattoo bersama-sama.
Uniknya lagi, ketiga dari kami sama-sama mengantungi satu nama tattoo studio dan satu nama tattoo artist pula.?Maka jadilah kami berangkat ke ToxicTattooPark, sebuah studio tattoo yang dimiliki oleh seorang tattoo artist, Munir Kusrianto.?Aku tak langsung ditattoo waktu itu. Ferry, temanku yang dari Jakarta yang ditattoo duluan. Alex, sobat dari Jerman tadi hanya merancang tattoo untuk liburan selanjutnya, sedangkan aku hanya diam memendam nafsu.
Seminggu sesudahnya, aku masih tak berkeputusan untuk ditattoo meski keinginan sudah mencapai ubun-ubun. Bukannya ragu, tapi lebih karena aku bingung harus memilih gambar yang seperti apa untuk tempat yang terbaik di sebelah mana dari tubuhku.
Satu hal yang menarik dari apa yang kualami waktu itu adalah, boleh dibilang aku tak perlu ragu sama sekali dengan yang namanya ijin.?Papa dan Mamaku hanya bisa pasrah ketika kukabari betapa aku sedang menggebu-gebu utuk ditattoo, mantan kekasihku yang sekarang sudah menjadi istriku saat ini, pun waktu itu tak ragu memberikan ijin… malah, ia telah bertattoo sekitar sebulan sebelum pada akhirnya aku ditorehi tattoo untuk yang pertama kalinya.
Maka jadilah! Tanggal telah kurancang, hati telah kusiapkan dan uang telah pula kusisihkan. Aku berangkat pada suatu sore ditemani Marto, teman dekatku, ke ToxicTattooPark. Kuserahkan sekitar 15 x 5 cm bagian betis kanan untuk dirajah dengan pola tribal. Prosesnya memakan waktu tak lebih dari 45 menit dengan rasa sakit yang lumayan bisa ditahan namun tetap saja perih.
Mengalami proses ditattoo ternyata tak lebih dari seperti mengalami proses pembuatan sebuah karya seni lainnya, membuat jantung berdebar-debar akan seperti apa hasilnya, dan ketika selesai dengan baik, hati pun berbunga-bunga.?Tak sampai sejam setelah ditattoo, aku dan Marto tak langsung pulang. Kami berdua mampir ke Jazz Coffee, sebuah coffee shop langgananku dulu dengan ujub, mau pamer critanya.
“Woh sangar, Donny tattooan!” ujar seorang teman yang mendadak berdiri dari kursinya untuk melihat hasil tattooku.
Aku hanya mesam-mesem dibuatnya…
Lalu yang lain bertanya, “Tattoo opo? Artine opo? Kenapa kamu milih gambar itu?”
Akupun terdiam. Aku tak punya jawaban. Satu-satunya cara untuk tetap bertahan adalah menyadari bahwa apapun kata orang, apa yang telah dirajah tak bisa lagi dihilangkan. Mulai saat itu akupun belajar satu hal, mencintai dan menyukai apa yang telah dibubuhkan secara permanen tanpa harus berpikir ke belakang apalagi sampai menyesal. Ah, jangan sampai, jangan pernah!

Sebarluaskan!

43 Komentar

  1. kalo gambarnya bagus ya ndak nyesel dong :p
    ya ini seperti masa lalu, ndak bisa diulang, bisanya diterima dan dipercaya dapat membuat kita belajar bahwa ke depannya tatoo-nya harus lebih ok!
    hihihi

    Balas
  2. nyaris sama dengan nasibku…….dan bikin tatoo itu nyandu lho…biasanya klu sdh bikin satu inginnya nambah lagi dan lagi dan lagi dan lagi………

    Balas
    • Hehehehe tunggu ceritaku selanjutnya… ini belum berakhir, baru permulaan…

      Balas
  3. Haha aku juga mau tatto semenjak 5 tahun yang lalu lho, sejak dateng ke US. Soale murah. Cuman tetap aja ada kendalanya… takut sakit, takut hasilnya gak memuaskan, dan menyesal soale ga bisa hilang.
    About regret, I remember my friend told me once.
    “Your child’s name is the only name you may use for a tattoo. NEVER, use your wife’s or girlfriend’s even more.”
    Hahaha… Gratz for Odil.

    Balas
    • lalu tato di pundakmu itu?

      Balas
    • @Dewa: Hehehehe.. tattoolah, tidak ada yang lebih menyakitkan ketimbang kamu yang sudah bernafsu tattoo tapi tak jadi…
      @Oglek: Nantikan ceritaku selanjutnya…

      Balas
  4. saya masih gak setuju kalo cewek tatoo permanen, bukan apa2 kalo di adat kami ntar kalo kita mati, semua anak cucu akan memandikan jasat kita. Lha kalo nenek2 yang semasih masa mudanya tatooan, nanti gimana tuh kelihatannya hasil tatoo nya setelah jadi nenek2 yang tergilas roda kehidupan melalui kulit yang berkeriput.
    Kalo cowok sih gak masalah, banyak alasan bisa di berikan.

    Balas
    • Kalo cowo emang gak dimandiin dan gak kriput? :) Alasan apa yang bisa diberikan oleh cowo yang nggak mungkin diberikan oleh cewe?

      Balas
      • yah kalo cowo mah bisa aja semua cucu bilang. dulu kakek anak gaul atau anggota tertentu…haaaa…

        Balas
    • Ditempat kerjaku ada nenek-nenek yang sudah cukup berumur (60 70an) berkeriput sangat, tetapi tato bunga dilehernya masih terlihat keren sekali lho :)
      Ada juga yang di pergelangan tangannya juga. Lagian kalau tattoo bukannya memang ingin dipamerkan? Harusnya anak-anak nya pasti tahu kalo Ibunya atau Neneknya itu punya tattoo xD
      Gak mungkin kayaknya waktu jasadnya dimandikan terus histeris “HAAA??? Mama punya tattoo selama ini? What the buck!”

      Balas
      • wakakaka, lucu juga ya membayangkan jika para cucu menemukan tattoo di tubuh sang nenek….yeah, what the buck :D

        Balas
      • kenyataannya adik iparku anak gaul juga..tatoonya di bawah leher..disembunyikannya mati matian, terutama ke orang tua..kalo di indo kayaknya mereka para kaum cewek masih malu ngelihatinnya…kalo masih begitu buat saya mending gak usah aja…ntar seperti yang dewa bantal bilang di bilang…HA..nenek elama ini tatoan..itu nenek koit bisa2 hidup lagi karena ikut kaget…haaaa

        Balas
    • wah, kalo cucuku pasti blg, waah.. omaku funky!!

      Balas
    • Bung Boyin, hehehe saya menghargai apa yang menjadi adat Anda.. Cheers :)

      Balas
    • aih selalu selalu cowok bisa cari alasan hahaha…

      Balas
  5. kalo menurut saya sih tato itu keren, tapi bukan di badan. wkwkwk di kertas ajah.
    jual video fitness bro, bisa bikin loe tambah sangar.

    Balas
    • Hahahaha, sip Bro. Moga lapaknya rame..:)

      Balas
    • wkwkwkwkw…
      ada yang buka lapak…

      Balas
  6. bukan persoalan gender aja, penghakiman akan keburukan tattoo itu murni persoalan ajaran salah satu agama.. apalagi dalam agama tsb masih menganut kelas gender. Ya dalam perspektif mereka jelas lebih parah kalo cewe ditattoo. Buat cowo aja dilarang, apalagi cewe.

    Balas
    • Hehehehe… weits agama neh… ceyem ah :)

      Balas
  7. ” Mulai saat itu akupun belajar satu hal, mencintai dan menyukai apa yang telah dibubuhkan secara permanen tanpa harus berpikir ke belakang apalagi sampai menyesal”

    setujuh,… tapi aku tetep wegah tatoan. ketemu jarum suntik wae trimo ngantil mantri suntik koq.

    Balas
    • Hehehehe, coba sekali Bung nanti ketagihan :)

      Balas
  8. thx to u buat kamu don ,aku jd dpt ijin tatoan dr mantan pacar alias suami heheh, klo nggak ada kamu nggak bakalan aku pnya tato smpai skrg, nih rencana mau tambah lagi,tinggal tunggu munir kpn mau ke bali atau kita main ke Tocix hehehe

    Balas
    • piye tho iki udah thank u trus buat kamu :)
      Yuk tattoo lagi.. kucing hitam di pinggangmu udah gede?

      Balas
  9. pelajaran yang bagus dab, tapi sampai kapanpun aku tetep wegah tatoan

    Balas
  10. Gambar tatomu saat itu apa Don…kok dibilang sangar?

    Balas
  11. Gw dr dulu ingin bertattoo tp masih ragu beribu ragu, terutama krn menghargai orang tua, ga enak jg bikin mereka cemas krn mikirkan dosa anaknya :D. Tp pengen banget… *makanya jd tergoda krn dirimu buat tattoo lg di leher.. Kekekeke..

    Balas
  12. Aku rasa. Nyesel sih oke aja. Tapi ya jangan sampai ngerasa Nyesel terlalu dalam. Mungkin tepatnya adalah kecewa untuk tidak lebih baik bukan menyesal dengan yang sudah lewat ituh

    Balas
  13. Aku ngebayangin di tatto kan sakit, belum lagi luka rajah kalau kena sabun mandi…haduh…
    tatto seluas 15x5cm itu bukan GUNDALA PUTRA PETIR kan? hahahahaha…… :)

    Balas
  14. Wah jadi penasaran emang Mas Donny ampe sekarang udah punya berapa tatto seh? (hihi, pegen tauuuuu ajah dirikyu!!).

    Balas
  15. akhirnya kluar juga tulisan ttg tatto he..he.. aku tunggu lanjutan cerita or pelajaran dari tatto selanjutnya
    btw.. tulisan ini akan cemplang kalo tidak disertai dengan foto-foto tattomu…

    Balas
  16. saya idem ajah ama
    darahbiroe hehhe
    gak ah tato :D
    blogwalking

    Balas
  17. heheh
    saya termasuk orang yg tidak bgitu mengerti seni
    jadi kalau harus tato ampun dechhh gak berani hehe
    berkunjung dan ditunggu kunjungan baliknya
    salam blogger
    makasih
    :D

    Balas
  18. waktu zaman kul blue jg d tato namun tempelan…….hehehe
    p cabar
    salam hangat dari blue

    Balas
  19. weel, di Jepang bertato =gangster
    Hampir di semua pemandian umum, hot pring dan kolam renang tidak memperbolehkan orang bertato untuk masuk. Harus punya private pool sendiri deh.
    hehehe
    EM

    Balas
  20. gue ndiri termasuk orang yang paling anti bertatto sob, mending ditindik diseluruh tubuh deh dari pada di tatto :-D , lagian kulit gue juga sedikit item, ngga kelihatn dunk kalao di tatto, kaya negro2 yang pada tatoan tuh,,, ngga begitu kelihatan kan motif tattonya apa, hehe…

    Balas
  21. pengen :D

    Balas
  22. Tatto.. seperti memilih suami/istri…
    :)
    Perumpamaan ndobos :D

    Balas
  23. benar” terobsesi dengan tatoo ya mas donny ini ;)

    Balas
  24. jadi inget cerita spidol….. di lobby sebuah hotel di jogja,
    gak terasa ya sudah 7 tahun…

    Balas
  25. hmmmm… pelajarn yang menarik, jangan pernah menyesal, saya baca lagi next story-nya

    Balas

Trackbacks/Pingbacks

  1. Hikayat Tattoo (2), sejarah yang berkelanjutan | Donny Verdian - [...] Tulisan ini adalah tulisan kedua dari rangkaian serial “Hikayat Tattoo”. Sebuah usaha untuk melawan lupa tentang bagaimana aku merelakan…
  2. Hikaya Tattoo (3), sakit yang tak terperikan | Donny Verdian - [...] inchi permukaan kulit untuk dirajah, untuk ditattoo. Baca juga tulisan sebelumnya dalam serial ini: Hikayat Tattoo (1), Pelajaran untuk…
  3. Hikayat Tattoo (4), Aku duwe konsep! « Donny Verdian « Donny Verdian - [...] inchi permukaan kulit untuk dirajah, untuk ditattoo. Baca juga tulisan sebelumnya dalam serial ini: Hikayat Tattoo (1), Pelajaran untuk…
  4. Hikayat Tattoo (5), El Shaddai « Donny Verdian « Donny Verdian - [...] inchi permukaan kulit untuk dirajah, untuk ditattoo. Baca juga tulisan sebelumnya dalam serial ini: Hikayat Tattoo (1), Pelajaran untuk…
  5. Yuk Nulis! » Blog Archive » Hikayat Tattoo (5), El Shaddai - [...] inchi permukaan kulit untuk dirajah, untuk ditattoo. Baca juga tulisan sebelumnya dalam serial ini: Hikayat Tattoo (1), Pelajaran untuk…
  6. Yuk Nulis! » Blog Archive » Hikayat Tattoo (2), sejarah yang berkelanjutan - [...] Tulisan ini adalah tulisan kedua dari rangkaian serial ?Hikayat Tattoo?. Sebuah usaha untuk melawan lupa tentang bagaimana aku merelakan…
  7. Yuk Nulis! » Blog Archive » Hikayat Tattoo (4), Aku duwe konsep! - [...] inchi permukaan kulit untuk dirajah, untuk ditattoo. Baca juga tulisan sebelumnya dalam serial ini: Hikayat Tattoo (1), Pelajaran untuk…
  8. Hikayat Tattoo (6), Akhir yang bukan akhir « Donny Verdian « Donny Verdian - [...] inchi permukaan kulit untuk dirajah, untuk ditattoo. Baca juga tulisan sebelumnya dalam serial ini: Hikayat Tattoo (1), Pelajaran untuk…

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.