Tadinya aku baru akan menceritakan hal ini akhir tahun nanti karena bersama beberapa hal lainnya, pengaturan pola makan adalah resolusiku tahun ini.
Tapi, peristiwa berpulangnya dua kawan, Radit dan Dhani yang masih seumuran denganku selama dua hari berturut-turut dua pekan lalu mengubahnya. Mereka ditengarai terkena serangan jantung dan itu membuatku berpikir alangkah baiknya membagikan apa yang bisa kubagikan di sini sekadar peringatan bahwa kesehatan adalah salah satu hal utama yang harusnya kita perhatikan sejak muda, bukan nanti-nanti tapi sekarang.
Namun?sebelumnya, biarlah aku lebih dulu bercerita soal pola makanku beberapa tahun sebelum sekarang terutama ketika masih tinggal di Jogja.?Waktu itu, pola makanku benar-benar berbeda jika dibandingkan dengan yang sekarang.
Sarapanku adalah soto ayam/sapi plus beberapa tusuk sate jerohan maupun sate telor puyuh.?Makan siangku kalau pas lagi insap adalah lotek atau gado-gado tapi kalau sedang khilaf, aku biasa membabat makanan-makanan berlemak dan kolesterol tinggi ditambah nasi yang menggunung.
Saat malam hari, aku bisa menyantap berbagai macam makanan khas kaki lima mulai dari nasi goreng, ayam penyet hingga pecel lele tapi paling suka adalah sate kambing dan sop kaki kambing!?Berhenti di situ? Tidak! Menjelang dinihari, aku biasa keluar rumah untuk makan nasi sayur pedas Pak Dul (Jl Gejayan/Affandi) atau nasi padang! Iya… nasi padang lengkap dengan berbagai macam santan yang sangat lezat itu padahal waktu sudah menunjukkan jam tiga pagi!
Enam tahun yang lalu, ketika awal-awal tinggal di Australia, praktis aku tetap makan banyak dan ‘besar-besar’. Yang membedakan hanyalah aku tak lagi makan pada saat dinihari. Pagi, siang dan malam, tiga kali dalam sehari aku tetap menyantap nasi plus daging dan sayur tanpa berolahraga karena waktu itu concernku masih mencari kerja dan tidak ada biaya untuk berlangganan di pusat kebugaran/gym.
Setelah mendapatkan pekerjaan, pola makanku mulai berubah. Meski makan siang dan makan malam tetap ‘besar’ tapi sarapanku cukup dengan cereal atau roti tawar berselai dan aku bergabung dengan gym meski untuk jadwal, dalam seminggu aku hanya pergi ke sana tiga kali saja, senin, rabu lalu jumat.
Setelah istri melahirkan anak pertama, Odilia, pola makan kembali berubah tak bertauran dan olahraga terhenti karena kesibukan kerja plus membantu istri mengurus anak. Waktu itu sekitar tahun 2010 dan berat badanku ada pada ukuran 85 menurut skala besaran kilogram.
Entah angin apa, awal 2013 silam aku tiba-tiba berniat ingin menaikkan berat badanku menjadi 100kg. Untuk mencapai hal itu, aku membaca beberapa referensi dan bertanya kanan-kiri dan aku berkeputusan jumlah makanan dan jumlah latihan di gym (aku akhirnya gabung dengan gym lagi setelah berhenti sekitar 2 tahun lamanya) harus kutambah. Setiap hari kecuali weekend selama kurang lebih satu jam aku pergi ke gym untuk berlatih dan aku kembali menerapkan pola makan ‘besar-besar’ tiga kali nasi plus lauk-pauk ditambah snack setiap dua jam di antaranya.
Berhasil? Yup! Tubuhku mengembang hingga 110kg hanya dalam waktu enam bulan meski ukuran lingkar pinggangku tak terlalu menampakkan penambahan yang signifikan. Tapi makan banyak itu lantas jadi seperti candu sementara jadwal untuk berlatih tak kan bisa kutambah lagi mengingat manajemen waktu yang harus kubagi antara bekerja dan keluarga.
Hingga akhirnya aku mulai mengkhawatirkan dua hal.
Yang pertama adalah kesehatan.
Ketika berat mencapai lebih dari 100kg, perasaan ‘ngos-ngosan’ lebih sering muncul. Pernah pula suatu waktu aku periksa ke dokter dan tekanan darahku naik tidak seperti biasanya menjadi 130 (aku lupa berapa ‘bawahnya’). Dokter bilang tak perlu terlalu khawatir karena itu masih diambang batas wajar. Tapi aku sadar diri. Silsilah dalam keluargaku dari jalur Papa rentan terkena serangan stroke. Kakek dan Papaku, keduanya meninggal karena serangan stroke dan salah satu pemicu stroke adalah darah tinggi.
Yang kedua mungkin terdengar agak ‘silly’ tapi waktu itu aku juga mulai khawatir kalau harus membuang sekitar lima celana jeans yang kekecilan sebagai akibat karena aku terus menggemukkan badan dan kebesaran lingkar pinggang. Padahal sayang, karena untuk urusan celana aku tak pernah tak membeli celana yang bagus (dan biasanya harganya agak mahal).
Masuk tahun 2014, akupun berikthiar untuk mengatur pola makan.?Dari berbagai sumber, aku menyusun dan mengedit berulang-ulang hingga akhirnya aku cukup nyaman dengan apa yang kutulis di bawah ini:
08:00 pisang dan suplemen (fish oil + multivitamin)
09:00 secangkir kopi susu (flat white – full cream) tanpa gula
11:00 secangkir green tea plus tiga telor ayam rebus (hanya makan satu kuning telur dan membuang dua kuning telur yang lainnya)
13:00 enam buah strawberry + yoghurt + cereal (kadang kuganti dengan salad atau alpukat)
16:00 secangkir kopi susu (flat white – full cream) plus suplemen pre-workout.
Setelah exercise: makan besar (nasi plus daging plus sayur) plus suplemen post-workout
21:00 Sebuah apple
23:00 kacang/selai kacang plus secangkir green tea
Aku juga mengimbanginya dengan minum air putih banyak-banyak, tak mengkonsumsi gula kecuali hasil uraian dari karbohidrat yang kuasup serta aku sudah tidak merokok sejak sembilan tahun yang lalu.
Ketika berkunjung ke dokter akhir Juni silam, berat badanku telah turun menjadi 85kg dan bertahan hingga sekarang.
Bangga iya?
Merasa aman? Tidak juga.
Aku bangga bukan semata karena aku berhasil menurunkan berat badan, tapi bangga karena aku bisa menjalankan niat dan prinsipku dan kutahu itu tidak mudah. Tapi meski demikian, aku tidak pernah merasa aman?karena sejatinya hidup ini memang tak ada yang bisa dibilang aman. Usahaku di atas lebih untuk mengoptimalkan premis “Manusia melakukan yang terbaik” dari paribahasa “Manusia hanya bisa melakukan yang terbaik tapi Tuhan yang menentukan!”
Mau ikutan programku ini? Yuk gandengan!
wooo.. keren! yang penting berusaha. semoga tetep sehat dan selalu menikmati hidup, mas donny ^^
aku sejak beberapa tahun lalu medcheck dan mendapati hasil trigliseridemia, lalu diet ngurangin nasi, garam, gula, tepung, juga daging merah. karena dibiasakan, lama-lama aku kalo masak pake garamnya sedikit banget – cenderung bikin masakan jadi hambar – juga jadinya gak terlalu doyan nasi dan daging merah. berat badanku sih sulit turun (ndak tahu kenapa, padahal ya rutin olahraga), tapi ya wes lah yang penting BMI normal, di badan seger dan medcheck tahunan hasilnya masih oke.
wuiss jadwal makanannya lengkap yaa.
etapi emang kalo udah masuk umur 30an keatas emang mau ga mau kudu diatur pola makan ya.
berasa banget tubuh ga se fit jaman 20an.
kalo aku makan emang agak susah, cuma camilan ngejos, meski berat ga sampe nembus 50. cumaaaa ga pernah olahraga >.<
Don, kenapa menempatkan apel di malam hari?
dugaanku sih, memilih pisang karena cukup kalori dan pencernaan yang lambat sehingga ‘menutupi ‘ rasa lapar. sudah pernah coba dicampur dengan tomat?
kira-kira berapa total kalori yang dihasilkan dari menu harian tersebut?
perbedaan utama dengan konsumsi harianku adalah ketela kukus sebagai pengganti nasi sejak 4bulan yang lalu dan selebihnya sama :)
kalau boleh tahu, beban terberat bench pressmu berapa ya?
Aku nggak pake takaran berapa total kalori karena aku nggak mau terjebak pada hitung-hitungan dan hasilnya malah nanti bubar dietnya. Aku menjalankan diet dengan senang hati saja dan alasan kenapa pisang pada pagi hari, bukan karena menutupi rasa lapar tapi karena memang lapar beneran hahaha…
Bench press.. hmmm tergantung, kalo pas program strong lift aku bisa 100kg (40kg each side plus bar standar seberat 20kg) tapi kalau pas program biasa paling aku cuma kuat di 85kg saja…
Don,
Coba Coronanry Calcium Score test just for precaution – http://www.webmd.com/heart-disease/cardiac-calcium-scoring?
Dokter disini nyaranin itu biasanya.
Testnya cuma 2-3 menit, dan gak sakit sama sekali :)
Hope it helps.