• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Depan
  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • Kontak

Hari Gini Kok Ndak Punya Email

24 Juni 2008 22 Komentar

email
Sewaktu maju presentasi tugas penulisan mata kuliah Kewarganegaraan beberapa waktu yang lampau, ada beberapa teman sekelompokku yang mendadak sewot.

“Mas, jangan maju sekarang! Saya belum siap!” begitu pintanya.

Spontan aku jawab “Loh! Lha kemarin kutawari buat kukirim ke email kalian dulu tentang materi yang kubikin, kalian nggak ngumpul alamat email.”

Sejenak mereka terdiam, lalu salah seoorang yang kebetulan sewot (dan kebetulan wanita) itu pun berujar
“Saya ndak punya email, Mas.”

Gedubrak! Aku pun seakan jadi terburai berantakan mendengar kalimatnya.
Aku tahu ini jadi paragraf yang tak penting, tapi aku harus melukiskan betapa alam raya sontak bergerak, terguncang, puting beliung meliuk-liuk mencari mangsa,
lava pijar gunung berapi bagai mesiu menambur tanah.. blar-blar-blar!
Aku sangat kaget dengan pernyataan picik teman itu tadi: tidak punya email? OH NO!

Ngakunya anak IT di masa dimana internet telah lebih kurang sepuluh tahun beredar secara gampang di negara ini, juga sudah begitu banyak free email provider bertaburan,
di saat dimana provider bandiwdth sudah tak terlalu mengencangkan tali-tali keuntungan kok ya masih ada orang yang nggak punya email.
Keterlaluan!

Tapi pada akhirnya presentasi itu pun berjalan lancar karena nyaris semua pertanyaan yang gencar ditanyakan kubabat habis, kujawab tuntas.
Sepulang dari kuliah, aku dan temanku, Febri, yang kebetulan satu kelompok (dan tidak seperti mereka, ia punya email!)
pun mampir ke warung makan karena hari sudah condong ke barat sementara perut masih keroncongan menagih makan siang.

“Aku heran, Feb! Kenapa mereka itu sampai ndak punya alamat email ya?” aku menerawang.

“Ya kamu jangan gitu juga Mas. Mereka berdua itu memang ndak punya ini…” tukas Febri sambil memberi kode menggesek-gesekkan ibu jari pada telunjunya yang menandakan uang.

“Hloh! Ya kamu ndak bisa gitu juga. Itu yang paling nggak kusuka dari mentalitas kita. Sewaktu aktif kuliah di kampus lama akhir 90-an lalu pun aku ndak punya uang.
Papa mamaku bukan orang yang kaya, bahkan aku harus berhenti kuliah dan bekerja ya karena mereka ndak punya uang!”

“Maksudnya, Mas?”

“Maksudku! Jangan sampai karena alasan ndak punya uang lalu kita berhak untuk merasa kekurangan dalam hal apapun. Apalagi soal ini.
Ini kebodohan. Ini kemalasan!
Ini satu bentuk permintaan kompromi yang sangat memuakkan!
Nggak ada kaitannya antara nggak punya email dan nggak punya uang, Feb!”

“Hmmm.. tapi kan mereka ndak punya uang buat ke warnet, Mas.”

“Mereka punya handphone kan? Kenapa mereka bisa beli pulsa? Berapa ongkos sewa warnet satu jam? Apa mbikin email sampai seperempat jam?
Mereka juga bisa kok manfaatin lab internet gratis tis tis di kampus kita tho?
Ini namanya mental kere! Orang kere kalau punya mental kere itu wajar tapi kalau orang yang masih berkecukupan punya mental kere, itu keterlaluan!”

Si Febri terdiam dan demikian pula aku.

“Tapi… nilai mereka tinggi-tinggi lho. IP mereka juga bagus meski nggak punya email. Hehehehe…”
“Aku nggak heran! Aku juga yakin kalau dosen meminta mereka bikin email demi nilai bagus maka mereka juga serta merta akan mbikin.”

“Kok bisa yakin?”

“Iya, aku yakin! Dari pola pikirnya aja keliatan kok bahwa mereka nggak akan melakukan satu hal baru pun kalau tidak disuruh dan kalau tidak ada imbalan. Hidup kok minta imbalan!”

Febri terdiam lagi.

“Orang-orang seperti mereka itu aku yakin nilainya tinggi-tinggi. Mereka lulus juga aku yakin akan cepat, mereka akan memiliki karir yang bagus pula.
Ketika tua mereka pun akan bahagia dengan kekayaan yang mereka dapatkan. Tapi ada satu hal yang akan kurang dari mereka?”

“Apa itu, Mas?”

“Nganu… hmm mereka nggak punya kebanggaan pernah memiliki email tanpa disuruh dosen dan tanpa bersandarkan pada alasan bahwa mereka ndak punya uang untuk ke warnet!”

Si Febri tertawa terbahak-bahak dan aku tersenyum kecut.
Aku merasa seperti berada di dunia yang salah!
Aku tersenyum kecut untuk satu kenyataan yang bahkan tak mereka sadari bahwa hidup mereka itu teramat sangat kecut!
Memuakkan!

Sumber foto.

Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Cetusan

Tentang Donny Verdian

DV, Superblogger Indonesia. Ngeblog sejak Februari 2002, bertahan hingga kini. Baca profil selengkapnya di sini

Reader Interactions

Komentar

  1. Eriek mengatakan

    24 Juni 2008 pada 7:26 pm

    beberapa tahun kemudian,”hari gini kok ndak punya blog.” mahasiswa kok ndak punya blog. hehehe…. :D

    Balas
  2. DM mengatakan

    24 Juni 2008 pada 10:26 am

    …semua ditentukan oleh keadaan, bagaimana pun seseorang menghendaki yang lain. Yang digurun pasir takkan menggunakan bahtera, yang di samudera takkan menggunakan onta (Jejak Langkah, 394)

    Balas
  3. Donny Verdian mengatakan

    24 Juni 2008 pada 10:39 am

    @DM: Setuju! Aku sangat setuju!
    Tentu tak pada tempatnya kalau seorang mahasiswa kedokteran lebih mementingkan memiliki sebuah AVOMeter ketimbang alat suntik?
    Seorang mahasiswa Elektronik mementingkan Stetoskop ketimbang solder?
    Dan seorang anak IT mementingkan sekop dan parang ketimbang EMAIL ?
    Saya bicara soal gurun kok Bung, makanya mereka perlu onta!

    Balas
  4. Angga mengatakan

    24 Juni 2008 pada 9:20 pm

    Jadi ingat, somewhere in 2003
    habis dinas di DPS mo balik JKT, karena slese lebih awal mo nyolong2 maen ke JOG naik Bus malam.
    dan merasa beruntung karena di sebelah duduk gadis manis nan sejuk dimata.
    ..Mahasiswi IT (Kampus barumu Dab!, suer!), ngobrol ngalor ngidul, sampai pada titik… ada email?
    ada Mas…
    http://www.xxxxxx.xx.xx
    “Saya tidak protes, juga tidak mengoreksi, demi menjaga keharmonisan suasana serta perasaan dan senyum manis Beliau, yang saat lebih penting buat Saya daripada sebuah jawaban culun”
    dan telat banget, karena setelah membaca posting pagi ini Saya baru sempat teringat dan tertawa.

    Balas
  5. tusukgigi mengatakan

    24 Juni 2008 pada 1:02 pm

    hehe, ndak usah sengit gitu mas :)
    Lha hari gini juga masih ada yang nanya alamat emailku dengan pertanyaan : “emailnya berapa ya mas?”
    Begitu kujawab dengan : “Wah, ada beberapa tuh. Memang mau sisipkan file yang besar ya pak?”
    Dijawabnya dengan garuk2 kepala : “Nggak, nggak. Tapi maksud saya, nomor emailnya berapa ya mas?”
    Kini ganti aku yang menggaruk-garuk kepala..

    Balas
  6. sawali tuhusetya mengatakan

    24 Juni 2008 pada 1:34 pm

    hare gene, ndak punya email, wah, serba repot, mas. bisa jadi masih mengandalkan surat manualnya, mas donny, haks.

    Balas
  7. Ersis Warmansyah Abbas mengatakan

    24 Juni 2008 pada 7:43 pm

    Hergene ngak punya email? Waduh asyik, kog masih ada mahasiswa seperti itu ya. Perlu dibuatkan monumen pelestarian buadaya purbakala tu. Maaf, mahasiswa saya, saya wajibkan punya blog, walau banyak yang mengerutu he he

    Balas
  8. fenny mengatakan

    25 Juni 2008 pada 5:58 am

    aku masih ingat beberapa mahasiswa yang menjawab “ga punya email bu, karna ga ngerti bikinnya”. oh la la… padahal mereka itu mahasiswa/i tingkat akhir di sebuah perguruan tinggi IT. kalo pertanyaan itu muncul tahun 93 mungkin aku maklum… tapi itu tahun 2006 yang notabene internet bisa dijajal sejak 1997 di Indonesia!! ya ampun… entah ilmu apa yang mereka dapat selama kuliah…

    Balas
  9. iman brotoseno mengatakan

    24 Juni 2008 pada 8:58 pm

    Email ? Mungkin lebih tepat..hare gene nggak punya blog ?? hi hi

    Balas
  10. Hanny mengatakan

    24 Juni 2008 pada 9:12 pm

    Hehehe, aku juga baru punya email pas taon 2000 kok mas *malu mode on*
    Tapi untungnya, aku bukan anak IT, jadi ga bakalan kena amuk sama sampeyan :P

    Balas
  11. windy mengatakan

    24 Juni 2008 pada 11:29 pm

    tp kayanya ada untungnya juga deh dia ga punya email don…. ga bakalan kena tepu pemilik2 milis yang ngakunya keren and seleb huahahahaha….uhuuuyyy….

    Balas
  12. windy mengatakan

    24 Juni 2008 pada 11:34 pm

    hihihihi hahahahaha… aduuh pagi2 perut gw sakiit niih… ada yg ga mau kalah sama lu naro poto baruu… hahahaha senyumnya…uhuuuyy…kaga kuat gw…..gedubraakkks !!

    Balas
  13. Ray mengatakan

    25 Juni 2008 pada 9:58 am

    Aku juga merasa seakan jadi terburai berantakan don membaca postinganmu ini, setahuku kita jaman dulu kala internet masih baru barunya, meski tanpa disuruh atau dapat pelajaran dari kampus, mempunyai sebuah email atau web sendiri adalah sebuah kebanggaan yang sangat luar biasa.
    Betapa bangganya dulu aku pasang email dan web meski gratisan di geocities pada kartu namaku.
    Lha kok saiki ra duwe email masih bisa bangga :))

    Balas
  14. Aley mengatakan

    25 Juni 2008 pada 9:11 pm

    Bagaimana dengan handphone Don?
    Aku gak ada handphone lho. Sudah 24 tahun, kuliah dan kerja, tanpa handphone. Aneh kah?

    Balas
  15. Donny Verdian mengatakan

    26 Juni 2008 pada 10:11 am

    @Aley: Aneh? Kamu? Halah apa ya harus dipertanyakan lagi tentang keanehan kamu itu? Huahuahuhau :)

    Balas
  16. PeTeeR mengatakan

    26 Juni 2008 pada 11:53 am

    gak semua orang merasa membutuhkan email.

    Balas
  17. M Adi Sunata mengatakan

    1 Juli 2008 pada 3:18 am

    halah, itu mah masalah mentalitas, males maksudnya.
    ato mungkin mereka termasuk orang yang takut akan pemberlakuan UU ITE??

    Balas
  18. adisunata mengatakan

    2 Juli 2008 pada 8:49 pm

    hehe, jadi inget, simbahku juga ga punya email:))

    Balas
  19. landak mengatakan

    1 Agustus 2008 pada 11:24 pm

    Don.. maap… link mu sumber foto itu lhow… merujuk ke http://www.www.benih.net/ … sudahkah benar??

    Balas
  20. landak mengatakan

    1 Agustus 2008 pada 11:51 pm

    saya pernah punya email… tapi sudah saya jual… (kata sang pejabat) (Courtesy of Thomas Arie) heheheh :p

    Balas
  21. Donny Verdian mengatakan

    1 Agustus 2008 pada 11:39 pm

    @Landak: Om, terimakasih masukannya, sudah saya perbaiki, maaf saya mungkin agak terlewat soal ini waktu itu.

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
  • Kontak
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT