Aku orang IT? Benar!
Aku orang yang menghamba pada teknologi? Bisa salah, bisa benar!
Tapi yang pasti, aku ingin menjadi orang yang tidak latah teknologi.
Sayangnya, itu cuma kadang-kadang.
Beberapa waktu yang lalu aku mendapatkan sebuah pelajaran kecil di tengah “bisingnya” arus teknologi saat ini.
Semua berawal pada saat aku memutuskan untuk menjual PDAPhoneku setelah dua tahun kupakai.
Kenapa dijual, karena selama masa itu aku merasakan tak terlalu banyak mendapat kemudahan dan manfaat dari penggunaan PDAPhone.
Ini memang sangat subyektif, akan tetapi bagiku ada dua alasan yang paling mendasar yaitu penggunaan stylus dan teknologi layar sentuh.
Bagiku stylus tak cukup “manusiawi” menjadi wakil jari-jemari untuk menyentuh layar. Aku merindukan hentakan-hentakan jari yang terkadang harus emosional dalam mengoperasikan PDAPhone. Stylus jelas tak bisa berkeringat dan tak bisa bergetar ketika kita marah, gundah atau terlampau senang dalam menjawab sms misalnya.
Sementara teknologi layar sentuh justru menyisakan kerumitan tersendiri ketika menghadapi titik sensor yang hanya se-noktah dimana ia harus ditekan.
Lain daripada itu semua, aku sangat merindukan tombol-tombol angka dan huruf yang tidak dimiliki oleh PDAPhoneku.
Pada akhirnya, PDAPhone itu tadi kutitipkan untuk dijual pada salah seorang kawan yang kebetulan berprofesi penjual handphone bekas.
Sambil menunggu PDAPHone terjual, aku pun dipinjami olehnya sebuah handphone pengganti.
Ya namanya juga handphone pengganti sementara, pasti tidak terlalu bagus.
Kemampuannya boleh dibilang standar. Mengirim dan menerima pesan, mengadakan dan menerima panggilan serta fungsi-fungsi dasar pendukung lainnya seperti Buku Alamat, Kalkulator serta Kalendar.
Tapi justru di sinilah yang kusebut “pelajaran kecil” itu terjadi.
Beberapa hari menggunakan handphone sederhana, aku belajar tentang perbedaan antara keperluan dan keinginan. Dua hal yang sebenarnya memang berbeda akan tetapi terkadang karena keadaan maka keduanya ternilai sama. Pada awalnya aku merasakan begitu dibatasi oleh kemampuannya yang hanya itu-itu saja.
Seperti terhalang untuk mendapatkan keinginan-keinginan yang semula dengan PDAPhone begitu mudah tercapai.
Akan tetapi setelah beberapa saat, pada akhirnya perasaan terbatasi itu pun pudar, memupus lalu lenyap begitu saja.
Aku malah bisa melakukan definisi bahwa ternyata setelah sekian lama, kebutuhanku untuk menggunakan handphone itu jauh, jauh dan jauh lebih sedikit ketimbang keinginan demi keinginan yang selalu bertambah seiring release-release media tentang gadget terbaru yang bermunculan saban harinya.
Kenyamanan pemakaian juga kudapat ketika aku bisa begitu santai dan tidak was-was karena menggunakan alat yang menurutku tidak mewah itu.
Beda ketika aku menggunakan PDAPhone, misal aku sedang berada dalam angkutan umum, maka serta merta perhatianku adalah mengamankan peralatan tersebut seperti layaknya aku memperhatikan sebuah perhiasan yang kukenakan, takut kehilangan. Ketika aku berada di lingkungan yang menurutku awam dan standar, aku pun biasa akan mengeluarkan PDAPhone dari sakuku lalu menggunakannya untuk menunjukkan kelas “siapa aku” dan hal ini pun ternyata tak kutemui ketika aku menggunakan handphone pengganti itu. Semata-mata juga bukan karena perasaan minder mengingat handphone penggantiku yang tak bagus dan apa adanya itu.
Beberapa hari sesudahnya, temanku bilang kalau PDAPHone ku telah laku terjual.
Senang, karena akhirnya aku bisa berpisah dari stylus yang tak manusiawi dan teknologi layar sentuh PDAPhone pengganti tombol-tombol kesukaanku itu.
Tapi sedih juga karena harga jual yang diberikan tak sampai sepertiga dari harga aku awal membeli dulu… tapi ya sudahlah. Sekali lagi, dalam waktu yang relatif lama aku seperti telah silap menganggap bahwa PDAPhone itu adalah perhiasan yang ketika dijual harganya akan naik, padahal nyatanya tidaklah demikian.
Lalu tiba masa dimana aku harus membeli handphone baru.
Setelah dua tahun tak pernah mencari-cari, harus kuakui bahwa proses pencarian baik melalui koran maupun internet itu sungguh mengasyikkan. Mulai dari membanding-bandingkan model handphone, bertanya-tanya pada teman yang sudah pernah memakai model yang kusuka hingga menaksir perbedaan harga antar penjual.
Pelajaran kecil yang kudapat tentang kebutuhan dan keinginan saat menggunakan handphone pengganti itupun seperti surut dan aku telah kembali larut dalam kebisingan teknologi.
3G, 3.5 G, megapixel kamera, kemampuan video call, kecepatan akses data, ukuran bita kode warna yang bisa dimunculkan di dalam layar, semua seperti menjadi jerat pikiran bagiku untuk memilih handphone selanjutnya. Oleh karena jerat-jerat itulah pada akhirnya aku harus kembali pada watak asliku, seorang IT yang sebenarnya ingin tidak terlalu latah dalam mengelola teknologi yang tepat guna tapi pada akhirnya justru terkadang terlalu menghamba kepadanya.
Tuhan, ampuni saya! Saya telah berhala!
Bukankah engkau selalu memberhalakan setiap wanita, Don? Huahahaha…!!!
Kebutuhan atau keinginan? Hihihi… ;)
@DM: Waksss hahaha.. maksudmu semut yang berjenis kelamin wanita, sapi betina, ayam petelor, serta buaya betina bukan? ahuahuahuauahua!
Insap Dan, Insap!!!
Halah.. berawal dari blog BrokenCode, nyangkut ke NdoroKakung .. nyasar kesini.
Piye kabare mas Bathuk :D
BTW soal handphone aku ngerasakan enaknya pakai SE P1,bisa chatting bebas pulsa pakai WiFi, sambil BAB di toilet :D
@CakWid: Sik sik… iki cakwid sing panggilannya Kopet, kelas 1-1 De Britto ndhisik?
Bajigrek ki lali kari aku..
kelas 1 sekelas nang I-6
aku biyen sak kos kare Hari/Untu nang samping Puri Artha
yg jelas handset nya seorang donny verdian haruslah yg jarang dan nyentrik. seleb yang yoi itu harus eksentrik
@Ndaru: Wah, ya jelas mangsih kalah seleb sama situ tho! Saya ini rak cuma seleb lokal, ndak kayak situ yang sudah membatavia dan memparahyangan :)
nek arep duwe hp canggih, sedia selotip ae don. gari diselotip karo ketokan kuku ato garisan. lumayan to? hehehe, ra ono lo hp sing duwe fasilitas ko ngono kui hehehe
@Kris: lahh.. sing canggih dudu henpon-ne tapi selotipnya dunks!
awas awas awas handphone menyebabkan emosi tidak stabil lebh baek pakai daun !!!
Pas banget Tulisan ini untuk mengingatkan saya…
Saya sedang berburu PDA padahal kemarin Juga sama Pake smartphone ( SE P990i ), adahal memang kenyataan bahwa toh tidak memenuhi kebutuhan IT saya,,, Dan saya cenderung Butuh dengan 2 Kartu, Tapi Apa daya saya Sudah trauma dengan HP China,, Sempat jatuh hati sama P1 masih genre sony juga sayang harga secondnya masih mahul,,,
Menurut mas apak saya harus menuruti keinginan saya untuk memiliki HP pintar yang Padahal tida begitu Fitur-fiturnya di pakai, padahal saya hanya Butuh Quran digital dan Excel Mobile yang bisa di dapatkan di HP java Sederhana pun,,
Ataukah saya harus Memenuhi kebutuhan saya yang Mempunyai 2 SIM yang Tentunya harus aktif keduanya.
sekalian curhat aja…. Biasanya kalau saya lagi berburu HP saya Ubek-ubek internet,, Forum-forum…
Kasih solusi ya buat ane yang lagi bingung…….