Hari Senin lalu ketika pulang mudik dari Klaten, sesampainya di pertigaan bandara saya menemukan iklan yang cukup menggelitik.
Iklannya berupa baleho besar yang dipasang di divider Jalan Solo, menghadap ke arah timur.
Begini bunyinya kira-kira:
“Telah lahir dengan selamat, HarJo”
Saya yang semula begitu senewen memandangi jalan sepanjang Klaten – Jogja yang ramai itu tiba-tiba jadi terbahak-bahak sendirian.
Entah kenapa tapi cara beriklannya itu sangat Jogja sekali, dan nama “HarJo” itu.. alamak, khas ndeso yang menyenangkan, bukan?
Ya itulah gaya iklan launching koran baru Jogja yang namanya HarJo (Harian Jogja).
Aku sendiri baru tadi siang mendapatkan edisi ke-3 nya dengan melepas uang 1000 rupiah (yang ternyata harga promosi) di bilangan IAIN (UIN Suka) situ sepulang dari kampus.
Kalau dilihat dari tampilannya, sekilas mirip dengan Koran Tempo, kegemaranku. Simple!
Bloking-bloking beritanya modern! Menggunakan pembedaan warna-warna yang cenderung ber-tone sama, cokelat, hijau dan merah, ah… Jogja sekali.
Sama halnya dengan tren koran jaman sekarang, HarJo tak terdiri dari satu bundle saja.
Ada dua bundle di dalamnya.
Yang pertama bundle utama, berisi highlight kejadian-kejadian yang terjadi dalam sehari di tingkat regional, nasional hingga internasional.
Sedangkan bundle yang kedua bertajuk JOGJAPolitan.
Di dalamnya adalah lembaran-lembaran berita khusus dari Jogja dan sekitarnya seperti Kulon Progo, Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Solo – Klaten serta DulangMas… istilah yang sudah lama
tak pernah kudengar yang merupakan akronim dari Kedu, Magelang dan Banyumas.
HarJo juga cenderung memilih penggunaan istilah-istilah khas Jogja seperti Angkringan, Unek-unek, Jagongan, Suluk, Gedhadhe Dab (Tenane, Mas – bahasa walikan jogja) serta Pojok Pakdhe HarJo
yang digunakan untuk menamai rubrik-rubrik khusus di dalamnya.
Sejauh ini belum ada iklan yang bertebaran yang mencolok mata.
Ya, besar harapan saya memang demikian seterusnya, jadilah koran berita bukan media pemuat iklan baris seperti yang sudah-sudah meski tak bisa tutup mata penghasilan dari iklan memang
tak bisa dibilang kecil ya.
Soal pasar? Ah, saya tak menyorotinya karena saya bukan pakar media serta bukan pakar pasar media.
Saya justru lebih tertarik pada larik iklan HarJo di bagian belakang yang bertuliskan “”… Harian Jogja dipasarkan untuk menjadi alternatif bacaan masyarakat Jogja”
Ya, namanya juga pemula, mengambil posisi sebagai “media alternatif” adalah pilihan yang cerdik serta tangkas!
Meski mungkin tak secerdik caranya memuat URL websitenya di halaman paling depan yang hingga saat tulisan ini dibuat masih berupa redirect parking domain saja
dan belum berisi website yang sebenarnya.
Piye Jo, HarJo, mau kerja sama pho, kubikinkan web gratis njuk nanti GudegNet/CitraNet/Citraweb/FotograferNet/Mikrotik dapat jatah apa gitu disitu?
Hubungi marketing saya!
apple ? teteeepp….
Hahahaha!!!
Deskripsimu mantep juga! ;)
@Windy: Sirik aja loe! Lha abis gimaa kalau emang difoto ya pasti keliatan logo Applenya..?
Masa mau diganti jeruk ? :D
hai harjo…..aq minta tolong kepada wartawan darimu untuk menjadi pembicara pelatihan jurnalistik dari buletinq …..gmn?
ngakak dot com :)
Perkenalkan, nama saya juga: Harjo :-)