Imot dan niche untuk stand up comedy Indonesia

21 Mei 2012 | Cetusan, DKK

Hal yang paling menarik dari sebuah sajian komedi menurutku adalah bagaimana sang komedian berusaha membuat penontonnya tertawa dan ini tentu tidak mudah.

Percaya atau tidak, sosok sang komedian sendiri ikut mempengaruhi. Waktu Tukul belum setenar sekarang, ketika ia muncul dalam serial Srimulat yang dulu ditayangkan salah satu televisi swasta Indonesia, bagiku ia sungguh tak lucu. Tapi setelah ia ngetop, melihat sosoknya saja orang sudah senyam-senyum memperhatikannya dan sekalinya ia bertingkah, belum bicara, pun kita bisa terpingkal-pingkal dibuatnya.

Nah, belakangan ada begitu banyak komedian ‘baru’ berlabel ‘comic’, pelaku seni stand up comedy yang akhir-akhir ini mulai ‘naik’ di Indonesia.

Mulai dari ranah social media hingga televisi, dari kampus hingga ke kafe-kafe… orang demam stand up comedy dan uniknya orang pun demam untuk berperan aktif dalam hal tersebut, menjadi seorang komedian.

Tapi pertanyaannya sekarang, lucukah mereka?
Sambil memikirkan jawabannya, simak wawancaraku dengan seorang kawan lama yang kuanggap sudah cukup senior dalam dunia stand-up comedy di Jogja bahkan Indonesia. Bahkan, istilah ‘stand-up comedy’ itu sendiri kudapat darinya.?Ia baru saja mask ke jajaran sembilan bear acara reality show berbasis Stand up Comedy yang diadakan di sebuah stasiun televisi baru-baru ini.

So, ladies and gentlemen, please welcome…. Sigit Hario Seno a.k.a Imot?!

Mot, sejak kapan kamu mengenal stand up comedy dan bagaimana ide awalnya?

Mulainya tahun 2006, tapi mulai berani tampil tahun 2008 dan… gagal total karena pengetahuannya masih kurang.

Ide awal dari menonton vcd stand up, youtube stand up comedy luar negeri serta blog milik Bambang Haryanto – komedikus erektus?, yang selalu menulis harapannya tentang stand up comedy dan pertumbuhannya di indonesia.

Dari situ saya mikir, saya harus nyoba! Beruntung, saya punya dasar dunia mc jadi ada sedikit nyali untuk public speaking. Saya mikir dengan stand up comedy saya bisa menunjukkan saya sebenarnya dibanding hanya dengan mc

Ngomong-omong, pekerjaan utamamu sekarang apa?

Ini susah dijawab! Tapi sekarang sebutlah aku sebagai pekerja seni.. seni bertahan hidup, hahahaha!

Seriusnya, aku sekarang kerap jadi mc, konsultan kreatif, konsultan sdm dan pekerja di lsm. Tapi ke depannya, aku pengen jadi stand up comedian profesional, atau paling tidak penulis stand up comedy.

Lalu, ke depannya kamu melihat masa depan stand up comedy itu seperti apa?

Hingga saat ini sebenarnya keberadaan stand up comedy belum teruji. Lihat saja tiga tahun ke depan bakal seperti apa.

Yang jelas, semua tergantung pada pejuang-pejuang stand up comedy yang passionnya memang di situ,bukan sekedar oportunis.Tapi saya optimis sih bahwa tetap ada celah pasar (niche) buat stand up. Penggemarnya sudah ada kok. Mungkin nggak sebesar lawak konvesional tapi tetap punya pasar sendiri.

OK. Kamu mulai ber-standup comedy sejak 2006. Tapi kenapa sepertinya baru sekarang trend stand up comedy ini muncul di Indonesia?

Sebenarnya sebelum booming di 2011 sudah ada orang seperti Iwel Wel?atau Ramon Papana, Reggy Hasibuan juga Pandji yg sudah nyoba, tapi dampaknya memang tidak sebesar 2011.

Jadi bola salju seperti sekarang gak bisa lepas dengan keajaiban social media,terutama twitter yg berfungsi sebagai akselerator sebuah ide. Dan kebetulan pendiri-pendiri @standupindo (twitter.com/standupindo) banyak yg sudah terkenal seperti Raditya Dika?atau Pandji?yang jelas punya star power,atau minimal yg lain juga selebtwit. Jangan lupa juga peran youtube yah! Kalau teorinya tipping point Malcolm Gladwell, akhirnya semua bersenyawa dan dapat momentum sehingga stand up comedy jadi booming

Stand up comedy apa bisa dibandingkan dengan comedy tradisional seperti Srimulat, Warkop?

Tergantung! Kalau warkop sebenarnya format jokenya juga standup (set up punch line) cuma dilakukan bertiga dan Warkop itu peletak fondasi lawakan verbal yang main-main logika juga asosiasi sebelum standup com indonesia ada. Jadi pembuka jalannya sebenarnya Warkop. Kalau Srimulat, memang sulit ngebandinginnya.tapi beda sih…Totally different.

Apa yang bisa dijadikan masukan bagi para comic saat ini? Adakah yang salah atau semua sudah ideal sesuai benakmu tentang seperti apa stand up comedy itu?

Masukan, jangan merasa lucu dan jadi comic kalau baru satu – dua kali sudah berhasil,semua itu adalah proses panjang.

…televisi sebagai industri akhirnya rada kebablasan, mengeksploitasi habis-habisan. Padahal di barat, stand up itu comedy itu besar di panggung, bukan di televisi.

Dalam konteks Indonesia sih sebenarnya gak ada yang salah hingga saat ini. Cuma televisi sebagai industri akhirnya rada kebablasan, mengeksploitasi habis-habisan. Padahal di barat, stand up itu comedy itu besar di panggung, bukan di televisi. Ketika dia (comic -red) udah jadi, baru masuk televisi. Di indonesia, comic yang baru muncul dan kelihatan lucu sudah terburu-buru ingin masuk tv.

Comic juga harus mementingkan edukasi pasar. Jangan sampai hanya karena uang, comic mau tampil di acara yang sebenarnya justru akan mematikan stand up comedy sendiri.

Banyak orang mengaku tak bisa menikmati stand up comedy karena ‘tak lucu’, bagaimana menurutmu?

Pertama, harap disadari stand up comedy indonesia baru berumur satu tahun jadi kalau kita berharap akan selucu stand up comedy barat jelas tidak fair.

Soal komentar ‘tak lucu’ itu, jangan-jangan mereka hanya pernah lihat di televisi lalu menggeneralisir keadaan. Sebenarnya stand up comedy itu memang lebih enak dilihat langsung di panggung, bukan di televisi. Aura lucunya beda… beda banget!

Atau, bisa jadi mereka bilang ‘nggak lucu’ karena mereka hanya melihat acara ‘open mic.’ Open mic itu kan hanya tradisi untuk latihan comic pemula dan untuk yang sudah berpengalaman, mereka menjadikan acara ‘open mic’ sebagai uji materi yang memang belum matang. Ada banyak kok:orang yang awalnya antipati ama standup tapi begitu liat pandji atau mongol stress secara langsung malah ketagihan

Bagi saya nggak masalah kalau ada para ‘haters’ yang berkomentar seperti itu. Lebih baik fokus ke orang yang mencintai. Bukankah kesalahan terbesar dari kita adalah ingin berusaha memuaskan semua orang?

Sebarluaskan!

18 Komentar

  1. hmm tp kl aku sih msh selera Sule dkk buat yg lucu2 … honestly to say comic(er) di indonesia msh kelihatan ‘maksa’, ya tp krn msh baru juga sih .. tp ya balik lagi ke selera msg2 hihihi~

    Balas
  2. kalo saya masih suka sama @radityadika

    Balas
  3. kalo saya masih suka sama @radityadika… nonton videonya yang sama berkali-kalipun masih tetap ngakak :)

    Balas
  4. ini memang sebuah fenomena baru.. setuju nih dengan si imot.. fokus saja pada yang dicintai…

    Balas
  5. Hmm..

    Menurut saya, pada dasarnya tujuan stand up comedy ini sama saja yaitu untuk melucu dan menghibur. Tapi namanya sebuah hiburan, tentu ada kadar sampai berapa terhibur seseorang yang meng’konsumsi’nya.

    Untuk stand up comedy, saya baru tahu saat ada di kompastv. Dan sejak itu saya juga cukup menyukai walaupun tidak mengikuti secara terus menerus.

    Kalau dipikir, acara macam stand up comedy ini berarti sudah saya kenal sejak lama yaitu ketika acara2 pernikahan anggota pemuda di banjar (setingkat RT/RW). Kami umumnya membuat acara semacam pelepasan anggota di malam setelah resepsi. Dalam acara itu akan banyak yang maju memberikan kesan dan pesan, khususnya yang suka melawak. Seperti apa? Saya lihat persis seperti stand up comedy, cuma materinya saja yg beda dan tentu bukan orang profesional seperti para comic itu.

    Btw, emang ada ‘haters’ ya? Saya kok merasa aneh ada yang benci stand up comedy. Kalau ndak suka ya ndak usah nonton kan.

    Balas
  6. waaahh klo aku sampai skrg gak mrnganggap lucu ovj dkk. bbrp kali lihat youtube standupcom indo dan emg lucu bgt.. bagi aku standup com itu cerdas.. bukan hanya berlandaskan muka atau gerak.. tapi cerita!!

    Balas
  7. Mungkin baru ngetren (lagi), yo wislah kita tunggu seleksi alam aja deh..

    Balas
  8. Kalimat terakhirnya JLEB bangeeeet
    Btw Imoet itu koq kayak Krisna Mukti ya? Eh

    Balas
  9. aku pernah ketemu mas imot di jogja, tapi belum pernah liat dia beraksi di stage. kapan2 nonton ah :D

    Balas
  10. saya pernah liat acara langsung stand up comedy di salah satu acara kumpulan para blogger, dan pertama kali saya lihat itu membuat saya tertarik karna comedy yang seperti ini jarang saya temui…

    Balas
  11. Aku kadang nonton, lebih seringnya nggak nonton stand up comedy… :D
    aku cukup terhibur juga dengan stand up comedy ini… bisa sampai terpingkal-pingkal, tersenyum doang, atau malah sekedar menaikkan alis kalau materinya rada “maksa” supaya terdengar lucu.

    tentang haters? yah, di mana pun pasti ada ajalah yang suka atau nggak suka…
    it’s not easy to please everybody nor to meet everybody’s need… *podho wae yo dengan kalimat terakhirmu…

    Balas
  12. aku juga susah sekali menikmati stand up comedy..
    selera humorku yang ane atau…..
    akunya yang sudah lucu , entahlah ahhahaha

    Balas
  13. Sejauh ini menurutku, stand up comedy jauh lebih menghibur ketimbang lawak-lawakan yang menjadikan gabus bahan lelucuan.

    Balas
  14. Saya sih menyadari Stand Up Comedy itu lucu ga lucu tapi tetap menarik.. .saya lebh melihat dari pembawaan orang tersebut masaalah lucu saya rasa belakangan..
    Menurut saya kelebihan Stand Up Comedy adalah sebagai ajang keberanian melawak di depan umum entah mau lucu atau tidak kita harus menghargai

    Balas
  15. Pernah liat standup comedy di you tube :D.. mgkn faktor umur, atau faktor ga gaul lg…jadi susah banget ketawa pas nonton itu :D

    Balas
  16. kenal ma imot dah lama, mulai ngobrol ttg lawakan tunggal beberapa tahun yll, saat itu lawakan tunggal belum trend, jadi agak susah untuk mendapatkan tempat maupun penonton yang pas..
    yang saya ingat imot ga putus asa dan terus dengan gigih mencoba mengembangkan lawakan tunggalnya :D
    dan kemudian muncullah trend stand up comedy ini, beberapa saya lihat bagus, pun banyak yg jadi kritikus teknis melucu, menurut saya sendiri melucu itu butuh lebih dari sekedar teknik, ada jiwa yang harus tersambung antara sang pelawak dengan penontonnya:)
    ada bberapa pelawak tunggal yang menurut saya masih “kasar’ dalam lawakan, walau banyak juga yang suka (berarti balik ke selera masing2 lagi toh).
    terus menurut saya, pelawak tunggal ini adalah pelawak yang perlu memilih penontonnya, atau menyesuaikan lawakan dengan penontonnya, karena kadang kelompok penonton tertentu lebih pemilih dalam jenis lawakannya…

    setuju banget dengan imot masalah eksploitasi, terlalu banyak dieksploitasi malah membuat materi dan pelawak yang melawak sedikit kehilangan greget.. IMHO

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.