Hakikat Doa

13 Jan 2010 | Cetusan


Adalah Budi, teman lama yang tua-mudanya kira-kira sama denganku.
Teman-teman sering bilang kami ini,aku dan Budi, seperti halnya saudara kembar karena secara fisik dan beberapa kebiasaan serta hobi kami nyaris sama. Tapi dari semua kesamaan yang ada, pembedanya adalah ketika dulu aku sudah harus mulai sibuk bekerja membanting tulang, ia malah sibuk berdoa dan terlibat aktif dalam berbagai kegiatan agama. Aku sendiri sebenarnya penasaran apa sih motivasinya untuk berkubang dalam hal-hal berbau agamis dan ‘tak kasat mata’ seperti itu.
Kian hari, rasa penasaran itu kian meluap hingga akhirnya aku tak sanggup lagi untuk menahan tanya tentang perilaku doanya.
“Bud, kenapa kamu begitu lama berdoa? Apa saja yang kau katakan dalam doamu itu?” begitu tanyaku.
Bukannya sungkan atau risih, ia malah sumringah memberikan jawaban terkait dengan ‘hobinya’ itu.
“Wah, Don! Kamu bertanya pada orang yang tepat tapi tidak dengan pertanyaan yang tepat!” jawabnya mantap.
“Weleh, kenapa demikian, Bud?”
“Banyak, Don! Banyakkk betul yang biasa kukatakan dalam doaku. Saking banyaknya aku bingung mau kasih jawaban yang mana ke kamu!”
“Oh begitu… Ya sudah, ndak usah semua lah, Bud. Satu-dua biji saja sebagai contoh!” desakku.
“Hmmm, begini… aku selalu berdoa apaaaa saja!
Mulai dari keinginanku untuk meminta grand piano baru, keinginanku supaya dicarikan jodoh dari kalangan yang baik-baik dan seiman… sampai keinginanku supaya Tuhan nggak memberikan hujan hari ini.. dan lihatlah! Nggak hujan tho hari ini? Makanya aku bisa main ke rumahmu dengan kondisi langit yang terang-benderang!”
Aku pun terdiam dibuatnya. Meski tak sepaham dan jauh dari faham atas penjelasannya, aku memilih manggut-manggut saja.
Bagiku, tingkah doanya terlalu memusingkan.
* * *
Masa pun berganti. Beberapa lama setelah pertemuan terakhir itu, Budi menghilang.
Tapi sebenarnya, entahlah.. Aku tak tahu apakah dia yang menghilang atau justru aku yang menghilang daripadanya.
Hingga di suatu siang yang kerontang, Budi mendatangi kantorku untuk menemuiku.
“Halo Don, apakabarmu?” wujudnya masih sama meski kulitnya agak sedikit melegam.
“Wah baik Mbut eh… Bud hehehe!” tukasku bercanda.
Kusodorkan tanganku kepadanya dan kamipun erat berjabat tangan.
Setelah berbasa-basi sejenak, untuk melanjutkan obrolan, kuajak dia ke warung angkringan tak jauh dari kantor yang buka sejak siang.
Obrolan pun membuncah ditingkahi dengan saling tukar informasi tentang apapun terutama tentang kawan-kawan lama yang juga telah lama menghilang.
Kupikir awalnya pertemuan siang itu bakalan jadi sekadar temu kangen saja karena kami toh sudah sekian lama tak bertemu, akan tetapi tak kusangka, hari itu Budi mengajakku berdiskusi, sedikit banyak bertanya kepadaku tentang hal yang seharusnya justru aku tanyakan kepadanya.
“Don, kamu pernah merasa dikecewakan Tuhan?” tanyanya membuka obrolan yang lebih serius di tengah suara deru kendaraan yang wira-wiri di jalanan.
“Heh!? Maksudmu, Bud?” tanyaku.
“Iya! Tuhan pernah nggak, nggak menjawab doamu? Atau setidaknya cuek kepadamu?”
“Oh…” aku bingung seperti mencari hilangnya utas tali jawaban di benakku.
“Hmmm, dikecewakan sih nggak, justru aku yang sepertinya selalu mengecewakan Tuhan, Bud!” jawabku serius.
Kutatap matanya, dan mata itu mendarat ke bawah, Budi seperti kehilangan sesuatu, tak seperti dulu dimana sorot matanya adalah pisau tajamnya untuk meyakinkan lawan bicaranya.
“Hmmm, gitu ya..? Kok bisa? Kok bisa nggak pernah dikecewakan?” tanyanya lagi mendesak.
“Sik..sik! Sebentar, Bud… Ini menarik! Kenapa kamu tiba-tiba datang dan bertanya seperti itu?” tanyaku balik sambil membenarkan posisi dudukku, kali ini aku benar-benar berhadapan dengannya.
“Begini, Don… beberapa waktu yang lalu tiba suatu saat dimana aku merasa sangat dikecewakan Tuhan.
Aku sudah minta ini dan itu, terkadang dikabulkan tapi kadang juga diabaikan. Terakhir kali ketika aku sudah tinggal selangkah lagi menikah, pacarku memutuskanku karena alasannya aku belum dapat pekerjaan tetap…” ujarnya.
“Lha, kamu sudah pernah meminta Tuhan supaya Ia memberikan pekerjaan tetap apa belum?” tanyaku.
“Hmmmm… belum!” jawabnya.
“Kenapa nggak minta?” tanyaku mendesak balik.
Tiada jawaban darinya. Hening.
“Bud… Budi. Aku nggak pernah merasa dikecewakan Tuhan barangkali karena aku nggak pernah meminta terlalu banyak dariNya.” Jawabku singkat.
“Maksudmu?”
“Ini soal pola doa. Aku nggak pernah meminta tapi selalu bersyukur untuk apa yang telah diberikanNya! Aku tak pernah minta diberi gitar Gibson atau kamera digital dSLR terbaru sehingga ketika aku belum mendapatkannya ya aku tenang-tenang saja!”
“Tapi kan Tuhan tempat segala permohonan ditujukan, Don?”
“Ya memang, tapi apa bedanya dengan tempat sampah kalau kamu mengirimkan semua keinginan ketimbang kebutuhanmu padaNya?” jawabku lagi.
Sesaat ia terdiam lagi. Matanya masih malas menyapu pada permukaan kayu tempat duduk sementara makanan yang tak disentuhnya sedari tadi sudah semakin mendingin.
“Hmmmm, benar juga katamu, Don! Lantas bagaimana doamu?”
“Doaku? Aku berdoa tak terlalu bertele-tele. Terkadang hanya dalam diam, dalam tangis pernah juga aku doa sambil ketawa-tawa, Bud! Aku percaya Tuhan adalah translator yang baik; penerjemah ulung yang mampu membaca semua perasaanku”
Ia manggut-manggut.
“Aku tak pernah ragu untuk segala apa yang kuperlukan, Bud. Makanya aku tak pernah minta yang neko-neko seperti hmmm sorry, seperti kamu dulu!” tegasku lagi.
“Apa salahku?”
“Aku nggak menyalahkanmu! Tapi aku berpikir ketimbang kamu berdoa minta ini-itu, mendingan kamu berdoa supaya kamu diberi rejeki secukupnya dan semangat untuk melakukan yang terbaik, itu cukup! Jadi ndak peduli kamu kehujanan, kepanasan, kelaparan dan kehausan ataupun kekurangan, Tuhan akan tetap kamu rasakan membimbing setiap langkah dan nafasmu.”
“Hmmm…..” Budi terdiam.
“Trus masih ada lagi, Bud.” tegasku.
“Hmmm?”
“Jangan terlalu banyak berdoa kalau kamu bahkan untuk bekerja pun tak sempat!
Aku yakin Tuhan senang kamu berdoa tapi Ia juga akan senang kalau tahu bahwa kamu adalah manusia yang giat yang mau menggunakan segala daya dan upaya yang ada padamu untuk berusaha!” jawabku.
Budi tak lagi sanggup berkata-kata.
Sosok yang dulu kukenal berapi-api itu bagaikan arang kehilangan bara, ayam jantan kehilangan tajinya.
Sejenak keheningan kubiarkan menguasai ruang sempit di antara kami berdua supaya kata-kataku yang meluncur kepadanya itu tak menggilasnya lebih tandas.
Lima belas menit terlewati, aku melihat ke arah arloji yang kukenakan,
“Bud, sorry aku harus kembali… berdoa!”
Budi terkaget-kaget seketika. “Eh, kamu mulai rajin berdoa sekarang?”
Dalam pertanyaannya kulihat ia sumringah seperti mendapatkan ‘teman’ baru atas kekhawatirannya.
“Sejak dulu, sejak kamu sering ngumpet di kamar hanya untuk berdoa, aku telah lebih dulu rajin berdoa!” ujarku.
“Oh ya?” tukasnya.
“Yupe! Tapi bedanya, doaku tidak lewat kata-kata! Doaku ada dalam setiap hasil karyaku, rasa pusing di otakku, degup serta detak jantungku, letih-letih di ototku, rasa kecut-masam di keringatku serta … serta justru di setiap kata-kata pisuhan dan kecewaku. Di sana…. kuyakin Tuhanmu, Tuhan yang sama denganku mendengarkanku, Bud!”
* * *
Pertemuan itupun mendekati paripurnanya. Waktu terus bergulir dan aku benar-benar harus kembali bekerja.
Kami berdiri dan kupeluk dia sebagai seorang sahabat. Tak sepatah katapun kulontarkan lagi kepadanya selain senyum dan sorot mataku yang menancap di benaknya.
Lalu kutinggalkan ia sendirian di warung angkringan itu.
Satu hal yang cukup menggetarkan telah kulewati hari itu…
Untuk kalian yang merasa kenyang hanya dengan berdoa….
Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga…. “(Matius 7:21-23)

Sebarluaskan!

47 Komentar

  1. Aku juga tidak suka berdoa lama-lama dan bertele-tele, yang dirangkai dengan kata bersastra tinggi. Jika berdoa yang dimaksud adalah hening, mengatupkan tangan, di gereja, di kamar dll. Meskipun Tuhan berkata, “Mintalah maka kau akan diberi….”
    Tapi aku setuju bahwa setiap tindakan kita bisa merupakan doa. Bahkan waktu kita buang air besar di WC, don. Itu adalah waktu yang sebetulnya paling bagus! Paling bermanfaat jika dipakai untuk merenung…. dan berdoa, dalam hati, berkomunikasi dengan Tuhan.
    Hey, aku juga mau berdoa, supaya bapak (dan ibu) wannabe ini sehat dan bisa bersiap lahir batin menyambut sang putri. Amin
    EM

    Balas
    • Hi Imel, apa kabar lama tak jumpa :)
      Persoalan yang ingin kukemukakan sebenarnya bukan hanya pada ‘bertele-tele’nya doa yang dipanjatkan tapi lebih pada ekspektasi orang yang berlebihan melalui doa..
      Doa memang kuat, tapi seperti kata Santo Benediktus, Ora et Labora.. berdoa dan bekerja :)
      Wah, berdoa di WC? Hahahaha aku menghabiskan waktu di WC untuk membaca dan terkadang menulis :)
      Makasih doanya… semoga anakku lahir dengan normal dan sehat, istriku dianugerahi kesabaran dan kesehatan yang baik pula.. dan aku diberi pencerahan supaya lebih dewasa dalam bersikap hahaha :))

      Balas
      • Aku kalo di WC habis waktuku buat ngelamun malah hahaha…

        Balas
  2. Njenengan benar mas. Aku pun percaya bahwa setiap nafasku adalah doa.

    Balas
  3. Kadang doa kuterjemahkan dengan menjalani hidup apa adanya. Itu hanya salah satu “terjemahan” doa bagiku. Tapi kata2 Ora Et Labora itu bener byangeeet! Berdoa sembari terus bekerja….

    Balas
    • Wangun! Baru sekali dengar “Doa diterjemahkan dengan menjalani hidup”
      Salut, Kris!

      Balas
  4. Wah, kamu memakan 1 korban lagi… Yah, tapi pembelokan mindset memang susah dan menyakitkan. Semoga saja si embud tetap tegar, maju terus, dan dapet penyegaran.
    Aku sendiri… wes gak tau sembayang bertahun tahun… kegereja juga kemarin natal tok… aku tambah kacau ternyata, hehehe, makane rodok semriwing kalo baca postingan2 rohani, apalagi ngeliat foto headermu yang goyang dan kau banggakan dulu, merasa mak “deg… wah… khusyuk mode” wkwkwkw

    Balas
    • Nggak ada yang perlu dibelokkan kalau kita berjalan di jalan yang luas ya tho?:)

      Balas
  5. Doa adalah sarana komunikasi kita dengan Tuhan, Idealnya memang harus ada waktu khusus untuk berbicara dengan-NYA. Meminta, sudah pasti boleh tapi alangkah manisnya jika melalui Doa kita menjalin hubungan yang intim dengan-NYA. Tepat katamu, memperbanyak ucapan syukur ke hadirat-NYA itu jauh lebih bermakna. Dan idealnya kehidupan itu dijalankan berimbang..berdoa dan bekerja.

    Balas
    • Agak beda, Ris.. waktu khususku untukNya ya di gereja.. sesudah itu, seluruh waktu aku harus bisa slalu berbicara denganNya..:)

      Balas
  6. berarti si Budi sebaiknya baca hakikat doa Bapa kami aja ya, Don hihihihi…
    nice post, aku sukaaaaaaaa

    Balas
    • Hehehehe..
      wah kupikir tulisanku ini nggak banyak disukai karena panjang dan fiksi.. Thanks telah suka, Fem!

      Balas
      • loh ya pasti suka, masak orang yang suka nulis fiksi ndak seneng sama fiksi. lagian masak orang yang suka nulis panjang-panjang ndak seneng sama posting panjang wkwkwkwk… (nyindir diri sendiri critanya xixixi…)

        Balas
  7. berkomunikasi adalah berbicara dan mendengarkan, kadang kita lupa mendengar kan, kita terlalu cerewet ora nyemak!!
    ini indah sekali Don, Bro Neo likes this (gambar jempol ngathung)
    “…doaku tidak lewat kata-kata! Doaku ada dalam setiap hasil karyaku, rasa pusing di otakku, degup serta detak jantungku, letih-letih di ototku, rasa kecut-masam di keringatku serta ? serta justru di setiap kata-kata pisuhan dan kecewaku. Di sana?. kuyakin Tuhanmu, Tuhan yang sama denganku mendengarkanku …”
    AMDG
    Gusti paring berkah

    Balas
    • Suwun, Dab!
      Mbesuk pas mudik kita ketemuan yuk!

      Balas
  8. Td malam ini udah gw baca Don, tp malah ktiduran, lupa komen hahaha.. Hbs buka dr pc ga bisa, jd buka dr hp.
    Takjub jg dengar kawan kamu itu berdoa begitu panjang utk meminta begitu byk rincian. I mean, dia spt pesan delivery aja, pake lis. Smtr berdoa itu menurutku bukan soal meminta, tp adalah hubungan komunikasi kita dgn Tuhan. Spt curhat dan saling pengertian antar teman, dgn demikian kita tak perlu menuntut banyak krn kita sadar Tuhan punya cara sendiri utk tiap umatnya. Bukankah kita berteman jg tak bs menuntut banyak?
    Lebih baik berdoa minta kesehatan lahir batin, agar bs bekerja, berpikir, bertindak dgn benar. Klo da bener, lis yg td kita buat pelan2 bs terealisasi kan hehheh.. Jd bs beli piano, bahkan gitar dan camdig sekaligus..

    Balas
    • Hehehehe, bener Zee…
      Sebagian orang masih memandang doa sebagai obat bukan sebagai jalur komunikasi…
      Alhasil, ekspektasi orang terhadap doa adalah ia harus mujarab mengobati ke-tuna-an sedangkan kalau kita memandang doa sebagai ‘jalur komunikasi’ setidaknya, obat atau bukan obat kita tau pasti Tuhan, yang kita tuju, at least ‘mendengar’ ke-tuna-an itu..
      Kupikir ini inti yang lebih mendalam :)

      Balas
  9. Don, memang antara doa dan berusaha bisa saling mengcover, namun jika hanya berdoa tanpa usaha, bagaimana Tuhan mengabulkannya? Kan tank mungkin uang jatuh dari langit.
    Dan jika kita naksir seseorang dan berdoa agar mendapatkannya, namun tak dikabulkan, bukan berarti Tuhan tak sayang sama kita, namun karena Tuhan punya rencana lain, yang lebih baik dibanding rencana kita.
    Saya berdoa biasa saja…namun ada hal-hal tertentu saya bisa lebih khusyuk berdoa, terutama di malam hari….sehingga tak menganggu jadual kerja. Bukankah agama adalah lampu atau lilin untuk kita agar kita tahu kemana arah yang baik?

    Balas
    • Maaf ada yang salah tik..payah nih kalau masih ngantuk. Pls koreksi ya. Makasih…

      Balas
    • Hehehehe, benar Bu Enny…
      Bu Enny masih ngantuk pasti karena semalam terlalu larut dalam doa ya?:))
      Saya paling anti doa malam, Bu.. bukannya kenapa-napa.. alih-alih bisa kusyuk doa, yang ada malah saya molor..:))

      Balas
      • hihihi sama don, aku kalau udah ngantuk mending tidak berdoa daripada dipaksa :p eh tapi ada yang bilang ini dosa hihihi… bagiku tinimang harus amin besok pagi, mending aku atur jam doa pas lagi semangat2nya, misalnya jam 7 malem. Jadi mau tidur gak doa lagi :D paling ngomong dalam hati, aku mau tidur Tuhan, lindungi kami sekeluarga, dan besok bisa bangun dengan segar. hehehe…

        Balas
  10. kisah tentang doa mu mantab Don, ada teman yang bilang “aku sih memang jarang ke gereja tapi aku gak bunuh makhluk Tuhan”.
    sangat setuju dengan pemikiran meminta yang paling sederhana, karena Bapa adalah translator yang begitu hebat.
    :)

    Balas
    • Hehehehehe, tp jangan salah Fer, aku menulis demikian bukan berarti aku ingin mengecilkan arti ke gereja…
      Aku memang memiliki persepsi yang berbeda soal doa, tapi soal gereja aku masih cukup konvensional yaitu bahwa sebisa mungkin aku akan meminimkan jumlah hari sabtu/minggu dimana aku tak pergi ke gereja:)
      Tapi aku setuju dengan istilahmu.. Bapa adalah translator yang hebat :)

      Balas
  11. doa akan lebih afdhol jika kia berusaha ya mas :)
    buat apa doa panjang2 kalo gak ada usahanya…
    kalau di aku itu, usaha doa baru deh boleh tawakkal :D

    Balas
    • Betul… paduan doa dan kerja adalah DOA :)

      Balas
  12. Saya malah jarang sekali menyediakan waktu khusus untuk berdoa. Saya berdoa dengan cara berbuat.
    Misalnya, kalau saya pengen memiliki suatu barang, misalnya, doa saya lakukan dengan menabung uang yang saya punya. Jadi, di saat uangnya sudah cukup dan barang itu terbeli, maka doa saya pun terkabul. Tapi, kalau uangnya sudah cukup, ternyata barangnya sudah sold out, itu artinya barang itu bukan rejeki saya. Hehe!
    Cuma beberapa kali, saya memang menyempatkan diri untuk berdoa. Untuk saya, hidup memang sebuah perbuatan, tapi doa adalah nilai plus. :)

    Balas
    • Betul…
      Saya kurang setuju kalau hidup tanpa doa dalam arti kata menyempatkan diri untuk bercakap dengan Yang Tak Kelihatan…
      Tapi terlalu banyak berdoa (apalagi kalau itu hanya alasan untuk menghindari hidup) ya bakalan menyusahkan juga… :)

      Balas
  13. Gimana kalo tanpa doa sekalian, kerja aja atau belajar aja. Kalo bicara tentang kesuksesan, kan orang tak bertuhan juga sukses. Mereka nggak pada berdoa juga kan?

    Balas
    • Kalau parameternya sukses sih, jangankan tanpa doa, tanpa bekerja pun bisa kalau mau nekat :)

      Balas
  14. Don… keseimbangan antara doa dan usaha, aku sangat setuju itu.
    Kita berdoa karena kita yakin ada kekuatan Maha Dahsyat di atas semua usaha kita. KepadaNya lah kita pasrahkan segala daya dan upaya kita…
    Usaha tanpa doa, kesombongan
    Doa tanpa usaha, sia-sia

    Balas
    • Betul Uda, di sini nilai yang lebih universal untuk setiap tata spiritual orang bakalan sama ya…:)
      Thanks komentarnya… sangat memperkaya!

      Balas
  15. Saya selalu teringat nasehat ayah saya, “setiap kerja itu ibadah asal dilandasi niat untuk kebaikan. Lakukanlah setiap pekerjaan dengan sepenuh hati, tak ada gunanya berdoa tanpa berusaha.”
    Postingan ini keren Don, sangat berbobot dan sarat pesan moral :)

    Balas
    • Thanks, Glek… :)
      Omongan bapakmu, benar sangat!

      Balas
  16. hmm… kamu orang ke-2 yang menuliskan tentang doa spt ini…
    teman-ku bilang: “kalo kamu berdoa gak usah panjang lebar, yg penting intinya aja… Tuhan pusing tauuu…”
    aku bilang: “kamu cowo sih… kalo cewe kan jatah mengeluarkan kata-katanya memang lebih banyak dari cowo ” hehehe…
    tapi sebetulnya yah aku setuju sih dengan kalian, walau kadang aku memang betah berlama-lama curhat ke Tuhan… hehe..

    Balas
    • Hi Joice…
      inti dari tulisan ini sebenernya bukan pada panjang pendeknya doa lho, tapi pada ekspektasi kenapa harus berdoa panjang dan pendek :)
      Berdoa pendek kalau alasannya malas ya sama aja boong dan sama dengan berdoa panjang tapi alasannya merayu Tuhan supaya tampak terlihat tak malas ketimbang yang berdoa pendek.
      God bless!

      Balas
  17. bernostalgia ttg teman memang selalu menarik, mas don. semoga budi “kembaran” mas donny membaca tulisan ini, hehe …

    Balas
  18. kayaknya dr semua artikelmu yg pernah kubaca ini yang paling apik! (so far)

    Balas
  19. wah, sangat mendalam, sekali lagi saya pun setuju..
    doa tanpa usaha sama dengan percuma..

    Balas
  20. mantab sekali semoga tambah sukses

    Balas
  21. berdoa sambil berusaha harus seimbang, slm kenal……

    Balas
  22. bener iku don, mosok gusti mung dadi tempat sampah, wes kesel2 nyiptake manungso iseh disambati terus, po ra kesel gusti le ngelist permintaan2ne menungso le dho ndonga iku.. lha opo yo gusti ki ra dhuwe rewang, ibarate koyoto gusti iku presiden, opo yo ra dhuwe sakperangkat mentri, gubernur, bupati, camat, kades, lurah, RW, RT, pulisi, pamongpraja, dll sing iso dijaluki tulung, mosok mung arep golek KTP njaluke kudhu ng presiden? njaluk ngaspal dalan opo yo kudhu sing ngaspal pak presiden dhewe?
    lha trus nyenyuwune mbek sopo? lha nyuwuno karo asisten2ne gusti sing berwenang dibidange, cobo’o tekon marang gusti, gusti menawi kawulo nyuwun jawah meniko kaliyan sinten? iyo ngger, nyuwuno karo dewone sing ngurusi udan, kae bethara indra.. misale! ning yo mbuh yo, aku yo rung tau dijawab gusti ik..
    sederhanane ae, akeh molaikat sing iso disuwuni, ben gusti ki ra mumet mikirke menungso dho ngedan kabeh! Eee.. jamane jaman edan nek ra edan ra keduman!
    nek masalah kudu lungo ng grejo aku yo ra tau hehe, lha ibarate aku wes dhuwe telpon seluler sing iso dinggo nelpun seko endi2, ngopo kudhu menyang wartel? lha wong sinyale we yo ng ndi2 ki ono, nggih mboten?! :D
    ora ngajari murtad lho iki, mung dilogika ae heahaha, menawi lepat nggih kulo nyuwun ngapunten..

    Balas
    • Hahahahahahahahahahahhahahahahaha..
      Aku nganti ngguyu kekelen dewe, Pang…
      Ealah, konco lawasku iki pancen nyentrik tenan..
      Yo wes, gek ndhang dilanjutke dengan henpon, rasah menyang wartel :)

      Balas
  23. Wah, sudah lama juga ya tulisan ini, dan baca sekali lagi malam ini…

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.