Bagi kalian yang ?mengalami? masa 80an, salah satu lagu yang begitu monumental adalah ciptaan Obbie Mesakh dan dipopulerkan Bhetaria Sonata berjudul Hati Yang Luka.
Lagu yang ngetop di 1987 itu sempat kontroversial karena dicekal pemerintah. Harmoko sebagai Menteri Penerangan waktu itu menganggap lagu itu berisi nada pesimisme dan cengeng.
Seperti apa sih liriknya? Baiklah kutulis di sini terutama bagi kalian yang zaman itu belum lahir.
Berulangkali aku mencoba
Selalu untuk mengalah
Demi keutuhan kita berdua
Walau kadang sakit
Lihatlah tanda merah dipipi
Bekas gambar tanganmu
Sering kau lakukan
Bila kau marah, menutupi salahmu
Samakah aku bagai burung disana
Yang dijual orang
Hingga sesukamu kau lakukan itu
Kau sakiti aku
Kalaulah memang kita berpisah
Itu bukan suratan
Mungkin ini lebih baik
Agar kau puas membagi cinta
Pulangkan saja aku pada ibuku
Atau ayahku…
Dulu segenggam emas kau pinang aku
Dulu bersumpah janji di depan saksi
Namun semua hilanglah sudah
Ditelan dusta uwoo.. uwoo..
Namun semua tinggal cerita
Hati yang luka..
Bisakah kalian membayangkan menjadi orang yang diceritakan dalam lagu itu?
Menyakitkan? Pasti! Sangat! Jadi lumrah kalau ia minta dipulangkan pada ayah dan ibunya?
Eitsss.. nanti dulu. Kita punya contoh hati yang tidak seperti itu. Hati itu adalah milik Kristus yang hari ini diperingati seluruh Gereja Katolik di dunia sebagai peringatan Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus.
Hati Yesus juga adalah hati yang terluka. Lukanya bahkan tak hanya dalam bentuk mental-spiritual tapi juga fisik.
Beberapa waktu setelah wafat, seorang prajurit Romawi menancapkan tombak ke lambungNya. Darah dan air pun mengalir. Hal ini disaksikan Yohanes, murid yang dikasihiNya sekaligus yang mengawali penghormatan pada Hati Kudus Yesus, seperti ditulis di sini: ?Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya.? (Yohanes 19:35)
Namun meski demikian, hatiNya adalah juga hati yang penuh cinta! Kepenuhan cinta dalam hidupNya mewujud pada perhatian serta pengorbananNya pada manusia. Ia tak menolak yang lemah. Ia mengangkat yang kalah, merangkul yang miskin nan sakit, terbuang dan penuh dosa. Ia memaafkan yang menyakiti. Hidup dan hatiNya penuh dengan cinta.
Apa yang bisa kita pelajari dari momentum ini?
Semua kembali pada kita.
Jika kita mau ikut yang ?lumrah?, ?wajar? dan ?pasti-pasti? saja, ketika hati terluka berhentilah mencinta. Tapi katanya kamu pengikut Kristus? MengikutiNya adalah tetap mencinta ketika terluka. Sehirau-hiraunya kita pada sakit dan perih luka itu, biarlah Tuhan yang menyembuhkan. Karena tugas kita hanya satu, saling mengasihi! Sesimple itu tapi sekaligus tak semudah itu?
Sydney, 8 Juni 2018
0 Komentar