Enam momen, enam tahun

6 Nov 2014 | Australia, Cetusan

blog_enam

Seharusnya tulisan ini muncul Senin kemarin, tapi apa mau dikata, si Tunggonono gila itu membobol password admin blog ini lalu dengan tak tahu malunya memposting hasil wawancara antara dirinya denganku.

Nggak masalah sih sebenarnya karena segila-gilanya dia, aku harus mengakui postingan kemarin itu bagus sekali dan banyak mendatangkan pujian dari kawan-kawanku di linimasa social media.

Nah, seperti yang kubilang pada Tunggonono, hidup ini adalah menyangkut keputusan dan proses (Tunggonono menulisnya kebalik, proses dan keputusan? dan itu salah!) aku sangat menikmati bagaimana berproses menuju tujuan yang ingin kuraih ketika memutuskan pindah dari Indonesia ke Australia yaitu hidup yang lebih baik.

Proses kehidupan, menurutku, menemukan titik-titik capaian dalam momen. Ada banyak sekali momen yang mengesankan kualami di sini dalam enam tahun pengembaraanku. Tapi untuk menjaga irama, kupilih enam momen paling berkesan pada peringatan tahun keenam kedatanganku ke Sydney ini?

Diusir wawancara karena ga bisa berbahasa Inggris

Kejadiannya terjadi sekitar sebulan setelah bermigrasi kemari.

Waktu itu aku sedang getol-getolnya mengirimkan lamaran pekerjaan ke berbagai macam perusahaan. Apapun perusahaannya aku tak peduli yang penting cepat mendapatkan pekerjaan dan berpenghasilan sebelum tabunganku menipis lalu habis.

Lalu ada sebuah undangan interview untuk mengisi lowongan sebagai technical advisor dari perusahaan web agency kecil di seputaran Surry Hills.

Aku datang lima belas menit sebelum acara dengan ?kostum? kebesaranku. Jas yang kupakai saat resepsi sebulan sebelumnya, kemeja putih, dasi merah maroon dengan tatanan rambut yang kubuat sealami mungkin karena waktu itu rambutku panjang sedagu.

Begitu masuk ke ruang interview, aku memperkenalkan diri seperti yang sudah-sudah. Bedanya, baru dua menit ku berbicara, sang pewawancara yang adalah pemilik perusahaan itu langsung berdiri, membuka pintu dan bilang, ?Maaf, kami mencari yang bahasa Inggrisnya lebih bagus!?

Aku kaget, dan bengong beberapa saat lamanya. Kemudian aku bangkit berdiri, menyalami tangannya yang dingin lalu pergi.

Siang itu matahari di ujung musim semi mendadak terasa lebih panas dari biasanya. Jalan menanjak menuju ke stasiun untuk mencari kereta pulang pun terasa lebih berat, lebih curam dibandingkan menaiki 409 anak tangga ketika kita berkunjung ke makam raja-raja di Imogiri sana?

 

Dapat pekerjaan untuk pertama kalinya!

Aku mendapatkan pekerjaan pertama kali di Australia sekitar tiga bulan setelah aku tiba atau sekitar akhir Januari 2009. (Simak juga tulisanku: Diinterview Tunggonono)

Sebuah perusahaan kecil di sisi utara Sydney, sekitar dua jam perjalanan dari rumah ke kantor, penerbit majalah ekonomi dan investasi yang ?nyaris tak terdengar namanya? tapi ingin punya website keren sehingga meng-hire seorang web developer yang juga keren hehehe…

Setelah melewati dua kali sesi interview, pagi itu bos-ku, seorang wanita sebut saja Ch, menelponku. Kebetulan saat itu, aku sedang di-interview oleh sebuah perusahaan terkait pekerjaan yang lainnya.

Aku punya feeling kuat bahwa kalau si Ch menelponku, ia pasti memberitahukan bahwa aku diterima. Kenapa? Sore sebelumnya, Ch menelpon dan bertanya apakah aku, jika diterima, benar-benar bisa membuat website seperti yang kuutarakan pada dua kali sesi interview sebelumnya.

Alih-alih tersinggung karena diragukan kemampuannya, aku malah bersyukur karena setidaknya dalam dua wawancara itu ia mengerti apa yang kusampaikan mengingat Bahasa Inggrisku yang masih belum kenal peradaban saat itu hahahaha?

Tapi persoalannya adalah, aku tengah diinterview, takutnya kalau aku harus menghentikan saat itu juga gara-gara mengangkat telepon, ia tak tertarik lagi.

Akalku ternyata mudah ditemukan karena ia tak hilang!??Sorry, sebelum pergi ke sini tadi istriku sedang diare dan dia sekarang berusaha meleponku. Aku yakin ini emergency! Bolehkah aku minta waktu sebentar?? Tentu aku berbohong.

Sang pewawancara mempersilakan, aku lalu keluar dan buru-buru mengangkat telepon dari Ch.

?Hi, Donny! You?ve got the job! Congratulation!? ucap Ch di seberang sana??Perasaanku senangnya tak keruan. Inilah untuk kali pertama sepanjang hidupku.. sekali lagi sepanjang hidupku aku diterima bekerja di perusahaan. Sebelum-sebelumnya aku tak pernah melamar karena aku justru membuka ladang pekerjaan bagi orang lain di Jogja dulu.

Aku lalu balik lagi ke ruang wawancara dengan wajah berbinar-binar. ?Oh istriku sudah baikan ternyata, dia cuma ingin menyemangatiku supaya aku berhasil dalam wawancara ini!?

Sisa wawancara pagi itu sudah tak terlalu kuhiraukan lagi juntrungannya.

Pulang dari situ, aku berniat memberikan kejutan pada istriku yang sedang bekerja. Aku menuju ke kantornya di city lalu mengajaknya membeli makan dan santap siang di Hyde Park, taman terbuka di pusat kota Sydney.

?Loh kok jasnya nggak dipake? Kamu masukin ke tas?? Aku memang melepas jas dan dasi serta menggulung lengan kemeja putihku waktu itu. Aku berpikir untuk mengistirahatkan jasku setelah hampir tiga bulan sebelumnya selalu kupakai hampir setiap hari untuk mendatangi setiap interview pekerjaan.

?Iya!? aku mencoba menunduk, menyembunyikan kejutan karena kalau kuutarakan sekarang terlalu kepagian.

Tapi terlambat, Joyce menebak, ?Kamu dapat kerjaan ya??

Aku mengangguk.?Lalu adegannya seperti di film-film. Joyce memeluk dan menciumku tepat di depan etalase makanan sementara sang penjual menunggu kami, mungkin dengan perasaan yang tak sabar?

 

Odilia

Kelahiran Odilia begitu berarti bagiku. Ia anak pertamaku sehingga hari dimana ia dilahirkan, otomatis menjadi hari pertama aku ditahbiskan menjadi seorang ayah. (Simak juga tulisanku: Pak, Bapak)

Siang itu Sabtu, 13 Februari 2010.
Setelah diinduksi lebih dari enam jam tak berhasil keluar, dokter memutuskan untuk melakukan operasi sesar darurat terhadap istriku.

Joyce punya kata-kata yang sangat apik dan deskriptif untuk menggambarkan kedaruratannya saat itu. Begini katanya, ?Rasanya kayak di film Emergency Room, tiba-tiba ada sekitar delapan suster dan empat dokter masuk ke ruanganku lalu tanpa berkata apapun, mereka langsung mendorong tempat tidurku ke ruang operasi. Wusss.. wusss.. wusss..?

Perasaan kalut karena takut kehilangan dua orang yang kusayangi, istri dan Odilia hilang begitu saja saat beberapa perawat setengah berlari membawa box berisi anak pertamaku ke ruang khusus.

?Is she OK?? tanyaku.
?Ya, she should be OK!? jawab salah satu diantaranya.
?Is my wife OK?? tanyaku lagi.
?Ya, she should be OK too, masih di ruang operasi dan akan dibawa ke recovery room!?

Aku mengikuti mereka dan beberapa saat kemudian, wajah Odilia Maura Taufan-Verdian mendongak ke arahku, matanya yang bening menatapku untuk pertama kalinya, menghilangkan takutku.

 

Elodia

Dari sisi ketegangan, kelahiran Elodia memang tak semendebarkan Odilia. Tapi diberi titipan berupa anak oleh Tuhan tetaplah momen yang sangat mengesankan.

Elodia Maree Taufan-Verdian lahir pada 12 Desember 2012 lewat operasi caesar. Kelahirannya sempat diliput media dan banyak yang mengira kami sengaja memilih tanggal itu karena tanggal cantik, tapi mereka (atau kalian?) salah! Justru kami ingin dia lahir pada 13 Desember 2012 karena hari itu adalah hari peringatan Santa Odilia, nama baptis kakaknya. (Simak juga tulisanku: Elodia)

Tapi ?resiko? menggunakan jasa kesehatan publik yang gratis memang begitu. Kita tak bisa mengatur jadwal semau kita karena semua telah ditentukan oleh pihak rumah sakit.

Sebagai orang yang punya jiwa observasi, jauh hari sebelumnya aku telah mencari tahu bagaimana proses operasi caesar itu berlangsung sehingga saat sampai di hari-H nya, aku tenang bahkan berlagak menenangkan istriku (yang juga tenang sebenarnya) bahwa jalannya operasi akan begini begitu, selama ini selama itu.

Masuk ke ruang operasi, tak sampai 20 menit, tangis pertama Elodia pun pecah. Aku menggendongnya dan meletakkannya di sebelah istriku. Berbeda dengan Odilia, Joyce hanya berujar, ?Hi Elo?? tentu bukan karena tak sayang tapi karena barangkali adalah perasaan yang ?Aku pernah melakukan dan merasakan yang lebih heboh dan mendebarkan dari yang ini!?

Setelah tali pusar dipotong dan badannya dibersihkan, aku segera membawa Elodia keluar bertemu dengan Odilia, kakaknya.

Melihat bagaimana Odilia menyambut Elodia hari itu, mendadak aku merasa sebagai makhluk yang tak tahu diri! Sering berbuat salah, tapi Tuhan tak pernah salah, memberikan yang terbaik kepadaku yaitu cinta dan kebahagiaan?

 

Di-PHK!

Satu setengah tahun bekerja di perusahaan majalah yang kuceritakan tadi, sebulan setelah Odilia lahir, sehari setelah ia dinyatakan boleh keluar dari rumah sakit karena sakitnya, aku mendapatkan berita yang luar biasa mengejutkannya.

Aku di-PHK!
Demikian penjelasan Ch, manajerku itu. ?Manajemen berpikir bahwa pekerjaan kamu sudah selesai jadi kami nggak akan memperpanjang masa kerjamu di sini paling lambat bulan depan!?

Waktu itu matahari telah hampir lindap ke ufuk barat dan aku hanya mengangguk gamang. Ada perasaan yang campur aduk mulai dari kesulitan menelaah kata-katanya karena keterbatasan bahasa Inggrisku, sedih sekaligus bingung harus bereaksi apa.

Aku hanya menjawab, ?Oh, OK!? Lalu duduk lagi sebentar sebelum akhirnya bergegas pulang.

Itulah kenyataan. Hidup yang berkebalikan. Di Jogja aku dulu punya kuasa memecat orang, di sini dan saat itu, kuasaku adalah menahan tangis dan menguatkan langkah untuk tetap tegak saat kembali pulang ke rumah.

Aku tak langsung mengatakan hal itu kepada istriku sesampainya di rumah. Aku sengaja mengulur waktu, memasang wajah seolah tak terjadi apa-apa, bermain dengan baby Odilia hingga kantuknya tiba.

Setelah menidurkan Odilia, akupun mulai bercerita, ?Aku di-PHK!?

Kupikir dunia hancur sesudahnya, tapi yang terjadi adalah sebaliknya. Joyce mengusap pipiku dan berkata, ?It?s OK!?

Aku tak kuasa untuk tak memeluknya dan Odilia yang pulas di pangkuannya. Kesesakanku seketika itu seperti punya sayap, ia terbang meninggalkanku tergantikan oleh cinta Tuhan melalui anak-istriku.

 

U2!

Semua orang tahu aku sangat tergila-gila pada U2 dan salah satu mimpiku ketika masih tinggal di Indonesia dulu adalah, suatu waktu nanti aku ingin menyaksikan secara langsung konser mereka!

Dan Tuhan itu baik, Ia mewujudkan mimpiku melalui dua konser mereka? dua konser mereka pada dua malam berturut-turut, 13 – 14 Desember 2010 yang lalu!

Tidak rugi nonton konser dengan artis yang sama dan set lagu yang juga hampir sama pada dua malam pertunjukannya? Tidak, justru kalau aku hanya nonton sekali waktu itu, aku akan rugi sekali!

Ada sesuatu yang menarik yang tak pernah kuceritakan pada tulisan terkait konser U2 yang pernah kutulis di sini dan di sini.

Tanggal 14 Desember 2010 pagi buta, sebuah kabar duka kuterima. Tante yang sangat dekat denganku meninggal di Jakarta setelah berjuang lebih dari enam tahun melawan kanker yang dideritanya. Tanteku ini adalah sosok yang sangat kuhormati dan dia adalah pihak yang membuatku memutuskan untuk berhenti merokok pada Oktober 2005 yang lalu.

Perasaanku campur aduk ketika pergi menonton konser U2 malam kedua. Dan malam itu aku mendoakan ketenangan jiwanya lewat lagu With or Without You.

Meski ada bagian yang sangat kusuka dari lagu itu yang tak dinyanyikan Bono, tapi dalam hati, setelah ia usai menggeber lagu dari album Joshua Tree itu, aku menyanyikannya dalam hati lirik ini:

Yeah, we’ll shine like stars in the summer night…
We’ll shine like stars in the winter light…
One heart, one hope, one love…”

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.