
Aku melihat viralnya berita tentang kemiripan lagu Halo Kuala Lumpur dengan Halo-halo Bandung akhir-akhir ini sebagai sebuah berkah!
Bagaimana tidak?
Gara-gara berita itu, perhatian orang yang akhir-akhir ini makin tersedot ke topik siapa yang akan jadi cawapresnya siapa agak sedikit buyar beberapa saat.
Ya! Ini soal bagaimana study yang dipelajari Johannes Münster and Klaas Staal menemui pembuktiannya, common-enemy effect yang salah satu quote terkenalnya adalah… “external conflict is used to prevent internal conflict”
Secara musik, kedua lagu itu memang mirip benar tapi aku tidak kaget karena bukankah ini cerita lama dari negeri tetangga? Tanpa permisi mengkopi, tanpa alasan mempublikasikan hasil curian… eh kopian!
Batik. Wayang. Reog. Apalagi?
Adalah baik melihat langkah yang hendak diambil Menko PMK, Muhadjir Effendy untuk memperkarakan masalah ini lewat jalur formal, mengaitkannya dengan hak cipta.
Selebihnya, mari kita semakin viralkan, berkomentar tajam tapi sopan dan sebagai orang yang tidak lagi muda, aku mengajak kalian untuk berefleksi terhadap diri sendiri tentang hal yang bisa kita pelajari dari peristiwa ini.
Pertama, jangan menjeneralisasi!
Karena kasus ini (dan beberapa kasus lain di atas) lalu menjeneralisasi bahwa semua orang Malaysia pasti plagiat adalah salah! Orang Jawa bilang, jangan nggebyah uyah!
Kita toh nggak pengen juga dicap sebagai plagiator hanya karena lagu (Kulihat) Ibu Pertiwi karya Kamsidi Samsudinlebih dari seratus tahun lalu itu mirip betul dengan What a friend we have in Jesus ciptaan Charles Crozat Conversetahun 1868.
Atau Dari Sabang Sampai Merauke ciptaan R. Suharjo itu mirip banget dengan lagu kebangsaan La Marseillaise (dan intro All You Need is Love-nya Beatles pun mirip dengan keduanya!)
Kedua, mari semakin menghargai hak cipta!
Momentum ini barangkali juga bisa dimanfaatkan untuk lebih menghargai hak cipta atas karya seseorang.
Penghargaan yang seharusnya nggak lagi cuman soal “Duh bagus ya!” atau “Jangan beli bajakan!” tapi juga bagaimana memproteksi ketika soalan plagiasi seperti ini terjadi..
To the very extreme… ya harusnya perjuangan menangani hak cipta itu disuarakan secara banal seperti yang kita lihat belakangan dari beberapa pencipta lagu di Tanah Air. Hal itu tidak salah meski kesannya kok tiba-tiba begitu menggema! Semoga seiring berjalannya waktu (baca: setelah Pemilu tahun depan) bisa makin dilihat masyarakat bukan sebagai reaksi kemarahan atau… terkait kampanye doang.
Ketiga, peringatan bagi pencipta lagu
Ya! Era dimana kita hidup berbeda dengan era dulu.
Sekarang, orang gampang banget buat cari informasi apakah sebuah lagu itu mirip dengan lagu-lagu yang sudah ada sebelumnya atau tidak lewat internet dan social media. Jadi, untuk para pencipta lagu, i know gak ada yang original di muka bumi ini!
Tapi kalau mau ngejiplak, carilah lagu yang dirilis dari sebuah grup band atau penyanyi tak terkenal dari negara antah-berantah jadi kemungkinan netijen tahu bahwa karya loe jiplakan itu kecil atau bahkan gak ada sama sekali.
Sekian dulu.
Aku mau ngelanjutin nyeruput kopi sambil dengerin Father and Son (Cat Stevens / Boyzone) trus lanjut Anugerah Terindah yang pernah kumiliki (Sheila on 7) atau Bimbim Jangan Menangis (Slank) lalu lanjut Fool to Cry-nya Rolling Stones.
Uhuk….
0 Komentar