• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Depan
  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • Kontak

Herman Saksono: Kemerdekaan berpendapat di Indonesia masih rapuh?

7 November 2013 19 Komentar

Jauh sebelum kebebasan berpendapat dan bersuara di internet menjadi pergunjingan di linimasa dan dirilis besar-besaran di mainstream media seperti sekarang ini, blogger Jogja, Herman Saksono telah menjadi ‘studi kasus’ yang cukup mengundang gempita pada 2005 silam.

Semuanya berawal dari postingannya yang mengunggah foto pria mirip Susilo Bambang Yudhoyono yang waktu itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia berpelukan dengan orang mirip Bambang Triatmodjo, anak penguasa Orde Baru, Soeharto. Hal itu lantas berbuntut pada peringkusan dirinya oleh pihak yang berwajib, ditahan di kantor Kepolisian Daerah Yogyakarta lalu dipindah ke kantor Kepolisian Resort Kota Yogyakarta meski sekian waktu kemudian ia dikeluarkan dan ‘kasusnya’ menguap begitu saja.

Ketika kasusnya beredar, nama Herman Saksono marak dibicarakan di banyak forum diskusi dan postingan blog. Aku tak bisa membayangkan kalau saja waktu itu riuh social media sudah seramai sekarang, kasus-kasus seperti Prita dan yang terbaru Benhan (Benny Handoko) mungkin kalah seru karena ‘yang dimainkan’ Herman adalah sosok yang duduk di tahta tertinggi negeri ini, presiden.

Aku menganggap penting moment tersebut dalam kaitannya dengan ‘sejarah’ dunia blog Indonesia oleh karenanya ketika menyiapkan serangkaian interview dalam rangka Hari Blog Nasional ini aku mengejar Herman Saksono yang saat ini sedang menyelesaikan studi S2 nya di Amerika Serikat.

Bagaimana kamu bisa bikin postingan bersejarah yang akhirnya membuat kamu ditangkap polisi waktu itu?
Awalnya ada kehebohan beredarnya foto mirip Mayangsari berpakaian dalam dan berciuman dengan pria mirip Bambang Triatmodjo. Kemudian saya mikir, bagaimana ya merespon kejadian ini dengan beda dan lucu.. maka lahirlah postingan “itu”.

Berapa lama kamu bikin postingan berikut dengan foto-foto yang diedit itu?
Bikinnya cuma satu jam. Proses edit dengan photoshopnya juga kasar, karena intinya memang bukan membuat berita palsu, tapi membuat bercandaan dari kehebohan massa atas foto ‘Mayangsari’ tersebut.

Di negara-negara demokratis, bercanda dengan mem-photoshop kepala negara adalah sesuatu yang lazim.

Tapi kenapa topiknya SBY?
Topiknya bukan SBY tapi foto Mayangsari. SBY hanya satu dari tokoh-tokoh nasional yang muncul di postingan itu seperti Surya Paloh, Yusril Ihza Mahendra, Rhoma Irama, dan Armand Maulana. SBY adalah selebriti yang secara alamiah layak muncul karena dia presiden. Di negara-negara demokratis, bercanda dengan mem-photoshop kepala negara adalah sesuatu yang lazim.

Kalo begitu kenapa anda ditangkap? Bagaimana kronologinya?
Pada malam sebelum hari ‘H’, bos saya menelpon. Dia bilang Roy Suryo (sekarang Menpora –red) memberi tahu kalau saya diincar polisi terkait postingan blog. Saya kaget dan bingung. Belakangan saya tahu kalau mencemarkan presiden itu delik biasa di KUHP. Untunglah pasal itu sudah dicabut Mahkamah Konstitusi.

Lalu?
Sekitar jam 12 siang hari berikutnya, polisi berpakaian preman datang ‘mengambil’ saya. Saya langsung bisik-bisik ke Tika (pemilik blog tikabanget.com, rekan kerja Herman Saksono –red) yang mejanya sebelahan dengan saya supaya mengabari ibu saya.

Setelah itu saya dibawa ke Polda DIY. Orang tua saya lantas dipanggil oleh Kapolda. Dia minta orang tua saya untuk membimbing saya dan membujuk supaya tulisan di blog dihapus. Jawaban orang tua saya, “Lha justru bimbingan kami itu hasilnya seperti itu.” Pokoknya pada saat itu saya bersikeras bahwa menerbitkan tulisan itu adalah bagian dari hak warganegara untuk berekspresi. Lagipula SBY juga tidak menuntut saya.

Kemudian saya dibawa ke Poltabes Yogyakarta di Ngampilan. Di sana saya ditunjukkan pasal KUHP bahwa mencemarkan lambang negara, termasuk presiden, adalah tindakan pidana tanpa presiden harus menuntut. Saya terkejut. Ternyata setelah reformasi 98, Indonesia tidak seperti yang saya kira, kemerdekaan berpendapat itu masih rapuh di sini.

Ini menggambarkan betapa mudahnya pasal karet KUHP (pasal pencemaran nama baik) dipakai untuk memberangus orang, terutama mereka yang kritis.

Lalu proses hukumnya gimana? Sampai ke pengadilan?
Kasusnya tidak dilanjutkan mungkin karena banyak pihak merasa kasus ini tidak penting. Tidak layak dilanjutkan.

Saya juga merasa kasus ini gak penting. Bagi saya yang lebih penting adalah: mengapa kasus gak penting bisa membuat orang biasa seperti saya saya diciduk, diinterogasi di kepolisian, kemudian di-BAP berjam-jam. Ini menggambarkan betapa mudahnya pasal karet KUHP (pasal pencemaran nama baik) dipakai untuk memberangus orang, terutama mereka yang kritis. Ini parah. Pasal karet itu memindahkan beban pembuktian ke tersangka.

Di penjelasan sebelum ini kamu bilang bahwa kamu diminta untuk menghapus postingan tapi kamu bersikeras bahwa menerbitkan tulisan itu adalah bagian dari hak warganegara untuk berekspresi tapi ketika kucoba untuk browse ke postingan itu, tampaknya sudah tak ada. Kenapa akhirnya postingan itu kamu hapus?
Untuk kali ini aku tak bisa menjawabnya tapi yang pasti pada akhirnya memang postingan itu saya hapus.

Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Cetusan, Harblognas

Tentang Donny Verdian

DV, Superblogger Indonesia. Ngeblog sejak Februari 2002, bertahan hingga kini. Baca profil selengkapnya di sini

Reader Interactions

Komentar

  1. Imelda mengatakan

    7 November 2013 pada 10:40 am

    waaah jadi ingin tahu alasan penghapusan terakhir itu :(
    tapi aku senang baca ini :Jawaban orang tua saya, ?Lha justru bimbingan kami itu hasilnya seperti itu.? Orang tua semacam ini cool!!!

    Balas
  2. didut mengatakan

    7 November 2013 pada 11:25 am

    ah salah 1 sejarah blog di Indonesia :)

    Balas
  3. sandalian mengatakan

    7 November 2013 pada 11:37 am

    Aku baru tahu jawaban orang tuanya Momon, keren jawabannya!

    Balas
  4. jarwadi mengatakan

    7 November 2013 pada 11:52 am

    jawaban orang tua Momon keren, kalau simbokku pasti jadi pingsan lihat anaknya diciduk polisi

    Balas
  5. Made Wirautama mengatakan

    7 November 2013 pada 2:11 pm

    Saya baru tahu sejarah ini. Selama ini tahunya kasus Prita itu.

    Balas
  6. tina mengatakan

    7 November 2013 pada 4:22 pm

    “…pria mirip Susilo Bambang Yudhoyono yang waktu itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia…”
    Sekarang bukan presiden lg ya? :D
    Sbnrnya masih penasaran kenapa akhirnya dihapus kalau toh sudah dianggap tidak penting lg. Apa supaya di kemudian hari tidak dipermasalahkan lagi, mas?

    Balas
    • DV mengatakan

      7 November 2013 pada 4:36 pm

      Hi, thanks for comment.
      Tulisan di blog itu sifatnya timeless, kadang orang nemu tulisan saat jauh di masa yang akan datang.
      Bagaimana kalau ada orang membaca tulisan ini pada akhir 2014 ketika SBY sudah tak jadi Presiden? :)
      Maka dari itu saya menggunakan kata ‘waktu itu’ supaya jelas bahwa tahun 2005, waktu itu, SBY menjabat sebagai Presiden :)

      Balas
  7. dwimon mengatakan

    8 November 2013 pada 1:37 am

    Astaga! aku baru tahu mas Momon pernah ditangkap gara-gara kasus tersebut. Tapi yang paling luar biasa kerennya jawaban orang tua mas Momon ?Lha justru bimbingan kami itu hasilnya seperti itu.?

    Balas
  8. leksa mengatakan

    8 November 2013 pada 5:11 am

    Ini Herman Saksono yang dulu terkenal nakal itu ya?

    **Om, captcha nya bikin bingung..
    aku jawab “manusia” salah.. jawab “jadi-jadian” juga salah..

    Balas
    • DV mengatakan

      8 November 2013 pada 8:17 am

      captcha yang paling bagus adalah captcha yang bisa bikin bingung karena yang bisa bingung, minimal adalah manusia :)

      Balas
  9. Ivan Prakasa mengatakan

    8 November 2013 pada 8:20 am

    Baru tau kalo mas Herman pernah ditangkap… >.<

    Balas
    • DV mengatakan

      8 November 2013 pada 8:27 am

      Berarti kamu masih muda sekali :D Hey, lama tak tampak kemana saja?

      Balas
  10. Elzan mengatakan

    8 November 2013 pada 10:29 am

    hahaha…masih ingat jg sama kasus ini.

    Balas
    • DV mengatakan

      8 November 2013 pada 1:23 pm

      Hehe :)

      Balas
  11. bukik mengatakan

    8 November 2013 pada 12:19 pm

    Ortunya herman keren!
    Sekeren-kerennya orang tua :D

    Balas
    • DV mengatakan

      8 November 2013 pada 1:23 pm

      Yoi :)

      Balas
  12. Tina Latief mengatakan

    11 November 2013 pada 12:03 am

    Membayangkan ibuku, pasti sudah pingsan melihat anaknya digandeng polisi…
    keren sekali ortunya mas herman..

    Balas
  13. unggulcenter mengatakan

    21 November 2013 pada 12:46 pm

    hmm hampir lupa ada kasus ini.. thanks post ini mengingatkan kita generasi muda untuk “Menolak Lupa”.

    Balas
    • DV mengatakan

      21 November 2013 pada 12:48 pm

      Sip! :)

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
  • Kontak
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT