Gelas kosong dan hidup yang mengasihi

6 Mei 2018 | Kabar Baik

Di rumah nan mungil itu hanya ada sebuah gelas yang harus digunakan beramai-ramai para penghuninya. Ada ayah, ada ibu dan dua orang anaknya. Demi anak-anaknya minum minuman yang mereka sukai, terkadang si ayah dan si ibu harus mengalah menggunakan gelas itu tadi.

Barulah ketika para precil tidur, si ibu menyeduh teh lalu menuangnya ke gelas itu. Sejak kemudian, si ayah yang bersabar lantas menggunakannya menyeruput kopi. Begitu terus-menerus, tiap hari-tiap malam.

Tapi pada satu ketika, saat sedang menyeruput kopi, tiba-tiba anak tertuanya terbangun kehausan. Tak ada cara lain, si ayah membuang kopinya lalu menyerahkan gelas kosong itu untuk anaknya minum air putih.

Demikian juga pada satu ketika yang lain, saat hendak menuang gula di atas teh panas-kentalnya, si ibu harus membuang teh karena anak bungsunya terbangun minta dibikinkan milo hangat.

Gelas adalah hidup.

Menyediakan diri untuk mengasihi orang lain adalah seperti mengosongkan gelas kehidupan, gelas diri untuk diisi hidup dan diri orang lain yang kita kasihi.

Tak heran Yesus hari ini mempersilakan kita untuk tinggal di dalam kasihNya (Yohanes 15:9) karena Ia telah mengosongkan diriNya untuk kita masuki, untuk kita kecap kasih dan cintaNya yang tak terhingga itu.

Demikianlah juga kita seharusnya pada sesama karena Ia meminta kita untuk mengasihi satu sama lain seperti Ia mengasihi kita. (Yohanes 15:12)

Kita harus mengosongkan diri kita supaya orang-orang merasakan kasih dari dalam ?gelas? kita.

Mengosongkan adalah menyangkal diri. Merendahkan diri, mengecilkan ego. Dalam konteks sehari-hari proses mengosongkan diri banyak kita jumpai.

Ingatlah orang tua kita.
Bagaimana mereka dulu berusaha untuk mencukupi kita?

Seorang ayah rela bekerja keras membanting tulang. Bangun pagi-pagi benar mengalahkan dingin yang menggigil bekerja seharian lalu pulang larut malam. Semua demi baju baru anak-anak dan istri, demi terlunasinya tagihan-tagihan kebutuhan yang kian lama kian mencekik.

Padahal jika mau, siapa yang sudi bangun pagi-pagi? Bukankah lebih baik meringkuk di balik sarung dan selimut?

Itulah ego yang dibuang, diri yang dikosongkan! Orang yang melakukan kasih seperti itu, mereka memang tak mati disalib seperti Yesus. Tapi mereka menyalibkan egonya sendiri, keinginannya sendiri, keduniawiannya sendiri demi orang-orang yang dikasihinya.

Sydney, 6 Mei 2018

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.