Hidup ini memerlukan jeda seperti halnya surat cinta membutuhkan spasi.
Bayangkanlah Bidun, seorang jejaka tanggung yang sedang gandrung dengan Pembayun, gadis anak tetangga yang usianya tiga tahun lebih muda darinya. Karena merasa dirinya pujangga, surat cinta dengan setumpuk kata mesra adalah andalan Bidun untuk menumpahkan perasaannya kepada sang inceran hati sekaligus meluluhlantakkannya.
Setidaknya, seminggu dua kali ia rutin mengirimkannya dengan cara yang unik; melipatnya surat itu menjadi dua lantas memasukkannya di amplop warna jingga kesukaan Pembayun. Lalu diselipkanlah surat itu ke bawah pot tanaman yang berada di sudut kanan terluar rumah Pembayun dengan berharap (dan memang selalu demikian adanya) Pembayun lah yang mengambil surat itu pada pagi buta ketika menyirami tanaman.
Hingga suatu malam, sesuatu yang tak biasa pun terjadi.?Bidun mengalami masalah yang tak terduga karena tombol “Space” yang ada di mesin ketik yang biasa ia gunakan untuk bekerja dan menulis surat ngadat tak bekerja. Setiap kali ia tekan tombol “Space”, tak ada spasi yang tertera di kertas.
Padahal, besok adalah Jumat, hari dimana ia seharusnya mengirimkan surat cinta seperti biasanya. Padahal (lagi) pada surat yang hendak ia tulisnya itu, ia hendak mengutarakan maksud hatinya untuk mengajak Pembayun menghabiskan pekan di arena pasar malam tak jauh dari kota tempat mereka tinggal.?Maka berjuanglah ia dengan segala daya dan upaya untuk membuat tombol “Space” bekerja kembali seperti sedia kala…
Tengah malam terlewati…?Bidun masih bersikukuh dengan usahanya namun sejauh itu tak satupun tanda-tanda memperlihatkan ia bisa menyelesaikan masalah tombol “Space” itu tadi. Sempat terpikir olehnya untuk mengganti ‘spasi’ dengan tanda titik ataupun garis tengah, namun ia urung melakukan karena takut itu semua akan mengubah arti kata-kata yang telah dirangkai indah di otaknya.
Lonceng jam di ruang tengah berdentang tiga kali.?“Kacrut! Jam tiga pagi!” keluh Bidun dalam hati… Ya, ia hanya punya waktu dua jam sebelum ‘jadwal kirim’ tiba namun ia seperti tak beranjak dari kubangan persoalan sedari tadi.
“Kenapa kau tak pakai tulisan tangan saja?” tanya hati kecilnya ke diri Bidun.?Namun dengan keringat yang semakin deras Bidun tak tergerak untuk mengikuti ajakan itu.
Barangkali ia bersikap demikian karena ia tak punya keberanian mampu menuliskan tulisannya dengan indah karena sadar telah lebih dari 10 tahun ia memasrahkan sebaran abjad pembentuk kata serta kalimat pada mesin ketik Olivetti peninggalan almarhum kakeknya yang seorang penulis terkenal itu.
Kokok ayam mulai meriuhkan suasana dan Bidun melongok ke jam tangannya, “Jancuk! Setengah lima!!” Ia mendadak panik!?Diletakkannya begitu saja semua peralatan yang sedari semalam ia pakai untuk mencoba membetulkan tombol “Space” dan dengan gusarnya, iapun pasrah menuliskan surat cinta kepada Pembayun tanpa jeda, tanpa spasi. Begini tulisnya,
DikPembayunyangterkasih,
Seandainyasenaraikatainitakbisakaubaca,
maafkanlahKakandakarenainibukansesuatuyangka
kandainginkanapalagipinta.
SemulaKakandahanyainginberkata,
sudikahDikPembayunmenemaniKakandauntuksekadar
mengirupudarasegarditamanutarakotaSabtupaginanti?
Kandapikirkitabisasemakinsalingmengikatkant
alicintayangtelahkitaulasselamamasa-masaindahkitaini.
Dik,berikukepastian,berikukabar.
Janganlewatkanangintapilambaikantangansertaang
gukkankepalasaatsorenantiKandabertemudihadapan.
Cintamu,Kanda
Dengan tangan yang masih bergetar diburu waktu, diambilnya selembar amplop jingga, dilipatnya kertas itu lalu dimasukkannya ke amplop itu tadi lalu sesudahnya tak lupa ia rekatkan lidah amplop ke badannya dengan air liur, seperti biasa. Segera ia mengendap-endap keluar rumah, menyelinap pergi ke halaman depan, membuka pagar dan berjalan menyeberang menuju ke rumah Pembayun.
Diletakkannya surat itu di bawah pot, di tempat biasa ia menaruh surat-suratnya terdahulu.
Bayangan tentang bagaimana nanti Pembayun akan senang membuka surat itu masih bermain-main di akal si Bidun meski merebak juga perasaan gamang dan ketidakyakinan akankah Pembayun kali ini tahu maksud dari tulisan tanpa spasi itu.
Sayang, kemungkinan terakhirlah yang terjadi pada surat yang lantas menjadi surat terakhir Bidun kepada Sang Pembayun itu.?Ketika matahari masih ranum, Pembayun yang sebenarnya tak terlalu suka sastra itupun menuduh Bidun telah mempermainkannya dengan menuliskan serangkaian abjad menjadi kata, kata menjadi kalimat namun kalimat yang tanpa spasi, tanpa jeda.?Mereka pun terpisahkan oleh karena sebuah kesalahan yang Bidun kira kecil namun pada akhirnya menjadi petaka besar bagi kisah asmaranya.
Hidup adalah senarai kenyataan yang memadukan pahit, manis, getir, asam dan terkadang masam.?Mencecapnya tanpa memberikan ruang antara dan sela seperti halnya membaca surat Bidun kepada Pembayun yang tanpa spasi di atas.?Tak ada maksud yang bisa kita mengerti, tak ada rasa yang bisa dikenali karena semuanya berjalan tanpa spasi sementara waktu terus melantun pergi…
Dan kita hanya bisa menjalani tanpa tahu apa yang akan terjadi besok. Kalo kata Ndorokakung “selalu ada kejutan di balik tikungan kehidupan”.
Tulisannya bak sastrawan dab, keren!!
Hehehe, makasih Glek :)
Hidup tak ada spasi, menurutku terlalu kejam. Pada dasarnya, manusia bisa menciptakan masa spasi dan jeda bagi dirinya sendiri, agar hidup ini terasa lebih berwarna. Tapi jangan kelamaan jeda ya, nanti malah tak berkontribusi :).
Ya betul…
Terlalu banyak spasi juga melompong…
Suka komenmu, Zee :)
janganjanganpujangganyaadalahkamusendiriDon.Bingungtokalaubacakomenkuini.
Huahuahuhua…. aku memang pujangga, dan Bidun pujangga lainnya :)
terkadang hidup juga butuh spasi. Tapi kalo kelamaan malah kosong melompong
Betul, Mbak.. kali ini saya setuju…
semua hal di dunia ini bahkan sampai ke yang terkecil sekali pun, butuh spasi dan jeda. relationship juga gitu kan ya? *aku komen opo yo mas?* :D
Welah.. lha wong lagi dimulai moso minta spasi hehehe :)
Ah dasar bidun. Kasih titik atau dash gpp dong ah. Maunya jadi pujangga malah jadi ABG (alay baru gede).
Ato kalo nggak ketik aja 1 huruf extra ketika butuh spasi, terus di TIP-X satu2 wakakaka.
Masih gak puas? BELI MESIN TIK BARU!
Masih gak puas jugaaaa?
Nggak puas gundulmu :) Ya, maksudku dildo! :D
Ingat lo, Om Don, bukankah ada “hari pemberhentian”? Hari untuk beristirahat di dalam berkarya/bekerja/mencipta. Sebab, telah dibuktikan oleh si Bidun sendiri ketika ia tidak mempergunakan spasi (karena kesalahan teknis) -hari pemberhentian-, ia mengalami kegagalan fatal. Harapan tiada pernah diraih. Kasihan si Bidun. Salam kekerabatan.
Leres punika.. saestu hehehe
dan tidak semua yg kira inginkan dan kita sangka akan terjadi sesuatu yang tak terduga akan muncul di depan jadi sebaiknya berdoa saja semoga yg nunggu di depan itu adalah hal yg baik :D
Weh… tentang apa nih kok sambungannya kesitu hehehe
saya baru tersadar justru spasilah yang membuat segalanya menarik
Betul.. ia menjadikan hidup tampak menarik sebenarnya karena dia memberi jeda.. sela
spasi dalam hidup adalah perenungan….
bisa jadi…
wah, hidup tanpa spasi ternyata bisa menimbulkan keruwetan dan ndak gampang diurai. sebuah analogi yang keren dan mantab, mas don.
Haks!!!! Nuwun Pak Bupati….
urip ki nek ra ono spasine yo mumet to mas…yo ra? ;)
aku ndue quote buatanku dewe lah mas…ngene :
hidup ini indah, segala pahit getir adalah warna yang menyempurnakan keindahannya
sangar po ra? :P wkwkwkwkwkkw
Sangar cerita atau sangar tari? :) Hhhehe
waduh..ternyata sulit yah membacanya…kadang harus di baca dua kali..heee..bener saya setuju..hidup tanpa spasi itu tidak indah sama sekali
kitapunyapiliahuntukmemakaispasiataumenggunakanalternativelainsebagaigantispasi
BisaDenganTulisanTanganAtauDenganCaraLainMenulisSepertiKalimatYangIni
AtauMungkinDenganCaraLain
TitikUnderScoreDashBisaMenjadiAlternativeJuga
Tapi memang yang paling “nyaman” pakai spasi untuk menulis :-)
waduh…..angel banget membaca tulisan tanpa spasi sepanjang itu…
kok Bidun nggak nulis pake tangan aja toh?
Btw, analogi yang menarik nih… aku jadi mikir, nulis dengan spasi tuh udah otomatis je…. kadang bahkan si spasi ini udah takterpikirkan bahwa dia sangat penting untuk memaknai serangkaian huruf menjadi susunan kata-kata bermakna….
hidup ini terasa cepat…. tiba..tiba.. dan tiba.. tiba
Itu mah si Bidun-nya aja yang kurang kreatif…. hehehehe
daripada di sambung lebih baik di enter, jadi lebih baik panjang ke bawah tapi jelas dibacanya n dihias hias gmana gtu biar keliatan bagus hehehehe……. too much think daripada action hehe ^^v
Sama kaya idup kalau di idup kita lg susah buat bikin spasi, jadi kreatif aja. Think and Do… gmana bikin idup jadi lebih idup ^^
komentarku singkat aja : aku suka tulisan model gini hehehe
Hidup ini selalu ada koma ya Don, karena begitu titik, artinya tak bisa hidup lagi.
Tanpa jeda, tanpa koma, akan melelahkan…..namun kehidupan kan memang melelahkan, apalagi jika tak bisa meresapinya dan selalu bersyukur setiap ada kebaikan yang kita peroleh.
halo mas DV, sorry OOT
akhirnya bisa berkunjung kesini lagi, kayaknya ini gara-gara koneksi internet saya yang menggunakan Starone, sekarang saya coba buka menggunakan koneksi internet dikampus dan ternyata lancar2 saja..
**kayaknya bakalan komplain lagi ke Indosat nih
weh,
iki menehh ketingalan tulisan apik kaya ngene lho aku ik… #getungeduwung
yaaa, aning ngaurip pepesthine butuh tambah, suda pambagi utawa pangarep matikel (kaping), Dene kang asring luput dipikir kanthi wening ya babagan titik, jangka, lan bab kang sabanding… #ndalang
nuwun ngelmune Dabb…
mestinya si Bidun, di awal tulisan secara jujur bilang kalo tombol spasinya rusak. Terus mestinya si Pembayun mengerti kegigihan si Bidun, mestinya.. mestinya.. sich begitu… hehehe…
Kelihatannya tulisan ini mendapat rating yang bagus.
Sebagaimana sinetron di TV seharusnya segera dibuat
episode ke 2-nya. He he . .
Saya tak sabar menunggu . .
Wekk :)