Herry Zudianto: Saya ikut prihatin dengan kondisi Jogja…

6 Okt 2014 | Cetusan

blog_herry

Sejarah mencatat, Kotamadya Yogyakarta yang besok pagi akan berulang tahun ke-258 (7 Oktober 2014 – 7 Oktober 1756) pernah memiliki seorang walikota brilian di awal milenium baru dan orang itu adalah Herry Zudianto.

Kepiawaian orang berlatar belakang pengusaha itu dalam memimpin Jogja tidak terletak pada bagaimana ia mampu membawa kemajuan dalam konteks modernisasi saja namun juga memberikan imbangan yang menarik terhadap modernisasi itu sendiri melalui semakin meluasnya penggunaan lahan untuk pertamanan kota serta membawa kembali semangat warga Jogja untuk mengayuh sepeda pada saat beraktivitas.

Untuk yang terakhir kusebut barusan, hal itu lalu dikenal sebagai gerakan Sego Segawe, Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe/ Sepeda untuk sekolah dan bekerja . Dalam surat edarannya, nomor 551/048/SE/2009 tertanggal 22 Mei, Herry Zudianto menjelaskan tentang tata laksana gerakan yang diadakan setiap hari Jumat tersebut.

Sayang, meski tidak menganulir secara frontal, dalam surat edaran bernomor 645/57/SE/2012, Haryadi Suyuti, walikota Yogyakarta penerus Herry dalam salah satu poinnya justru memperbolehkan kendaraan bermotor serta mobil masuk ke lingkungan kompleks Balai Kota Yogyakarta pada hari Jumat yang secara tidak langsung berarti ia memperbolehkan penggunaan motor dan mobil pada hari tersebut.

Terbitnya surat edaran tersebut lantas memicu protes keras warga Jogja melalui jargon ?Ora Masalah, Har? dan salah satunya selalu kukenang melalui kreatifitas menarik kawan-kawan dalam clip di sini.

Mengangkat sosok Pak Herry Zudianto sebagai penutup sesi pertama serial tokoh muda Jogja dalam rangka menyambut pelaksanaan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) ke-26 disambung dengan menyambut ulang tahun kota Yogyakarta yang ke-258, tentu bukan bermaksud untuk seolah memaparkan bandingan antara Pak Herry dengan Pak Haryadi. Setiap pemimpin, tentu memiliki nilai positif dan negatif.

Dari sisi usia pun, Pak Herry tentu tak bisa dikategorikan sebagai muda lagi meski aku percaya setiap orang itu sebenarnya miliki sisi jiwa yang tetap muda.

Pak Herry kuhadirkan di sini lebih sebagai simbol dari orang yang pernah membawa perubahan yang berakar pada budaya asli Jogja diselaraskan dengan kemajuan kota.

Selain itu, sama dengan sosok-sosok muda yang kutampilkan sebelum sekarang, aku hanya ingin membangun sebuah percakapan berdasarkan kesamaan rasa cinta terhadap kota yang di dalamnya kuhabiskan waktu hidupku selama lima belas tahun tersebut.

Mengenai intisari yang lantas bisa kalian dapatkan dari proses mencerna tulisan demi tulisanku, tentu itu kuserahkan kepada kalian karena selain seperti yang selalu kubilang bahwa setiap tulisan memiliki takdir hidupnya sendiri-sendiri, bagiku, setiap tulisan juga punya berbagai wajah yang kepadanya mungkin kamu lebih suka menatap daripada orang lain termasuk sang penulis, diriku sendiri menatapnya.

Akhir kata, selamat menikmati percakapanku dengan Pak Herry berikut ini dan hey, selamat ulang tahun Kota Jogja! Semoga selalu berhati nyaman!

Pak Herry, setelah lepas dari jabatan walikota, sekarang Bapak sibuk ngapain aja?
Karir saya kan pengusaha, maka tentu selepas menjabat walikota, saya kembali jadi pengusaha.

Bapak mulai jadi pengusaha sejak kapan dan bagaimana perusahaan tetap jalan padahal sepuluh tahun sejak 2001, Bapak menjabat sebagai walikota?
Saya mulai jadi pengusaha sejak 1980 dan alhamdulilah usaha saya bisa berkembang dengan baik, saya bisa memberi naungan kepada lebih dari 1000 orang tenaga kerja.?Sepuluh tahun saya menjadi walikota, perusahaan dipegang oleh istri saya (Dyah Suminar -red).

Selain aktif lagi di perusahaan yang Bapak pimpin, apakah masih ada jabatan-jabatan struktural sosial yang diemban sampai sekarang, Pak?
Ada, Mas?

Dalam beberapa organisasi saya masih menjabat.
Saya adalah Ketua PMI DIY, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) DIY, Anggota Majelis wali Amanat (MWA) UGM, Anggota Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Ahmad Dahlan, Bendahara Perwakilan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, ketua Persatuan Golf Yogyakarta (PGY), Komisaris Rumah Sakit Jogja International Hospital (JIH) mewakili Badan Waqaf Universitas Islam Indonesia (UII), dan…. saya juga adalah ketua RW 02 Golo, Pandeyan Umbulharjo Yogyakarta.

Wah, banyak sekali, Pak hahaha…
Sekarang soal Sego Segawe, Pak. Ide awal Pak Herry hingga tercetus gerakan itu dulu bagaimana?
Ide awalnya sebenarnya berawal dari rasa keprihatinan saya terhadap pemanasan global. Saya tersentuh waktu itu, kurang lebih tahun 2003, saya melihat sebuah film dari PBB yang bagus sekali bercerita mengenai adanya perubahan iklim danmengajarkan bahwa kita harus berbuat sesuatu. Maka waktu itu saya juga bergerak masalah penghijauan sehingga saya juga di juluki ?WAGIMAN? (wali kota gila taman).

Hahaha.. itu malah saya baru tahu, Pak. Jadi sekalin getol bersepeda, Pak Herry juga terkenal menggilai taman kota ya?
Ya, benar…
Nah kemudian muncul pertanyaan berikutnya dalam diri saya bagaimana cara mengurangi polusi? Waktu itu saya terpetik ingatan bahwa jogja adalah kota pelajar dimana banyak sekali mahasiswa dan pelajar dan saya lihat jogja dari segi kontur tanahnya datar, sehingga mengapa pelajar tidak bersepeda sebagaimana zaman dulu dimana jogja dikenal sebagai kota sepeda?

Tapi dengan begitu kan berarti kita seperti ingin bernostalgia saja Pak?
Tidak.
Arahnya lebih bagaimana Jogja sebagai kota intelektual mampu untuk terus menjadi pelopor dalam hal antisipasi pemanasan global dan pengurangan polusi. Maka saya gerakkan program Sego Segawe ini.

Istilah ‘Sego Segawe’ itu menurut saya kreatif sekali dan sangat nJogjani, Pak. Bagaimana ide istilah itu muncul?
Ide kalimat ?sego segawe? muncul tiba-tiba saja setelah dari Kepatihan (Kantor Gubernur DIY) menghadap Gubernur DIY dan ditanya teman-teman wartawan tentang kesukaan saya bersepeda maka saya bilang bahwa saya akan buat gerakan ?sepeda nggo sekolah karo nyambut gawe?.

Sebenarnya, pesan selain pemanasan global yang ingin Pak Herry sampaikan melalui Sego Segawe itu ada nggak?
Ada.
Saya ingin mendidik anak-anak untuk memiliki karakter kesederhanaan, karakter yang tidak menonjolkan hedonisme dalam transportasi karena ini sudah menjangkiti anak-anak muda khususnya pelajar SMA dimana mereka berlomba-lomba membeli motor yang bagus kemudian di modifikasi bahkan ada yang sudah bermobil.

Pak. banyak orang protes tentang Jogja yang sekarang begitu macet, tak ramah lingkungan, penuh hotel dan lain sebagainya. Apakah semua ini sudah didesign sedemikian rupa sejak Pak Herry dulu menjabat sebagai walikota?
Tentunya, saya waktu itu punya visi untuk menjadikan jogja harus tetap nyaman dihuni. Karena bagi saya keberadaan suatu kota itu adalah jika kota itu dengan segala aspek tata kota, tata ruang , transportasi dan sebagainya yang endingnya adalah harus nyaman dihuni oleh masyarakatnya.

Itulah mengapa pada tahun 2009 dan 2011 jogja selalu mendapat predikat terbaik dalam kategori ?The Most Liveable City Index? atau kota paling nyaman dihuni. Sayang 2013 sudah merosot, saya tidak tahu nomor berapa tapi yang jelas sudah nggak nomer satu lagi.

Tentunya saya juga ikut prihatin dengan kondisi jogja yang tidak jelas mau dibawa kemana arahnya.

Tapi apakah sudah separah itu, Pak? Apa tidak ada lagi yang bisa dilihat dari Jogja sebagai suatu keunggulan?
Tentu banyak keunggulannya.
Saya tetap merasa jogja masih ngangeni, masih banyak hal yang menjadikan orang tertarik ke jogja, salah satunya adalah keramahannya yang saya lihat masih cukup baik.

Dan juga keunggulan dalam hal kreativitas dari orang-orang jogja yang kemudian bergerak dalam dunia industry kreatif. Namun yang paling penting menjadikan Jogja ngangeni menurut saya adalah nuansa keramahan dan kreatifitas seni budaya jogja masih sangat terasa.

Sebarluaskan!

2 Komentar

  1. Aku pernah ke balai kota di hari Jumat, pas perda Sego Segawe tersebut masih berlaku. Jalan sebelah timur balaikota yang luasnya nggak karuan itu, penuh dengan mobil dan motor yang diparkir oleh karyawan Pemda. Jan koyok parkiran Sunmor UGM gitu Mas.

    Mungkin itu alasan di balik terbitnya surat edaran walikota yang baru tersebut, Mas.

    Balas
  2. Saya juga baru tahu tentang wagiman, tapi sungguh jogja (kota khususnya, diy umumnya) sangat jarang dijumpai taman kota. Kalo pot-pot di pinggir jalan atau pembatas di tengah jalan yg disebut taman sih beda lagi …

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.