Awalnya aku tak tertarik sama sekali untuk ikut-ikutan acara ‘Ahok‘ karena bagiku Indonesia adalah ‘beyond Ahok’, lebih dari sekadar Ahok.
Tapi dinamika politik terkini Tanah Air membuatku mulai berpikir, kenapa tak ikut? Ahok memang tidak merepresentasikan Indonesia tapi hukuman yang ia terima serta ekses yang muncul disana-sini, bukankah itu cukup mengguncang dan setidaknya headline berita-berita dan percakapan social media pekan lalu penuh dengan nada pesimis, penuh kekuatiran seolah kehilangan daya hidup yang lebih baik lagi seperti biasanya? Apa yang bisa kukerjakan?
Akhirnya akupun mulai mencari tahu kapan ada acara ‘Ahok’ di Australia terutama di Sydney?
Seorang kawan lama mengabari, “Minggu, jam 4 sore di Sydney Opera House…” A-ha! Tapi sayang jadwal pelayanan musik di Gereja bertepatan dengan acara tersebut. Ya sudah, apa mau dikata?
Tapi semua seperti sudah digariskan Tuhan. ?Sabtu sore, Linggar, kawanku duet dalam pelayanan di Gereja mengabari bahwa entah bagaimana pastor paroki setempat ternyata salah memberi jadwal kepada kita. “Ternyata yang main harusnya grup lain. Jadi kita nggak bisa main besok!”
“Wah, berarti memang kamu harus datang ke acara Ahok besok,” ujar Joyce, istriku.
Baiklah!
Aku akhirnya menyempatkan diri pergi ke supermarket untuk membeli kaos polos warna merah sesuai anjuran.
Hari Minggu pagi tadi, awalnya pesimis apakah akan jadi berangkat atau tidak, matahari bersembunyi di balik awan yang menggelanyut ditingkahi angin sepoi yang mendingin. Tapi menjelang siang cuaca menghangat dan kami memutuskan untuk tetap berangkat.
KamiRiba di Sydney Opera House sekitar pukul 14.30 waktu setempat kami pikir kami akan jadi orang pertama yang datang ke sana. Tapi tak disangka, beberapa wajah Indonesia berkostum merah-putih sudah terhampar di pelatarannya!
Dan sesungguhnya, datang kembali ke Sydney Opera House itu seperti menguak kenangan masa lalu.
Meski gedung yang menjadi landmark kota Sydney itu kulewati hampir setiap hari saat pergi dan pulang bekerja, tapi terakhir kali aku menginjakkan kaki di terasnya adalah pada tanggal 29 Juni 2014, saat kami, 300 warga negara Indonesia mengadakan kampanye mendukung pasangan calon presiden Joko Widodo beserta wakilnya (Maaf, aku tak sudi menyebutkan namanya saat ini karena satu dan lain hal hehehe…)
Jadi, datang lagi ke Sydney Opera House adalah seperti mengenang dan menyematkan kembali kenangan serta semangat yang dulu pernah ada mendukung Indonesia yang lebih baik.
Sekitar pukul tiga, kami diarahkan oleh seorang kawan untuk masuk ke Botanical Garden yang letaknya bersebelahan dengan Sydney Opera House, tempat yang digunakan Joko Widodo, Presiden RI bertemu dengan Malcolm Turnbull beberapa waktu silam.
Aku tak tahu bagaimana struktur kepanitiaan acara ini karena memang informasi tentang acara ini berlangsung begitu spontan mengalir lewat Facebook dan Whatsapp Group.
Menjelang pukul empat, orang-orang Indonesia telah benar-benar menyemut sepanjang Botanical Garden yang memiliki jalur melengkung di pinggir pantai/teluk Sydney Harbour.
Tak ada yang memulai dan seolah tanpa aba-aba tapi tiba-tiba lagu Indonesia Raya dikumandangkan begitu megah!
Di depan tampak beberapa orang mengangkat tinggi-tinggi tulisan SYDNEY SAVE AHOK. Setelah Indonesia Raya disusul beberapa lagu perjuangan dan diakhiri dengan doa singkat selama dua menit.
Aku merasakan hening yang menyeruak saat doa didaraskan. Pada wajah yang hadir begitu banyak yang kusyuk dan tak sedikit yang menangis, meneteskan air mata.
Selesai doa, sekali lagi, lagu Indonesia Raya dikumandangkan dan kali ini aku giliran aku yang terbata-bata. Mataku berkaca, panas dan nanar saat menyanyikan lagu yang dulu setiap senin selalu kunyanyikan dengan sikap sempurna pada upacara bendera.
Yang terbayang saat itu adalah Indonesia. Tanah Air, tempat tubuh ini pertama kali diberi hembusan nyawa, tempat jiwa dan kobaran semangat kehidupan bertumbuh mula-mula, semua menyatu dalam lagu karya WR Supratman yang menderu-deru itu.
Ada gelungan rasa tak jenak saat media di Indonesia akhir-akhir ini dibombardir dengan berita tentang begitu banyak tindak ketidakadilan, begitu banyak sas-sus tentang keadaan negara yang bakalan morat-marit dan penuh ancaman terhadap dasar negara dan kebhinekaan…
Terbayang wajah keluarga adikku, saudara-saudariku, kawan serta kerabatku yang ada di Indonesia serta kekhawatiran-kekhawatiran itu! Tapi semua sirna saat kami berteriak,
Indonesia Raya! Merdeka! Merdeka! Tanahku negeriku yang kucinta!
Indonesia Raya! Merdeka! Merdeka! Hiduplah Indonesia Raya!
Ah, Indonesia memang sangat layak dan berharga untuk dipertahankan dan diperjuangkan.
Jika tiga tahun lalu, tiga ratus anak bangsa menggedor lantai surga untuk mengharapkan supaya Jokowi menang, sore tadi, dua ribu… sekali lagi.. dua ribu anak bangsa mendobrak lantainya, mendaraskan doa tak hanya untuk Ahok tapi lebih daripada itu supaya Tuhan selalu mengobarkan semangat bagi kami untuk tetap mencintai negeri, Tanah Air kami, tempat kami akan mengenangkan segala kenangan-kenangan baik masa lalu kami.
Salam dari kami, wahai Negeri Yang berseri-seri, zamrud Khatulistiwa nan?abadi! Kami tak kan pernah berhenti mencintaimu dengan sepenuh hati meski raga dan hidup kami ada di sini!
Simak tulisan tiga tahun silam dengan nada yang sama dan terjadi ada di tempat yang sama pula, Tiga ratus anak bangsa menggedor lantai surga!
Terkonfirmasi dari beberapa kawan, jumlah yang datang bahkan konon lebih dari tiga ribu anak bangsa!
Link menuju ke beberapa situs berita terkait kejadian ini:
Proud of you guys….. Ttp cintai Indonesia ya… Meskipun udah dinegri org