Di Kolese De Britto beda itu indah? Beda itu biasa!

11 Mei 2020 | Cetusan

Ada yang menarik dalam acara wisuda kelulusan siswa kelas XII SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang ditayangkan secara online Jumat pekan lalu. Jalu Jagad Maharsi, sebagai wakil dari siswa yang diwisuda diberi kesempatan untuk memberi sambutan sekaligus memimpin doa menurut agama yang dipeluknya, Islam.

Aksi Teatrikal

Nama De Britto pun terangkat ke permukaan dan begitu banyak pujian disampaikan kepada sekolah khusus pelajar pria itu.?

?Wah, luar biasa lho almamatermu, DV! Sekolah katolik tapi menjunjung tinggi perbedaan!? begitu kata seorang kawanku sambil membagikan link berita terkait peristiwa tersebut.

Aku sih santai saja menjawab, ?Ah, masa? Kamu tau po di dalamnya kayak apa??

Apa yang terjadi pada wisuda tersebut adalah sebuah aksi teatrikal belaka jika? dan hanya jika dalam kehidupan sehari-hari di dalamnya kebhinekaan tidak diangkat dan dijunjung!

Di Kolese De Britto Beda itu indah? Beda itu biasa!

Lantas bagaimana sih kehidupan di dalam kampus De Britto yang letaknya di Jl Laksda Adisucipto 161 tersebut?

Untungnya, praktek menghargai perbedaan memang sudah mengakar dalam hidup kami di kampus De Britto! Beda itu tidak indah. Beda itu biasa karena selain jenis kelamin siswa, semuanya bisa dibilang berbeda. Jangankan agama! Suku bangsa, beda! Strata ekonomi, beda! Pendapat, beda banget! Bahkan panjang rambut kami pun beda! Ada yang gundul ada yang gondrong sampai nyaris ke pinggang karena di De Britto perkara rambut memang tak jadi soal!

Di De Britto, perbedaan dihargai karena perbedaan dipandang sebagai sesuatu yang sifatnya kodrati. Bagi kami, atau setidaknya bagiku, perbedaan dan kemauan untuk mempertahankannya adalah karunia Allah berjudul: kehendak bebas. Nah, di De Britto kami diajar untuk memutuskan keputusan-keputusan hidup secara bebas tapi? bertanggung jawab!

Pewartaan Injil

Barangkali ada juga yang bertanya, kalau seperti itu, kalau ada siswa beragama non-katolik malah disuruh memimpin doa dalam acara penting, apakah karakter De Britto sebagai sekolah katolik tidak hilang?

Tidak juga!
Justru menurutku adanya ?aksi teatrikal? tersebut menjadi petunjuk bahwa karakter katolisitas telah benar-benar mendarah-daging di sana! Salah satu tugas terbesar bagi seorang yang mengimani Katolik menurut Gusti Yesus adalah memberitakan Injil hingga ke ujung dunia. (lih. Markus 16:15) Pewartaan Injil akan sangat sempit kalau hanya dipandang sebagai kristenisasi.?

Injil adalah Kabar Baik! Kabar Terbaik dari Yesus adalah karena kita dikasihi Allah! Maka mewartakan Injil Tuhan adalah mewartakan kasih!  Nah, mengasihi sesama lengkap dengan segala ketidaksamaannya termasuk agama, bukankah itu tanda cinta itu sendiri?!

Kontribusi positif Kolese De Britto

Eh tapi, sejujurnya, melihat bagaimana reaksi masyarakat yang mengelu-elukan apa yang terjadi minggu lalu di De Britto itu agak sedikit membuatku sedih nan iba lho. Kenapa? Sudah sedemikian parahkah kondisi penghormatan terhadap perbedaan di sebagian kalangan masyarakat kita sehingga melihat hal tersebut saja lantas ada banyak yang tak henti untuk memuji-mujinya?

Tapi jika memang sudah sedemikian adanya, apa yang dilakukan di De Britto harus kita anggap sebagai kontribusi positif untuk lebih menyadarkan masyarakat bahwa beda itu biasa maka marilah kita biasa untuk berbeda. Hal ini tak boleh berhenti hingga suatu saat nanti kita tak lagi nggumunan melihat aksi-aksi berikutnya.

Maka yang tadinya selalu terpaku pada pendapat bahwa beda itu indah, kita harus membuatnya menjadi beda itu biasa kaena kita memang sejak lahir sudah terbiasa untuk berbeda?

Indah adalah ketika kita bisa melakukan sesuatu yang baik di mata Tuhan meski kita berbeda. Tidak indah adalah ketika kita tak bisa melakukan apapun karena kita beda. Bagaimana kalau ada orang yang selalu mempertentangkan perbedaan? Nah kalau itu memalukan!

Eh tapi kalau boleh usul ke pihak sekolah dan yayasan. Tahun depan, akan lebih baik kalau semua perwakilan siswa dari agama dan kepercayaan yang berbeda juga diberi kesempatan untuk melayangkan doa. Indonesia tidak terdiri dari dua agama saja lho. Ada enam agama dan berbagai aliran kepercayaan yang diakui. ..

Bagi Tuhan dan bangsaku,
Donny Verdian, JB ?96

Sebarluaskan!

1 Komentar

  1. Terima kasih dab Donny atas sharing didalam blog panjenengan.

    Salah satu refleksi yg bisa saya peroleh bahwa : salah satu parameter atau ukuran keberhasilan masyarakat/ kita dalam menghargai perbedaan (terutama perbedaan agama) adalah jika masyarakat / kita menganggap BIASA atas peristiwa /kejadian/ “teatrikal” spt yg di lakukan oleh dan di de Britto tsb.
    Menganggap biasa bukan karena ujungnya tidak memberikan apresiasi, tapi menganggap biasa karena peristiwa spt yg terjadi/ dilakukan oleh dan di de Britto memang sudah menjadi sikap, pola pikir serta dilakukan oleh masyarakat/kita sehari hari

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.