Harry Van Jogja.
Nama aslinya Blasius Haryadi.
Di masa kampanye Pilpres yang hingar bingar lalu, dia pernah sempat sangat terkenal karena demi pasangan capres Jokowi dan Jusuf Kalla, Mas Harry bersama Pak Abu, kawannya sesama tukang becak, memberikan dukungan secara unik yaitu mengayuh becak dari Jogja ke Jakarta membawa surat dukungan dan uang sumbangan kampanye dari masyarakat yang ditemui sepanjang perjalanan Jogja – Jakarta.
Lalu seorang kawan bertanya kepadaku, ?Don, si Harry yang tukang becak itu lulusan De Britto?? Ya, Mas Harry memang lulusan SMA Kolese De Britto Yogyakarta, kakak angkatanku, 9 tahun jaraknya.
?Bener! Kenapa??
?Ah, nggak.. Cuman heran aja kok lulusan De Britto ada yang jadi tukang becak ya??
Bagiku, Mas Harry memang fenomenal.
Seniman baru boleh hadir menggantikan seniman lama dengan karya yang lebih mutakhir. Pengusaha boleh saling berlomba gemuk-gemukan pundi uang. Presiden silih berganti setidaknya tiap 5 – 10 tahun berganti dengan kebijakan yang baru. Tapi, Mas Harry, adalah tukang becak dengan kiprah yang kupikir belum pernah ada dan susah tergantikan oleh para tukang becak pendahulu dan penerusnya.
Kau pikir ungkapanku berlebihan?
Tidak! Mana ada tukang becak melek internet bahkan sejak pertama kali internet memasyarakat di akhir 90an? Mana ada tukang becak yang aktif menyuarakan pilihan politiknya dengan aksi yang teatrikal seperti nggenjot becak ke Jakarta misalnya? Dan, mana ada tukang becak yang sanggup menulis buku karena Mas Harry telah menerbitkan buku berjudul The Becak Way?
Mas Harry juga terbukti setidaknya sampai sekarang tahan uji untuk tetap setia pada pilihan karirnya sebagai penggenjot becak. Ia tak seperti kebanyakan orang yang sekali merasa sudah lumayan ngetop lalu meninggalkan profesi awal dan banting stir untuk pindah ke profesi lainnya hanya demi aji mumpung.
Main-mainlah di sekitar areal Prawirotaman Jogja, kalau pas tidak sibuk mengantar tamu tentu kalian bisa menemui pria yang pernah mengenyam pendidikan tinggi di bidang ilmu Matematika ini di atas becaknya.
Atas pertimbangan-pertimbangan itulah akhirnya aku memasukkan Mas Harry sebagai salah satu tokoh muda Jogja di blog ini.
Barangkali dari kalian yang pernah kuajak ?rasan-rasan? tentang kriteria muda yang adalah di bawah 40 tahun akan bertanya kenapa aku memasukkan Mas Harry yang 44 tahun usianya itu dalam kategori muda?
Hmmm, untuk yang satu ini, bolehlah kalian tak setuju denganku tapi bagiku pertimbangannya memang subyektif yaitu semua kawan lulusan SMA Kolese De Britto itu tak pernah tua. Mereka, eh kami akan selalu muda!
Mas, kamu lulusan sekolah top, SMA Kolese De Britto Yogyakarta, tapi kok mbecak tho?
Hehehe? Lulusan JB (sebutan untuk SMA Kolese De Britto Yogyakarta) memang hebat-hebat tapi tentu kehebatannya kan nggak dapat diukur atau dipandang dari profesinya saja.
Lalu?
Ya dari cara menjalani profesinya! Itu yang mbikin lulusan De Britto punya ciri berbeda dari yang lainnya… ?something different? menuturku…
Tapi kok mbecak?
Mbecak menurutku pekerjaan yang mulia kok dan tidak boleh dipandang sebelah mata, toh nggak haram?! Lha daripada necis, profesi setinggi langit tapi kalau korupsi ya nggak hebat, kan?
Lalu apa yang ‘different’ darimu?
Banyak orang menilai aku ini salah satu pelopor dalam berbisnis secara online karena aku sering menggunakan media internet untuk promo jasa becakku.
Becak dan teknologi ini kan dua hal yang menurutku sangat kontradiktif. Becak lebih ke kategori profesi otot, kan? Tapi ya kudobrak saja pendapat-pendapat kuno itu dan kugabungkan dengan teknologi dalam memasarkannya ternyata bisa.
Saat kampanye pilpres kemarin, demi memberi dukungan untuk Jokowi – JK , bersama Pak Abu, kamu mbecak dari Jogja ke Jakarta. Apa kamu nggak merasa rugi telah berusaha sekeras itu apabila nanti ternyata Jokowi mengecewakan?
Aku yakin seyakin-yakinnya bahwa apa yang kamu berdua lakukan waktu itu tak akan sia-sia dalam artian mereka yang aku dukung dan menang pasti ingat kepada kami, bukan kami berdua tapi semua lapisan masyarakat kecil.
Aku masih ingat raut muka Pak Jokowi yang terharu dan meneteskan air mata begitu bertemu kami di acara ngobrol bareng Jokowi dengan netizen (silakan lihat clip di bawah untuk detail acaranya) dan kupikir keterharuan itu bukan sandiwara namun sudah sampai dalam hati.
Jadi ya aku bener-bener yakin bahwa dalam memimpin negara, Pak Jokowi pasti lebih komit kepada rakyat kecil. Tak terbesit dalam pikiran kami kalau nanti mereka gagal memenuhi harapan kami?
Tapi, JK, wakil Jokowi, dulu ketika masa penanganan korban gempa Jogja Mei 2006 kalau tidak salah kan pernah dianggap mengingkari janji. Semula dia dalam posisi sebagai wakil presiden era SBY yang pertama, bilang akan memberi bantuan 30 juta per kepala keluarga tapi lalu turun jadi 15 juta sementara kamu adalah salah satu korban gempa (istri pertama Mas Harry meninggal saat gempa). Apa komentarmu?
Aku memaklumi, pada saat memutuskan memberi sumbangan 30 juta per KK itu, Pak JK pasti sedang diliputi rasa emosional dan kalut karena besarnya musibah yang terjadi sementara waktu mepet untuk memutuskan berapa bantuan yang bisa diterima masyarakat. Mungkin juga dia kurang melihat detail keadaan di lapangan seperti apa sebelum memutuskan?
Kabarnya anak-anakmu dapat bantuan beasiswa pendidikan dari Aburizal Bakrie. Kalau benar bagaimana awal ceritanya?
Awal mulanya karena aku diundang acara ulang tahun TV One di Jogja pada 2013 yang lalu dan didaulat untuk duduk di depan dan waktu itu Pak ARB juga hadir.
Di penghujung acara, tanpa kuduga, Mas Hendro Pleret (mc) menodongku untuk bicara. Nah selesai ngomong ternyata sambutan dari Pak ARB luar biasa. Beliau bilang, ?Aku bangga dan salut sama Mas Harry. Kalau anak-anak Mas Harry butuh biaya pendidikan, hubungi saja asisten pribadi saya.?
Setelah acara selesai, aku didatangi oleh Pak ARB dan sambil dipeluk beliau berbisik, ?Jangan lupa ya nanti segera hubungi asisten saya!?
Dari situ aku mendapatkan bantuan dan sudah dua kali.
Berapa?
Yang pertama, 9 juta lalu yang kedua 4 juta.
Tapi pada pilpres kemarin kan ARB di kubu Prabowo sementara kamu secara terbuka mendukung Jokowi. Lalu bagaimana?
Aku tahu persis segala maca resiko dari perbedaan pilihan ini. Tapi itu semua tak menyurutkanku untuk mengurungkan niat mendukung Jokowi karena menurutku Jokowi lebih bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik di negeri ini dibanding calon lainnya.
Lagipula kalau dipikir-pikir, salah satu anakku yang sekolah di Jakarta pun juga mendapat bantuan dari Jokowi kok karena kan anakku sekolah di sekolah negeri di Jakarta dan di bawah kekuasaan Gubernur Jokowi, dia bisa sekolah gratis.
Sudah ada pernyataan sikap dari ARB terkait keberpihakanmu pada Jokowi itu, Mas?
Aku nggak tahu karena selama ini memang tidak pernah ada komunikasi aktif (obrolan) antara aku dengan Pak ARB. Tapi pernah waktu aku kirim DM (Direct Message) ke akun Twitter-nya Pak ARB, dia tidak membalas tapi nggak sampai lima menit kemudian aku langsung dikontak asistennya untuk dimintai nomer rekening dan langsung ditransfer. Artinya Pak ARB juga membaca apa yang aku sampaikan.
Begitu juga waktu Pilpres kemarin, aku mention Pak ARB di Twitter tentang keberpihakanku kepada Jokowi dan seperti sebelum-sebelumnya tidak ada tanggapan. Jadi aku nggak tahu secara pasti sikap Pak ARB terhadap apa yang aku lakukan.
Kalau soal kota Jogja, apa komentarmu?
Hmmm, Jogja masih bisa dibilang nyaman karena termasuk kota dengan harga-harga kebutuhan yang masih bisa dibilang murah.
Tapi ada beberapa hal yang mulai terasa mengganggu yaitu ketika kemacetan sudah banyak bisa dirasakan saat liburan.
Tapi kan itu artinya Jogja makin ramai wisatawan dan jasa mbecakmu makin laku?
Nggak lah! Lha wong mereka itu bawa kendaraan mereka masing-masing kok? Mereka kan nggak naik becak jadinya.
Lalu ada solusi nggak untuk mengatasi macetnya Jogja ini menurutmu?
Dulu waktu aku diundang jadi nara sumber dalam pertemuan dengan pihak kepolisian, DPRD dan Dinas Perhubungan DIY, aku pernah mengusulkan untuk mengurangi kemacetan, bagaimana kalau para wisatawan itu harus menggunakan angkutan khusus dalam kota entah itu ojek, becak, taksi ataupun bus transjogja dan biarlah bus-bus wisata dan kendaraan pribadi itu diparkir di tempat parkir yang telah disediakan saja?
OK, Mas ini pertanyaan terakhir tentang Pius Lustrilanang. Dia kan kawan kita, sama-sama sekolah di SMA Kolese De Britto dan malah dia itu satu angkatan denganmu, kan? Tapi saat kampanye Pilpres lalu, Pius berada di seberang mendukung Prabowo sementara kamu mendukung Jokowi dan dia pernah berkomentar tentang makna volunteer dan ketidakpercayaannya kepada ketulusan aksi yang kamu lakukan. Pendapatmu gimana?
Nggak apa-apa. Secara pribadi, hubunganku dengan Pius sangat baik kok. Malah setelah kejadian itu (simak video di bawah terutama bagian wawancara dengan Pius Lustrilanang yang mengomentari Mas Harry) aku sering kontak dan dia sering bantu aku.
Jadi kalau soal dia yang berseberangan dan bersuara lain itu kumaklumi karena itu kan memang pilihannya dan kita memang harus membela pilihan kita, kan?
Lumrah…
Update terbaru (21/10/2015):
Ada kabar menarik dari Mas Harry. Resiko dihentikannya?dukungan finansial dari keluarga Bakrie menjadi nyata. Silakan baca tulisan selengkapnya di sini.
mbok coba digali lagi pas dab Harry ke Lampung… hehehehehe… piss dab
Intinya memang itu. Apapun profesinya yang penting ga haram, lebih-lebih kalau mulia bisa bantu orang lain.
Suwun titipan pertanyaanku soal Pius sudah disampaikan. :)