FLP 1985, Vina versus Harvey?

2 Feb 2015 | Bunyi Yang Kudengar, Tinjauan

blog_flp85

Terlepas dari tampangku yang ‘bermutu (bermuka tua)’ atau tidak, aku pernah ditebak usia sebagai orang yang lahir pada era akhir 60an dan awal 70an hanya gara-gara musik yang kudengar.?Kebetulan oleh kedua orang tuaku dulu, terutama alm. Papaku, aku dikenalkan musik ‘dewasa’ sejak aku belum lebih dari delapan tahun.

Pada saat anak-anak sebaya masih sibuk berkutat menghapal lirik Bintang Kecil dan Pelangi, aku sudah mengenal Galih dan Ratna atau Puspa Indah Taman Hati-nya Chrisye, Kehidupan-nya God Bless hingga Sirkuit-nya trio SAS. Mungkin karena ini juga maka referensiku terhadap musik anak-anak sangatlah minim hingga kini. Bahkan aku ingat ketika dulu ikut lomba nyanyi menyambut hari Natal di SD, kawan-kawan lain menyanyikan ‘Malam Kudus’, ‘Pohon Terang’ atau paling banter ‘Maria’ nya Julius Sitanggang, aku dengan pedenya bernyanyi Hening dan Kidung-nya Chrisye!

Oleh karena itulah ketika trend 80an kembali menyeruak sejak dekade lalu, aku begitu menikmati fenomena itu dan tak jarang berakhir dengan pertanyaan ‘kepo’, “Mas Don kelahiran tahun enam puluh berapa kok bisa tahu banyak banget lagu 80an?” #rasanya_pengen_gua_gampar!

Tapi anyway, minggu lalu ketika sedang bongkar-bongkar hard disk lawas, tak sengaja aku menemukan koleksi lagu-lagu lama yang dulu kudapat dari Viktor, sahabatku. Lagu-lagu itu kukumpulkan darinya sejak aku masih tinggal di Jogja dan range periode lagu-lagu tersebut berkisar sejak awal 60an (Gendjer-gendjer dan Oentoek Padoeka Jang Moelia Presiden Soekarno-nya Lilis Suryani), 70an (Soerabaja – Adarapta, Nuansa Bening – Gang Pegangsaan), 80an hingga 90an berjumlah total sekitar 700an lagu!

Karena begitu excited, beberapa musisi yang kudengar akhir-akhir inipun kuhapus untuk sementara waktu kuhapus dan kugantikan dengan lagu-lagu tersebut. Aku berencana ingin membuat semacam serial resensi lagu/album di era-era lalu di tagar ini tapi kita lihat nanti. Yang pasti, saat ini, sebagai yang pertama, aku hendak mengulas salah satu yang menurutku adalah album terbaik di era 80an, 12 Lagu Terbaik Festival Lagu Populer (FLP) Tingkat Nasional 1985.

blog_flp85_3Adapun Festival Lagu Populer sendiri sempat menjadi tradisi menahun sejak awal 70an hingga akhir 80an. Banyak pencipta lagu, penyanyi dan lagu-lagu legendaris yang masih sering kita dengar hingga sekarang ini lahir dari ajang ini. Bandingkan dengan ajang pemilihan idola penyanyi hari-hari ini. Selain tak ada juntrungannya, sering kita lihat mereka yang seharusnya menjadi idola malah tenggelam sama sekali. Kalaupun muncul sekali dua kali lebih di pertunjukan musik televisi yang diadakan di pinggir jalan bermodal CD minus one atau malah lip synch sama sekali! Kalaupun ada satu-dua nama yang pada akhirnya muncul, yang ada justru mereka yang menjadi MC, pemain sinetron ataupun bintang iklan. Sayang memang…

Anyway, dalam album 12 Lagu Terbaik FLP 1985 ini, sebagai pecinta berat Vina Panduwinata (aku mengaguminya secara wajah dan musiknya!), aku tak bisa tidak menempatkan dua lagunya, Satu Dalam Nada Cinta dan Burung Camar sebagai lagu terbaik di album ini.

Album ini adalah perulangan kesuksesan bagi Vina setelah tahun sebelumnya, namanya begitu tenar lewat album bertajuk sama tapi berangka tahun 1984. Di album kali ini, ia seolah dinobatkan sebagai salah satu magma musik Indonesia tahun 1985 lewat Burung Camar yang adalah karya Aryono Uboyo Djati dan Iwan Abdurrachman (beliau adalah pecinta alam unggulan dari Bandung yang juga menciptakan lagu Melati dari Jayagiri-nya BIMBO).

Bagiku, Burung Camar adalah salah satu lagu terbaik Indonesia sepanjang masa. Unsur orkestra yang waktu itu belum terlalu dikenal digunakan dalam ranah pop di Tanah Air, diboyong serta dalam lagu ini. Hal itu dipadukan dengan lirik lagu yang sebenarnya tak mudah dicerna namun dibawakan dengan begitu baik oleh Vina. Pengakuan Internasional juga diraih melalui penghargaan KAWAMI Awards di Budokan Jepang.

Selain Vina, album ini juga menjadi ajang pertemuan Elfa Secoria, seorang komposer unggul dari Bandung, dengan Wieke Gur, penulis lagu, dalam Selamat Datang Cinta yang dibawakan Harvey Malaiholo. Wieke Gur yang kini lebih sering bermukim di Perth Australia sebagai seorang cross-cultural business strategist menurutku menorehkan lirik dahsyat pada lagu ini. Bagaimana ia ‘mengawinkan’ syair lugas dengan komposisi nada unik Elfa bisa disimak pada reffren lagu ini:

Aku tak kuasa
dan tiada mungkin kuhindari
Getar-getar rasa
nada-nada asmara
Di dalam hati ini ooh
Aku tak kuasa
dan tiada mungkin kuhindari
Suara dari sanubari
Menyapa “S’lamat datang cinta!”

Bagiku, lagu ini juga salah satu tiang yang menancap begitu dalam dan monumental yang bisa kita lihat pada karir Harvey Malaiholo pada masa-masa selanjutnya. Harvey tak hanya membawakan satu lagu dalam album ini. Ia juga mengusung Semoga Lestari yang juga diciptakan Elfa Secoria kali ini bersama Hentriesa dan Erianti Erningpraja.

Lagu Jingga-nya Christine Panjaitan dan Hiroshima dan Nagasaki yang dibawakan secara heroik oleh Melky Goeslaw, ayah pentolan grup Potret yang berkibar di era 90an, Melly Goeslaw, juga menarik perhatianku.

Namun demikian, lagu yang sebenarnya tak terlalu menarik secara materi, menurutku, namun sangat menyita perhatianku adalah ‘Untuk NamaMu‘ yang dinyanyikan Grace Simon dan Masnait VG. Meski tak secara eksplisit, pemilihan penggunaan kata-kata dalam lirik lagu ini sangatlah kristiani.

Bukan sesuatu yang buruk tentu saja, tapi hal ini cukup membuatku merenung bagaimana jika lagu seperti ini dituang dalam album komersial yang dijual bebas di pasaran pada era kini saat kaum-kaum tertentu tampak tak terlalu santai lagi dalam beragama?

Akankah muncul gelombang protes dan sentimen dari gerombolan orang itu lalu mendesak produser untuk menghapus lagu tersebut dari album karena dianggap kristenisasi? Entahlah, aku tak melihat bahwa perkiraanku dan permenunganku ini berlebihan berkaca dari apa yang terjadi belakangan ini.

Album ini juga memuat lagu ‘Hanya Misteri‘ karya Dodo Zakaria dibawakan Euis Darliah yang identik dengan lagu Apanya Dong. Ada juga Broery Pesolima yang membawakan Bawalah Daku Dalam Bahagia karya suami-istri Minggoes Tahitoe dan Diana Nasution. Kalau kalian jeli, mereka berdua adalah orang tua Marcello Tahitoe atau yang lebih dikenal sebagai Ello yang lantas mendaur ulang lagu milik ayahnya, Pergi Untuk Kembali, akhir dekade silam.

Ada juga Ny Idris Sardi, Marini Sardi membawakan karya Anton Issoedibjo, Rayu Lelaki, serta yang tak boleh dilewatkan adalah kemunculan remaja usia 19 tahun, Titi Dwi Jayati yang membawakan Hadirmu (Toni P. Sianipar) dan Merah Hitam Cinta Kita (Donny & Prass). Di lagu terakhir, perempuan yang lantas kita kenal akrab sebagai Titi DJ itu berduet dengan Sandro Tobing.

Menikmati album ini membuatku teringat pada ungkapan yang sempat ngetrend di social media, “Luwih penak jamanku?” lalu di sebelahnya ada gambar The Smiling General, Soeharto. Ungkapan ini kerap digunakan untuk menyindir keadaan pemerintah sekarang (dan sebelumnya) dibandingkan dengan kestabilan nasional a la Pak Harto. Aku tentu tak menyetujuinya, bukan karena SBY atau Jokowi lebih baik dari Soeharto tapi karena Tony Abbott lebih bagus dari Soeharto hehehe…

Tapi dalam hal musik, aku tak bisa tidak setuju pada ungkapan itu! Bagiku, musik Indonesia mengalami jaman puncak kejayaan pada era 80an dan 90an. Ini bukan saja karena kebetulan aku tumbuh di masa itu, tapi mari kita mencoba jujur dan membandingkan dengan musik masa kini.

Mungkin kalian bisa bertahan dan bilang, “Ah, kamu yang menua Don! Nggak bisa dengerin musik jaman sekarang!”?O well, katakanlah demikian.. katakanlah musik jaman sekarang pun juga baik sebaik masa keemasan 80an dan 90an, tapi bagiku setidaknya musik masa kini juga memerlukan penikmat-penikmat musik yang tak kalah terbaiknya yang mampu mengapresiasi dan mengkritik musik dan menuliskan resensi terbaik seperti tulisan yang sedang kalian baca ini, kan?

 

Eh, by the way, masih ada yang ingat foto orang-orang di bawah ini? Mereka adalah para penyanyi di album ini! Ayo, coba tebak!

blog_flp85_2

Sebarluaskan!

6 Komentar

  1. Jaman kala semana, aku, Viktor dan Iwan Pribadi sempat bikin acara kopdaran penggemar musik dan film 80an. Tuker-tukeran koleksi musik dan film. Dari yang unduhan sampai ripping sendiri.

    Wapik iki, tak share nang milis grup 80an

    *Itu mbokdhe Soemarini Soerjosoemarno sudah bercerai dengan Idris Sardi, kayanya alergi dia pake nama mantannya.

    Balas
  2. mau jawab foto2nya aja :P
    baris pertama :
    1.titi dwi jayati/sandro tobing/christine panjaitan/melky goeslaw
    2. masnait group
    3. grace simon/harvey malaiholo/vina panduwinata/marini
    4.broery pesolima/euis darliah

    tulisannya mantap….
    lanjutkan gan !

    Balas
  3. Walau apa yg dipaparkan di artikel ini aku masih banyak yg ngga aku tahu, tapi aku akui lagu2 tahun 80-an 90-an itu nggak lekang oleh jaman dan kalau didenger bakal lama hilang dari ingatan.

    Musik jaman sekarang, khususnya tahun2 terakhir ini banyak yg ter-influence musik-musik 80-an, khususnya yg electronic dance dan pop luar ya. Di Indonesia juga banyak yg ngaransemen / cover lagu2 80-an, contohnya “Biru”-nya Vina yg dinyanyiin lagi sama Syaharani. Makanya aku tau lagu “Biru” jg krn dinyanyiin lagi, Om, hihihi. Anyway, ternyata Christine Panjaitan itu penyanyi nasional tho, waaa.. Aku selama ini cuma tau lagu2 Bataknya, Om.

    ~maep ya, Om, ini komentar anak kemaren sore. x)

    Balas
  4. Jadi ingat jaman-jaman dulu lagi dengan kaset berpita itu di tahun 80an kebetulan gw kelahirang di akhir 70an…hehhee…
    mantep om…endang s taurina bagaimana…bagus juga gak suaranya…hehehee…

    Balas
  5. Wah ndak dong semua aku lagunya… maklum lahiran 90-an.
    Lagu favoritku sih Melayang – January Christy hahaha *jadul juga*

    Balas
  6. Lagu-lagu era dulu memang jos gandos, tidak tertandingi, dari syair maupun nada. Dibandingkan dengan lagu-lagu jaman sekarang yang sangat vulgar.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.