Setelah Glenn Fredly bulan lalu dan Erwin Prasetya (mantan bassist Dewa19) tiga hari silam, jagad dunia hiburan Tanah Air kembali dikagetkan dengan berpulangnya Didi Kempot. Penyanyi campursari adik pelawak Mamiek Srimulat (alm) ini meninggal karena serangan jantung di usia 53 tahun di Solo, kota yang melahirkan dan membesarkannya.
Sebagai orang Jawa, aku merasakan kehilangan atas kematiannya. Saat masih tinggal di Klaten dan Jogja dulu, aku ingat setiap pagi dulu, saat memasak, almh Mama selalu menyalakan siaran radio yang memutar alunan musik campursari yang salah satunya adalah lagu-lagu Didi Kempot. Mulai dari Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, Sewu Kutha hingga yang jadi lagu favorit almarhumah Mama, Taman Jurug.
Cahyaning bulan nrajang pucuking cemoro
Angin kang teko sasat nggowo gending tresno
Banyu bengawan sinorot cahyaning bulan
Lir sewu dian alerap nggugah kenangan
Didi Kempot dan ketidaktahuan-ketidaktahuan kita…
Didi Kempot adalah sosok yang bagiku menyimpan begitu banyak hal yang kita atau setidaknya aku, tidak ketahui.
Ketidaktahuan yang pertama adalah apa yang membuat Didi kembali dikenal setelah sekian lama seolah terpuruk dan tertinggalkan? Seperti kita ketahui bersama, dalam beberapa tahun terakhir namanya kembali muncul ke permukaan blantika musik nasional. Pernah suatu waktu, melalui Youtube aku menyaksikan acara talkshow televisi nasional yang menghadirkan Didi Kempot yang kala itu mulai dikenal dengan nama Lord Didi, Godfather of Broken Heart.
Kupikir yang nonton pasti orang-orang yang minimal seusiaku. Eh ternyata, yang joget-joget di depan adalah anak-anak milenial Jakarta! Tak semua dari mereka paham dan fasih berbahasa Jawa! Tapi darimana mereka bisa tahu lagu-lagu Lord Didi? Tidak tahu!
Bagaimana mereka bisa hapal dan akhirnya jatuh cinta serta tak malu untuk mendeklarasikan diri sebagai sadboys dan sadgirls, sebutan Sobat Ambyar, fansbase Didi Kempot yang membanyak itu? Tidak tahu!
Termasuk rasa penasaran yang muncul dari sekian banyak orang hari ini tentang nama aslinya yang ternyata adalah Dionisius Prasetyo. Dionisius adalah nama santo (orang suci Katolik). Adakah Didi Kempot dulunya Katolik? Atau dia sebenarnya tetap Katolik? Tidak tahu juga!
Tapi itulah hidup dan manusia. Hidup yang banyak menyisakan misteri dan manusia yang terbatasi oleh sekian banyak ketidaktahuan.

Ratapan jadi tarian
Yang pasti kita tahu, Didi Kempot adalah orang baik. Ia telah berhasil menghibur begitu banyak kalangan dari presiden hingga ke kalangan bawah. Dari Sabang sampai Merauke. Dari Paramaribo, Suriname hingga ke Sydney, Australia.
Didi juga banyak terlibat dalam aksi sosial baik yang kelihatan di media maupun yang tak pernah ia umumkan tapi tetap berkelanjutan. Bagaimana ia memberi peluang kerja untuk banyak orang di sekitarnya termasuk beberapa kawan penggiat media sosial di Solo, misalnya.
Dan terlepas apakah Didi Kempot itu pernah Katolik, masih Katolik atau bukan sama sekali Katolik bagiku Didi Kempot adalah pelaksana firman Tuhan. Salah satu penulis yang kuidolakan, Agus Mulyadi, pernah menulis di Mojok.co tentang sosok Didi Kempot yang mampu mengubah paradigma tentang patah hati yang biasanya ditangisi tapi justru kini bisa dijogeti. Bandingkanlah dengan ayat Tuhan pada Mazmur 30:11. Di sana tertulis “Engkau telah mengubah ratapanku menjadi tarian.” Didi adalah sarana yang Tuhan pakai untuk mengubah ratapan jadi tarian lewat lagu-lagunya itu! Bukankah amat mulia? Bukankah ambyar-ambyar bergembira?
Maka kembalilah dalam hidup kekal dengan penuh kegembiraan, Lord Didi! Tugas sudah selesai saatnya beristirahat dalam kekal keabadian.
Sugeng tindak! Rinengkuh ing Pangeran!
Menawi kepanggih, salam kagem bapak lan ibu kula nggih?
sukristiyonoth@gmail.com
Reflektif….
Mungkin tidak katolik yg punya lingkungan or paroki….. Tapi hidup menyala spt lilin katolik membagi cahaya berkah….
Dia dulu katolik ikut dr ibu yg memberikan namanya. Setelah dewasa dan perjalanan karir yg menanjak, dia meninggalkan istri pertama untuk menikah lagi dengan Yan Vellya dan masuk mualaf sampe sekarang.
Itu yg saya baca n tangkap dr postingan Birgaldo Sinaga ” Kadrun mengungkit agama Didi Kempot”