Disembuhkan, diberi berkat bukan berarti sudah diselamatkanNya

13 Nov 2019 | Kabar Baik

Yesus didatangi sepuluh orang penderita kusta. Mereka memohon belas kasihan Tuhan untuk bisa sembuh dari penyakit tersebut. Yesus pun menuruti permintaan itu. Semuanya disembuhkan padahal satu diantaranya adalah orang dari suku bangsa asing, Samaria. Tapi uniknya, dari sepuluh orang itu, justru orang Samaria lah yang kembali kepadaNya untuk mensyukuri dan memuliakan Allah. Untuk itu ia diselamatkanNya. Yang sembilan lainnya? Tidak kembali. Maka kepada orang Samaria itu, Yesus lantas berkata, ?Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.” (Lukas 17:19)

Belum tentu diselamatkanNya

Kesan pertama yang lantas memicu permenunganku atas Kabar Baik tersebut adalah, kesembuhan dari satu penyakit, kesuksesan dalam karir bahkan kebahagiaan dalam rumah tangga tidak otomatis berarti keselamatan bagi jiwa kita nantinya. Sepuluh orang disembuhkan tapi hanya satu yang memuliakan Allah dan oleh karena imannya itu ia diselamatkanNya.

Hal kedua yang menarik perhatianku adalah, kenapa justru orang asing, Samaria, yang kembali sementara yang lain tidak?

Aku mencoba menemukan jawaban itu dari pengalamanku dulu. Saat masih duduk di bangku SMP, aku kerap mengajak beberapa kawan dekat untuk main ke rumah. Pada suatu siang, ketika melewati jam makan siang dan kawan-kawanku ada di rumah, Mama mengundang mereka untuk ikut makan siang bersama kami sekeluarga.

Mama memasak sayur bobor bayam, perkedel jagung, ayam goreng dengan potongan yang besar-besar, sambel pedas, lalapan serta tentu saja nasi panas yang mengepul nan harum.

Kawan-kawanku makan dengan begitu lahap. Sorot mata mereka menampakkan kenikmatan masakan Mama. Dan benar saja, setelah usai santap siang, kawan-kawanku memuji-muji masakan Mama itu. ?Tante, masakannya enak bener!?

Saking senangnya, Mama lantas membungkuskan beberapa potong ayam beserta lauk-pauk lainnya untuk dibawa pulang.

Kupikir pujian kawan-kawanku tadi cuma basa-basi semata. Tapi ternyata bahkan keesokan harinya di sekolah, mereka memuji masakan Mama di depan kawan-kawanku yang lain. ?Masakannya Mama-nya Donny enak banget! Kamu harus coba!?

Karena terbiasa jadi sudah tak terasa istimewa

Bagiku, karena setiap hari dimasakin oleh Mama, masakannya tak ada yang istimewa. Bagi orang-orang Yahudi, karena sejak turun-temurun begitu diberkati Tuhan, berkat kesembuhan adalah berkat yang dianggap biasa, lumrah dan jadi tidak istimewa.

Tapi bagi kawanku, masakan Mama adalah masakan yang istimewa. Bagi orang Samaria yang disembuhkan tadi, saking istimewanya, ia pun kembali ke Yesus untuk bersyukur dan memuliakan Dia.

Di titik ini aku tiba-tiba merasa ketakutan.

Memuji dan memuliakan untuk diselamatkanNya

Hidupku penuh talenta. Hidupku penuh berkat. Tapi menerima semua itu bukan berarti aku telah diselamatkan dalam hidup abadi kelak. Talenta dan berkat diberikan sebagai  sarana yang dikehendaki Allah untuk kupakai semakin memuji dan memuliakanNya.

Ketika aku menganggap segala talenta dan berkat yang Tuhan beri sebagai sesuatu yang biasa dan lumrah karena kita telah beriman, aku berada di tubir jurang yang membahayakan.

Aku harus selalu berusaha berpikir bahwa talenta dan berkat Tuhan bukanlah sesuatu yang lumrah. Karena siapakah aku ini yang kadang masih sering mengasingkan diri dari muka Allah karena dosa-dosaku tapi tetap begitu diperhatikan dan dikasihaniNya?

Mari mulai kembali menyadari betapa baiknya Tuhan itu?

Sydney, 12 November 2019

Sebarluaskan!

1 Komentar

  1. Kerennnn, Don…
    Biar eling terussss hehe…
    Thanks…

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.