• Skip to primary navigation
  • Skip to main content
  • Skip to primary sidebar

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • @baik.tv
  • Kontak

Detik-detik yang Menghempas

29 Mei 2008 14 Komentar

Sebarluaskan!


Kenapa aku bisa bikin buku, dua tahun lalu?
Jawaban singkatnya adalah karena ada gempa Jogja, 27 Mei 2006!
Bukan semata-mata kualitas, tapi sekali lagi karena gempa. Dengan kata lain, kalau tidak ada gempa barangkali takkan ada penerbit yang mau menjadikan beberapa tulisanku menjadi sebuah buku.

Buku itu kemudian kuberi judul “Detik-detik yang Menghempas” meski akhirnya diubah oleh editor menjadi “Detik-detik Menghempas”
Awal mulanya, semua artikel yang ada dalam buku itu adalah rangkaian posting pada blog yang memiliki alamat sebelum ini, hasil permenungan setelah seminggu sejak gempa “turun lapangan”
bersama beberapa anak buahku di GudegNet meliput langsung ke tempat-tempat terparah seperti Bantul dan Piyungan.

Lalu beberapa minggu tepatnya sesudah gempa terjadi, seorang penerbit mengkontakku melalui email perihal kemungkinan penggunaan tulisanku sebagai naskah buku.
Aku ingat betul, ketika itu respon spontanku adalah “Boleh saja! Tapi saya maunya itu untuk free, dalam arti saya ndak mau terima sepeserpun fee.”

Statement yang akhirnya kurelease pada level kenyataan itu sempat mengundang tanda tanya besar terutama bagi keluargaku.
Mama dan Papaku sempat bertanya kenapa aku tak memanfaatkan uang hasil penjualan buku itu untuk setidaknya membantu mereka membangun kembali beberapa bagian rumahku yang memang ikut
rusak karena hempasan gempa. Lalu aku menjawab bahwa bukuku bercerita tentang nestapa yang dialami orang-orang di Bantul dan Piyungan sana, oleh karenanya kepada merekalah
keuntungan finansial itu harus diperuntukkan, “Untuk urusan rumah kita, nanti Tuhan pasti akan kasih jalan!”
Lalu pada akhirnya mereka pun mengerti.

Permasalahan kemudian datang justru pada cara bagaimana supaya aku dapat memberitahu kepada khalayak bahwa aku tidak mengambil untung rupiah sepeserpun, namun tidak dengan sesuatu yang
bersifat mencolok.
Kenapa hal ini harus diberitahukan, awalnya aku pun tak setuju karena bagiku beramal itu harus dilakukan tidak secara terang-terangan supaya tidak mendatangkan pujian,
akan tetapi justru dari pijakan ini aku belajar berpikir bahwa meski beramal itu tidak harus digembar-gemborkan tapi tetap harus dinyatakan demi sebuah tanggung jawab publik.
Ketika tangan kanan memberi sedekah memang benar tangan kiri harus disembunyikan supaya ia tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh si kanan, tapi otak dan hati harus tahu
dan paham kenapa dan bagaimana kita beramal supaya setidaknya nanti kalau Tuhan bertanya kenapa kita beramal, kita bisa menjawab dengan lugas dan tepat serta dapat dipertanggungjawabkan.

Opsi pertama untuk memberitahukan kepada khalayak waktu itu adalah dengan menuliskan terang-terangan di halaman sampul bahwa aku menyumbangkan 100% hasil penjualan ini untuk amal.
Tapi hal itu kuhindari dan kutolak karena menurutku cara seperti ini justru memancing orang untuk memuji kita dan kemudian membeli karena pujian itu tadi.
Kalau begitu itu menurut saya sama saja bohong; membangun citra dan menebar pesona melalui amal yang kita lakukan itu sama saja onani.

Setelah berdiskusi dengan penerbit yang hendak menerbitkan buku itu, akhirnya kudapat cara yang paling “aman”.
Cara itu adalah dengan cara cukup menuliskan statement beberapa kata banyaknya pada Kata pengantar. Demikian isinya:

“…. Pada kesempatan ini saya juga ingin mengatakan bahwa dari pihak saya sebagai penulis tak ada niatan untuk eksplorasi ke arah komersial sama sekali karena sejak awal
saya telah berniat untuk menyumbangkan seluruh keuntungan penjualan yang menjadi hak saya bagi para korban bencana….”

Meski demikian, seperti yang sudah kuduga sebelumnya, suara “nyinyir” nan sumbang dari orang-orang yang menyangsikan ketulusanku itu ternyata tetap ada.
Seorang mantan teman yang tinggal di selatan jakarta, pada sebuah kesempatan setelah kuberitahu bahwa sebentar lagi aku akan mencetak sebuah buku tentang gempa Jogja langsung mengubah
status YM menjadi demikian “Selalu saja ada yang tega untuk mengambil keuntungan dibalik sebuah musibah”.
Hmmm.. saya pun hanya bisa mengulum senyum, secara ego dan emosi, saya punya hak untuk memberitahukan kepada temanku bahwa aku tidak menerima uang sepeserpun, tapi aku lihat justru
disitulah tantangan untuk menghindari godaan yang mengatasnamakn ego dan emosi sesaat itu.

Dua bulan sesudah gempa dan beberapa saat sebelum Habibie akhirnya membuat buku dengan judul yang kurang lebih bernada sama “Detik-detik yang Menentukan”, bukuku pun jadi dan
terpampang di toko-toko buku di Yogyakarta serta banyak kota lainnya. Beberapa rupiah yang kuterima sesudahnya, langsung kuserahkan pada manajemen perusahaan tempatku bernaung untuk
diserahkan pada yang berhak untuk membagikannya sebagai sumbangan para korban gempa.

Begitulah!
Lantas kalau dulu aku tak mau menggembar-gemborkan aksi sosialku, kenapa pula saat ini aku memberitahukan ini semua kepada kalian?
Heh! Terasa aneh bukan?
Tapi ini kan sudah lewat dua tahun. Sementara bukuku pun juga sudah tandas tak tersisa di rak-rak toko buku serta tidak ada niatan (maupun tawaran!) untuk mencetak ulang buku tersebut,
sehingga tentu tidak ada lagi gesekan kepentingan atas nama apapun juga tho kalau aku mengumumkan ini semua?

Bukan pula sebagai ajang untuk membuatku jumawa oleh pujian dan sanjungan kalian bahwa aku dulu, dua tahun lalu pernah beramal dengan cara seperti itu. Kupikir untuk mengharapkan pujian
seperti itu akan terasa sangat basi dan bau.
Jadi, apa salahnya?


Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Cetusan Ditag dengan:jogja

Tentang Donny Verdian

DV, Superblogger Indonesia. Ngeblog sejak Februari 2002, bertahan hingga kini. Baca profil selengkapnya di sini

Reader Interactions

Komentar

  1. windy mengatakan

    29 Mei 2008 pada 3:59 am

    yah paling tidak… diantara kesulitan ada ketenaran uhuhuuhuhu….

  2. alfaroby mengatakan

    29 Mei 2008 pada 7:01 am

    pertama tama :
    salam untuk anda yang sedang menunaikan tugas yang mulia
    yang kedua : sebenarnya sikap manusia yang sangat sulit dihilangkan adalah sikap berburuk sangka… secara gak sadar kita seakan akan iri dengan apa yang dimiliki oleh orang lain sedangkan kita tidak bisa memilikinya…. sabar aja mas… Tuhan lebih tahu makna hati seorang hambanya…. perbuatan baik akan dibalas dengan perbuiatan baik pula… mungkin saja godaan godaan dan kritikan kritikan yang pedas itu bagaian dari ujian dan cobaan dari Tuhan.. seberapa ikhlas dansabarnya kita menghadapi itu semua…

  3. arie mengatakan

    29 Mei 2008 pada 9:11 am

    buku ne iseh ra,bos??
    bisa dibeli dimana…
    sy sdh 3 thn keluar dari jogja :))

  4. cocot ria mengatakan

    31 Mei 2008 pada 8:49 am

    biarin mas, apa kata orang, yang penting jalan terus. klo niatnya baik kan ntar juga yang di atas memberi berkat. hihihi

  5. Daniel Mahendra mengatakan

    31 Mei 2008 pada 6:18 am

    Aku butuh bukunya, Mas. Di mana bisa mendapatkan ya? Thanx.

  6. handaru mengatakan

    1 Juni 2008 pada 4:25 am

    bener – bener mas pahlawan, suri tauladan dan idola kawula muda
    * ngacir *

  7. Donny Verdian mengatakan

    1 Juni 2008 pada 7:21 am

    @Windy: Nah, kalau ketenaran memang sulit dihindari, Ndi! Ya, tak ada gading yang tak retak lah!
    @arie: bukuku dulu ada dimana-mana, ngga cuma di Jogja… nek saiki ketoke sudah habis…
    @DM: Di Malka!!!!!

  8. DM mengatakan

    1 Juni 2008 pada 12:04 pm

    Iya, Mas. Mas memang sosok yang patut diteladani. Bangga bisa berkomunikasi dengan Mas seperti ini… Salut!
    *mengendap-endap kabur*

  9. Ikkyu_san mengatakan

    3 September 2008 pada 12:45 am

    Memang kadang susah niat baik kita diinterpretasikan lain oleh orang lain (bahkan teman sendiri).
    Tapi tidak apa toh, Tuhan yang tahu.
    Anjing menggonggong…….(isi sendiri hihihi)

  10. Lala mengatakan

    8 September 2008 pada 4:33 am

    Kita memang nggak akan pernah bisa mengendalikan isi pikiran orang lain kan, Don?
    Jadi biarin ajah…
    Yang tahu niat tulus kamu kan cuman yang Di Atas Sana… :)
    Ada copy buku yang bisa dibeli di mana gituh? ^^

  11. DV mengatakan

    8 September 2008 pada 4:33 am

    Justru, La!
    Aku menuliskan itu setelah dua tahun karena memang semua bukuku di Gramedia dan toko buku lainnya sudah dilaporkan tandas tak berbekas :)

  12. samsul arifin mengatakan

    23 Juni 2009 pada 8:17 pm

    mas, masih punya softcopynya ga? boleh minta? kan ga harus bayar. hihihi.
    aku benar2 ingin membaca buku tersebut soalnya. atau alamat blog njenengan sebelum ini deh juga ga apa2. maaf, karena aku belum mengenalmu dengan baik.

  13. DV mengatakan

    23 Juni 2009 pada 8:17 pm

    Wah itu dia…
    Bukunya nggak dicetak ulang sedangkan naskah raw nya pun hilang entah kemana, tapi ada sih buku yang kusimpan.
    Barangkali nanti kalo ada waktu aku akan tulis ulang dari buku ke blog ini…
    Sekadar untuk pengabadian saja…

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sidebar Utama

Cari tulisan

Tulisan-tulisan terbaru

  • “Udah disuntik vaksin kok masih harus pakai masker?” 15 Januari 2021
  • Tragedi jatuhnya pesawat terbang dan rasa trauma kita 13 Januari 2021
  • Interaksi sosial media: senggol bacok! Bikin kagol ya block! 11 Januari 2021
  • Tentang slogan singkatan dan kemalasanku untuk mengingatnya 7 Januari 2021
  • Yang terpenting dalam hidup 5 Januari 2021
  • Membuang buku yang tak perlu itu perlu 4 Januari 2021
  • [Obituari] Bu Kristin – Ajaran Jawa dan Kejawaan itu… 2 Januari 2021
  • [Podcast] Renungan 2020: Di mata COVID-19 kita semua ini sama 30 Desember 2020
  • [Podcast] Renungan 2020: Dibelenggu itu gak enak banget! 28 Desember 2020
  • [Podcast] Renungan 2020: Kemampuan adaptasi yang patut disyukuri… 28 Desember 2020

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Kontak
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled

Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.

Non-necessary

Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.