Aku lupa bilang bahwa hari sabtu, dua minggu silam, 15 November 2014, adikku sekaligus satu-satunya saudara sekandungku, Chitra Verdiana yang bersuamikan Ayok Prabowo, melahirkan anak pertamanya, Geoffrey Archi Nayottama.
Lengkap sudah ?gelar? yang bisa kudapat pada apa yang kunamai sebagai level kedua kehidupan ini.
Level pertama menurutku adalah ketika kita menjadi anak. Level kedua adalah ketika kita menjadi suami lalu ayah lalu om/paklik atau pakdhe.
Jika Tuhan memberi umur panjang padaku dan anak-anakku serta menentukan jodoh dan keturunan bagi anak-anakku, aku tentu akan naik ke level ketiga menjadi seorang kakek!
Tapi jangan dibayangkan dulu lah aku menjadi kakek meski kalau kamu kelepasan berimaji tentang bagaimana seorang DV menjadi kakek, pastikan bahwa tattoonya akan semakin banyak, lubang di telinganya juga masih tetap sama 12mm lebarnya, dan semoga tetap nyaman ber-tshirt hitam, celana jeans, bertopi dan ber-sneakers!
Kembali ke soal keponakanku, anaknya Chitra dan Ayok.
Wajah Geoffrey sekilas mirip betul dengan wajah Chitra, ibunya ketika lahir. Yang membedakan adalah Geoffrey lebih putih, rambut yang hitam dan lebat dan hidung yang lebih mbangir serta dahi yang lebih sempit. Mamanya dulu lahir dengan kulit yang lebih gelap, rambut merah nan tipis serta hidung yang sangat pesek! Saking peseknya Papaku almarhum dan Nenekku mengistilahkan hidungnya sebagai hidung ?mbongkok semendhe? (seperti pelepah daun kelapa yang disandarkan).
Tapi tentu wajah anak akan selalu berubah.
Pengalaman dengan kedua anakku, Odilia dan Elodia, apa yang tampak ketika lahir bisa berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Kadang mirip Papanya, kadang Mirip Mamanya dan demikian seterusnya selayaknya hidup yang berdinamika.
Tapi akan seperti apapun wajahnya nanti, anak adalah anugerah yang sangat memperkaya kehidupan. Ada saat-saat yang kesannya sangat kerepotan, ada hal-hal yang harus tak dilakukan karena sudah punya anak, tapi di sisi lain ada kebahagiaan yang tak sanggup dilukiskan dengan abjad dan kata.
Adapun dinamika menjadi orang tua, menurut pengalamanku sangat dipengaruhi oleh satu hal, naluri.
Aku ingat beberapa saat sebelum Odilia, anak pertamaku lahir, 2010 silam, seorang bertanya kepadaku, ?Kamu siap jadi Bapak??
?What can i say? Apa yang kamu harapkan dariku sebagai jawaban?? balasku.
Siap tidaknya menjadi orang tua tak bisa dimateraikan dalam sebuah jawaban yang paling bagus sekalipun karena kata-kata tak kan berguna dibandingkan kesigapan kita dalam mengganti popok anak, membuatkan susu, mengantarkan anak ke dokter, membersihkan makanan yang tiba-tiba ditumpahkan dari piring plastiknya dan lain sebagainya, kan?
Itulah naluri! Hal yang tak bisa dipelajari dan tak kan mampu dimengerti sebelum kita masuk mengalaminya sendiri!
Ketika Geoffrey masih dalam kandungan, hal yang sama pun ingin kutanyakan pada orangtuanya, Chitra dan Ayok, tapi puji Tuhan hal itu berhasil kutahan semata karena aku tak mau membuang-buang tenaga dan energi untuk sesuatu yang tak ada gunanya.
Hanya sekali aku memberi wejangan pada adikku itu, sifatnya pun hanya himbauan. Waktu itu, sebelum mereka menikah, 2012 silam, aku bicara begini, ?Chit, setelah menikah, usahakanlah untuk sesegera mungkin membeli mobil.?
Waktu itu Chitra sempat mempertanyakan himbauanku itu. Tapi aku lantas menjelaskan, ?Waktu kita lahir dulu, Papa Mama kita belum bisa beli mobil! Kemana-mana, kita selalu diboncengkan naik sepeda motor. Terbayangkah kamu, berapa banyak gas karbon hasil pembakaran bensin yang masuk ke paru-paru kita?? ujarku kepadanya.
Lalu Tuhan memampukan mereka untuk membelinya meski nyicil. Lalu Chitra hamil dan kini Geoffrey lahir, setidaknya ia dan suaminya telah menunjukkan bahwa hidup itu sejatinya memang harus dibawa ke perubahan yang lebih baik.
Jadi.. sekali lagi selamat Chitra dan Ayok!
Kita telah sama-sama memasuki babak baru dalam kehidupan ini. Kita tak lagi hanya berdiri sebagai anak dan menantu dari Papa dan Mama, tapi juga sebagai orang tua dari anak-anak kita.
Hidup kalian tentu tak kan menjadi semakin mudah tapi sekaligus juga jadi lebih penuh warna! Tapi disitulah uniknya seni hidup. Jangan kalian terlalu risaukan banyak hal yang sepertinya tak mudah untuk tercapai atau tak yakin untuk kalian lalui karena Tuhan mana yang akan membiarkan kalian berjalan sendiri sekalipun kalian berada di dalam lorong yang paling gelap?
Jagai Geoffrey! Persiapkanlah ia untuk menjadi orang yang mengutamakan kebenaran dan kejujuran dalam menjalani kehidupan yang perlu diperjuangkan di depan melalui cara-cara kristiani dan tetap dalam pelukan budaya Jawa yang agung.
Sampaikan peluk dan cium dariku, Pakdhe Donny serta Budhe Joyce, Kakak Odilia dan Kakak Elodia untuk Geoffrey. Bisikkan kepadanya bahwa secepatnya Pakdhe sekeluarga akan berkunjung ke Indonesia untuk menjumpainya!
Catatan ini pas banget aku baca saat kelahiran calon anakku ini masih loading 40%, Don. Aku sering banget meragukan kemampuanku menjadi seorang ibu yang baik secara aku ini selebor banget, pecicilan, masih sering bangun siang, males bersih-bersih rumah.. Ya, bukan standar ibu yang ideal deh.
Sampai kemudian membaca ini, juga ingat sama kata-kata sahabatku, kalau menjadi orang tua itu kelak akan muncul nalurinya secara otomatis. Itu karena keadaan. Jadi nggak usah kuatir. Dijalani aja.
Semoga aja begitu, ya. Masih separuh perjalanan lagi, semoga naluri itu beneran muncul saat anakku lahir nanti. Aamiin!
Sip, La!
Satu hal yang kupercaya, Tuhan ingin kita ini menikmati hidup. Jadi seberat apapun menjadi orangtua hal itu pasti menyenangkan dan aku telah membuktikannya.
Semoga kehamilanmu lancar, kamu sehat, anakmu sehat, suamimu juga tabah dan cepat tanggap untuk menerima berkat berupa ‘naluri’ sebagai orang tua.
Kabar-kabar ya!
Wowww ternyata tulisan ini dalam sekali maknanya.. Ku pikir tulisan ini hanya tentang aku yang kekanakan lalu punya anak.. Ternyata wejangan nya lebih banyak.. Hehehe makasih banyak mas… Salam balik dari Geo untuk keluarga.. Kakak Odi, kakak Elo dan Budhe Joyce..
Selamat, sekarang sudah jadi pakdhe DV!
Sebelum melahirkan aku bahkan tidak pernah berani memegang bayi! Tapi naluri menjadi ibu memang tidak bisa bohong