Dulu aku memilih Jokowi…

30 Apr 2015 | Cetusan

Lukisan terakhir karya alm. Myuran Sukumaran sebelum ia dieksekusi 29 April 2015 silam

Lukisan terakhir karya alm. Myuran Sukumaran sebelum ia dieksekusi 29 April 2015 silam

Mungkin menurut kalian ini berlebihan, tapi kenyataannya, hampir seminggu belakangan pikiranku cukup terdikstraksi oleh berita persiapan dan pelaksanaan eksekusi mati terhadap delapan narapidana kasus narkoba, 29 April 2015. Hal ini sama persis dengan apa yang kualami saat mengikuti berita pelaksanaan hukuman mati sebelumnya, medio januari 2015 silam.

Dan semalam setelah kurenungkan, ternyata memang aku benar-benar bersikap berlebihan!

Tapi yang lantas jadi menarik, setidaknya menurutku, kenapa aku bisa bereaksi sedemikian bedanya dengan eksekusi-eksekusi mati sebelumnya katakanlah saat kasus Amrozi atau sebelum-sebelumnya?

Atau jangan-jangan aku punya standard ganda seperti yang dibilang orang-orang selama ini? Benar! Aku memang punya standard ganda! Tapi kenapa bisa seperti itu?

 

Media

Bisa jadi pikiranku terganggu benar minggu lalu karena pengaruh media. Berita tentang eksekusi mati ini disorot hampir semua media mainstream dunia dan juga social media.

Tension pemberitaannya sangat tinggi dan masing-masing media membawa sisi pemberitaan yang berbeda. Media Australia misalnya, membebat berita secara sangat detail dan dramatis. Gaya penulisannya penuh ekspose di sisi personal duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran termasuk pergolakan yang dirasakan keluarga kedua korban tersebut.

Media di Indonesia lain lagi! Selain lebih tendensius menekankan pada pentingnya menjaga kedaulatan negara, rata-rata media mainstream Tanah Air melukiskan tarik ulur diplomatik negara-negara yang warganya akan dieksekusi.

Belum lagi social media, semua orang melalui dinding personalnya tak berhenti beropini tentang kejadian ini; tentu dengan opini mereka masing-masing.

Gelontoran informasi itu membuatku benar-benar kenyang oleh berita eksekusi ini. Tapi apa benar-benar hanya karena media saja?

 

Ada orang Australia-nya!

Bisa jadi aku terdistraksi benar karena ada dua orang Australia yang dieksekusi kali ini! Tapi sebentar, kalau memang benar, apa urusanku untuk merasakan hal yang sama pada eksekusi Januari 2015 sebelumnya? Padahal saat itu tak ada orang Australia yang dibunuh?

* * *

Lalu kalau demikian, apa yang membuatku memiliki standard ganda terhadap hukuman mati ini?

Setelah berpikir kesana-kemari, aku akhirnya menemukan jawaban tentang semuanya setelah memberanikan diri bertanya pada diri sendiri, “Apakah aku akan tetap bersikap begini kalau eksekusi ini terjadi di era pemerintahan yang lalu yang bukan Jokowi?”

Gotcha!
Di sinilah persoalannya! Bukan pada sosok Jokowi-nya tentu saja tapi lebih pada sisiku sendiri; tentang harapanku terhadap sosok Jokowi yang ternyata terlalu tinggi.

Aku silau dengan kiprahnya, dengan simbol-simbolnya, sebutlah mobil esemka, beberapa kartu sehat dan kartu pintar serta blusukannya.

Aku terkesima oleh caranya yang sangat sederhana tapi menohok membantai lawan di debat capres yang disiarkan langsung televisi dan menurutku sangat melegenda itu!

Dan ini mungkin yang paling menohok,
Aku terlalu memandang sosok Jokowi sebagai middle class hero yang lahir dari komunitas bawah. Aku terlalu singkat mengasosiasikan bahwa dengan asal muasalnya, otomatis ia akan menempatkan kemanusiaan di atas segalanya termasuk memiliki hati seluas samudra yang mau menerima permintaan maaf dan permohonan ampun baik yang formal (grasi) maupun non-formal yang sering kita baca dan lihat di media melalui perwakilan keluarga dan pengacara terpidana.

Menyesalkah aku memilih Jokowi?
Seperti pernah kutulis di sini, jawabanku tetap sama, aku tidak menyesal! Alasanku, aku tak ingin menyesali satupun keputusan yang pernah kuambil di masa laluku. Lagipula, keputusanku memilih Jokowi dulu adalah yang paling tepat karena tak ada yang lebih tepat ketimbang Jokowi.

Tapi jangan tanya kecewanya…
Jika Tuhan memberiku umur hingga 2019 mendatang, kalau aku masih berkewarganegaraan Indonesia, dan kalau Jokowi memilih untuk maju lagi, jelas aku tak akan memilih dia lagi.

Setahun lalu aku pernah menulis ‘Dulu aku memilih Prabowo’ sekarang apa yang kutulis…. ‘Dulu, aku memilih Jokowi!’

Sebarluaskan!

2 Komentar

  1. Haha…gak mau milih lagi.
    Aku sedari awal tidak memilih dia ketika pilgub apalagi pilpres.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.