Hari ini adalah peringatan dua puluh tahun aku ngeblog.
Mumpung lagi ulang tahun per-ngeblog-an, mari kita membahas tentang berapa sih penghasilanku dari profesi Superblogger Indonesia itu?

Ok!
Kalau kalian lagi sibuk dan butuh jawaban cepat tanpa harus membaca hingga akhir tulisan ini, kuberi tahu ke kalian, nggak banyak orang tahu bahwa predikat Superblogger Indonesia itu sebenarnya tidak menghasilkan uang sama sekali.
Sekali waktu ada orang baru…
Dia tiba-tiba muncul dan seperti banyak yang lain, mengikuti beberapa kanal social mediaku lalu menghubungiku.
Setelah terjadi beberapa utas percakapan perkenalan, tibalah ia pada satu pertanyaan,
“Mas,
Mas Donny keberatan nggak kalau kuundang jadi pembicara di podcast-ku?”
Aku OK-in aja karena pada dasarnya aku tak pernah menolak terlalu awal sebuah ajakan. Baru ketika nanti bicara tentang detail termasuk kapan dan apa topik pembicaraannya, di situ akan jadi titik dimana aku ambil keputusan apakah akan menerima atau tidak.
“Topiknya apa?” tanyaku.
“Gini… aku pengen ngulik ceritamu sebagai orang yang berani berprofesi sebagai seorang blogger hingga jadi Superblogger Indonesia…”
Bentar-bentar…
Jangan buru-buru komentar atau mengharap aku menuliskan jawaban atas pertanyaan itu. Baiknya kita lompat lagi ke kenyataan lain yang terjadi sebelumnya.
Suatu waktu ada seorang pemuda, menghubungiku lewat social media. Ia memberanikan diri untuk berkenalan denganku dan bilang, “Aku adik kelasmu di De Britto!”
Masih tak merespon karena kian hari aku kian tak terpancing hanya karena label “De Britto”, ia memancingku dengan satu hal lainnya, “Aku ponakannya Om W****, temen di SD-mu dulu…”
Akupun bergeming, “Oh, halo… gimana-gimana? Gimana kabare Om-mu sekarang?”
Lalu setelah beberapa utas pertanyaan, tibalah ia pada satu pernyataan.
“Aku diminta Bapakku untuk kontak kamu, Om. Menurut bapak, kamu itu salah satu orang yang hidup berdasarkan passion menulismu!”
OK!
Dua contoh di atas cukup ya!
Kukasi tahu, demi seribu topan badai, aku itu tidak berprofesi sebagai blogger apalagi penulis. Profesiku sejak tahun 1999 hingga sekarang sejatinya tidak berubah cuma ganti istilah. Dulu namanya Web Designer sekarang namanya Experience Designer.
Menulis dan termasuk di dalamnya membuat konten-konten kreatif entah itu video, podcast juga lagu, semuanya adalah kegiatan ekstra kurikuler yang tidak kujadikan sebagai profesi.
Tapi barangkali kalian berpikir kenapa aku tidak menjadikannya sebagai profesi toh aku ini Superblogger Indonesia?
Well, mari kita breakdown pernyataan ini satu per satu.
Pertama,
gelar Superblogger Indonesia itu adalah sebuah void, sebuah kekosongan, sesuatu yang hampa. Gelar itu kudapat dari beberapa media di Indonesia sejak beberapa tahun lalu yang menyertakannya pada namaku. Kenapa mereka bisa berbuat demikian, aku tidak tahu. Tapi barangkali… barangkali lho ini karena aku sudah ngeblog sejak hari ini 20 tahun yang lalu!
Kedua,
kenapa aku tidak menjadikan kegiatan-kegiatan ekstrakurikulerku itu sebagai profesi?
Ada beberapa pertimbangan.
Pertimbangan pertama,
aku udah kapok menjadikan hobi sebagai profesi. Sebelum dua puluh tiga tahun lalu, mengerjakan design adalah hobiku. Tapi ketika aku lantas menjadikan hobiku sebagai pekerjaan, aku jadi kehilangan sisi kenikmatan yang sama yang sebelumnya kurasakan ketika melakukannya. Semua yang kulakukan adalah karena kewajiban. Kewajiban melakukan demi uang!
Pengalaman itu membuatku memutuskan untuk nggak lagi mudah menjadikan hobi-hobi lain termasuk menulis, membuat konten kreatif sebagai lahan pekerjaan. Aku takut kehilangan sisi kenikmatan ‘yang itu’, aku takut tak bisa lagi asyik ketika mengerjakan kecuali bahwa aku harus dan harus melakukannya!
Pernah sih, sekitar enam belas tahun lalu aku ditawari bikin buku dan aku manut saja. Pernah juga diminta sebuah portal berita besar Indonesia untuk bergabung sebagai penulis dan dibayar dan aku turut! Tapi semua itu gak bertahan lama karena aku gak tahan berlama-lama!
Kenapa?
Karena ternyata untuk menerbitkan satu tulisan saja ada begitu banyak aturan dari editor yang harus diikuti. Akupun mundur.
Pertimbangan kedua,
sebagai seorang designer, aku memerlukan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler kreatif sebagai pancingan supaya ide design tetap keluar.
Meski tidak lagi kupandang dari sudut yang sama, hasil pekerjaanku toh tetap harus bagus dan memuaskan klien yang membayar jasaku. Untuk itu cetusan ide yang mudah terpantik dan proses kreatif yang robust haruslah tetap ada dalam creative mindset-ku. Semua ini bisa tercapai kalau aku terbiasa melakukan dan untuk itulah aku tetap dan akan terus melakukan banyak kegiatan ekstrakurikuler kreatif meski… tak berbayar!
Pertimbangan ketiga
dan ini yang paling penting adalah karena hingga sekarang apa yang kuhasilkan dari pekerjaan utamaku masih cukup untuk menghidupi keluarga. Artinya, jika suatu saat aku terdesak secara ekonomi dan apapun asal benar harus kulakukan untuk memukul mundur keterdesakan itu, di saat itulah talenta-talenta lain yang kumiliki siap untuk kukomersialkan.
Kapan itu terjadi?
Semoga tidak pernah terjadi. Bagiku karya itu harus bisa dibagikan ke publik seluas mungkin secara cuma-cuma karena kitapun mendapatkannya secara cuma-cuma juga dari Yang Maha Karya!
asiikkk.. sukak aku dengan tulisanmu. pancen kowe cah konsisten kok, Don. aku ora sanggup niru jejakmu.
Nuwun.. dongamu, Lik :)
20 tahun! Edhyan tenan! Saat semua pindah jadi vlogger, kowe tetap konsisten di blogger. Semagat Don! Kalo bisa ngeblog sampe usia lanjut. Pecahkan rekor sekalian! Cool!
Hehehe thanks :)
Enjoy banget baca artikel mu Don.. bener2 mantep
Makasih :)
memang cocok iki predikat Superblogger.. 20 tahun! mbalung gereh alias ngerii..
ku hanya bisa menjura!
Wahahahahah Mas Berlin iki yo ana-ana wae…. polah lan tulisanmu anteng kitiran alias ra uwis-uwis… hahaha teruslah berkarya!