Bermula dari Lala, Lala Purwono.
Si gelatik kota Surabaya nan piawai menulis itu beberapa minggu silam menawariku untuk ikut menulis dalam proyek sosial bertajuk DearPapa Project.
DearPapa Project adalah sebuah proyek keroyokan para penulis (orang yang gemar menulis) yang terwakili dalam tulisan bertema “surat untuk Papa”. Tulisan-tulisan itu lantas dibukukan dan dijual lewat NulisBuku.com, sebuah layanan e-commerce Indonesia yang konsen di bidang penjualan buku berbasis print-on-demand. Lalu dimana nilai sosialnya bertengger? Lala bilang, seluruh keuntungan dari proyek ini nanti (kalau untung) akan diserahkan ke sebuah panti sosial di Surabaya sana. Manis kan?
Awalnya aku ragu menanggapi ajakan ini. Bukannya tak berminat untuk bekerja sosial, dan bukan pula tiba-tiba aku tak punya effort untuk menulis, tapi lebih pada “Mampukah” aku menulis baik dengan tema yang menurutku susah itu?
Bagaimanapun juga, seperti pernah tertuang di tulisan ini, hubunganku dengan Papa yang tinggal di Klaten, Jawa Tengah sana tidaklah renggang dan bisa dibilang tak bermasalah.
Yang jadi soal adalah, kami ini saling mengasihi tapi dalam bahasa lelaki yang bahkan untuk saling bersentuhan hingga memeluknya pun baru kulakukan 31 tahun setelah ku dilahirkan yaitu saat aku pamit untuk pergi ke Australia, 2.5 tahun silam.
Nah, jadi ketika ujug-ujug si Lala datang minta aku untuk menulis sebuah surat kepada Papa.. ya Papaku untuk kemudian ditayangkannya tulisan itu dibukunya, komentarku cuma satu, “Wah, susah La… ngga ada topik lainnya?” Aku, saat itu, nggak bisa membayangkan kata-kata apa yang patut kurangkai untuk membahasakan ‘bahasa lelaki’ itu.
Tapi toh akhirnya aku menerima ajakan itu karena repot dan susahnya itu bagiku justru menarik! Ini perkara ngetest sejauh mana aku bisa menjaga tulisanku itu jujur sesuai dengan kata hati atau tidak. Kalau aku jujur, seharusnya tulisanku itu akan tampak tak romantis dan sebaliknya cenderung lugas dalam menyampaikan pesan… tapi kalau aku bisa berkelit, barangkali rangkaian kata sepanjang 4 kali halaman berukuran A4 itu akan tampak lemah gemulai, layaknya aku menulis surat cinta untuk kekasih saja!
Untuk menghormati Lala dan tim yang telah bekerja keras menyusun buku itu, aku takkan menerbitkan tulisanku yang bertajuk “Sebuah Awalan” itu di blog ini. Tapi berikut adalah penggalan-penggalannya.
Aku berpikir, hanya kepadamulah aku bisa mencari jawab kenapa si anak kecil itu bisa merengek ke Papanya karena meski sekarang aku juga adalah seorang Papa, tapi engkau lebih ‘Papa’ ketimbangku, Pa. Kamu pasti menyimpan jawaban yang lebih bagus ketimbang kesimpulanku yang bisa saja semu, maklum baru beberapa minggu lalu predikatku sebagai “Papa” berumur setahun.
Aku membayangkan, kalau aku menuliskan ini untuk Mamaku, barangkali aku bisa menulis lebih manis ketimbang itu :)
Tapi proteskah aku dan Mama kala itu? Tidak! Kenapa, karena meski ngeyel, toh kami mengakui bahwa kalian, kamu dan Citra, adalah yang benar.. dan kami, aku dan Mama mensyukurinya.
Lihatlah, betapa kasarnya pengakuanku atas kebenaran yang mengunggulkannya?
Salam kangen dan sungkemku untukmu dan Mama juga cintaku untuk Citra, adikku.
Dan kalian tahu? Butuh perjuangan beberapa waktu lamanya untuk sepakat dengan benakku menuliskan kata “kangen” di situ?
Kalian harus penasaran dengan tulisanku selengkapnya *maksa mode is ON!*
Jadi, belilah buku ini karena selain beraksi sosial dan selain tulisanku, kamu juga bisa membaca tulisan teman-teman penulis kawakan macam sahabat saya dari Bandung, Daniel Mahendra, lalu ada Okke “Sepatu Merah”, Yessy Muchtar, Uda Vizon dan tentu saja Lala Purwono, si penjaga gawang.
Aku sendiri sudah berencana untuk membeli buku itu di nulisbuku.com meski belum terpecahkan bagaimana cara mengirimkannya ke Australia sini.
Jadi, tunggu apa lagi, klik di sini untuk detail buku dan cara membelinya!
Jangan salah pilih, Dear Papa buku yang ke-enam dan temukan saya di sana.. *mbetulin krah baju*
baiklah aku ke sana teman :D
Don.
Menurutku tulisanmu tentang papamu romantis kok. Biarpun hanya sepenggal, tapi romantisme itu sudah terlihat.
Dan tulisanmu memang berbeda…. !
susah memang utk berbusa2 romantis pada ayah kita karena kita sama2 laki2. he2. aku juga merasakan itu. tapi saat ayahku akhirnya meninggal, aku baru sadar telah sangat kehilangan dia. hiks.
Kira kira buku apa ya ga…………?
buku selanjutnya? segera ya :)
juli deh ^_^
Kalau say amah Dear Mama aja.. :)
Penasaran euy..
Kita satu buku. Entah kapan kita bisa satu buku lagih, tapi itu seksi sekali. Ya kan? :P
jadi sebesar ini ya @nulisbuku
keyen deh
dasyat..sekrang mas dony sudah punya tulisan di sebuah buku :D mantap…
aku suka tutur ceritamu ini
mmenarik
salam persahabatan
Ternyata apa yang kita rasakan ketika ditawari proyek itu sama ya Don; bingung bagaimana cara “beromantis” dengan Papa… :)
Semoga proyek ini memberi manfaat besar, sebagaimana yang direncanakan…
Jujur, aku bangga betul bisa satu buku denganmu… :)
sebuah proyek sosial yang mencerahkan, mas don. jarang2 penerbit buku yang memiliki misi sosial seperti ini. semoga sukses, ya, mas.
Aku sudah baca posting Uda Vizon yang menulis tentang buku ini juga. Ternyata perasaan Uda Vizon sama dengan perasaanmu ya Don, bingung ketika harus mengungkapkan perasaan mesra kepada papa :) . Mungkin semua anak lelaki memang begitu ya? Papa menjadi patron, tetapi komunikasi langsung kikuk karena merasa canggung untuk bermesra-mesra … :)
Selamat ya Don, aku mau pesen bukunya …
wah saya juga dikabarin juga sama teman di fb soal buku ini dan niat mulianya. Senang rasanya si Don yang biasa saya sambangi blognya turut berpartisipasi juga :)
Menarik, saya ke TKP dulu deh :-)
Gak perlu ragu dalam hal tulis menulis, bos.
Kalau saya amati, tulisan bos, dari donnie.or.id sampai dengan sekarang donnyverdian.net, sudah mengalami banyak-banyak kemajuan, lebih matang, lebih dewasa, lugas, perbendaharaan kata lebih banyak (Terus terang saja, kadang untuk membaca blog ini saya juga harus membuka tab khusus kbbi, jika menemukan kata-kata yang saya tidak mengerti .Ini yang membuat saya tertantang untuk membaca blog ini)
So, Jangan Ragu!
Nb: Bagaimana kalau dalam setiap postingan, diberikan fasilitas rating sehingga pembaca dapat menilai tulisan, bos. :D
wah jadi penasaran sama isi bukunya…pesen aah..hihi..keren sekali tulisannya mas donni, beneran!
Mungkin bagi laki-laki tak semuanya mudah untuk menuliskan perasaan sayang pada papa nya ya?
yen pesen sisan pesen novelku yo, mas :P xixixixixixi..
sukses untuk Dear Papa Project :)
Ketika akhirnya Lala “memintaku” untuk menemaninya menangani project ini, ada semacam spirit yang luar biasa. Dan setelah semua surat selesai ditangani, tiba-tiba Lala tanya,”surat dari kamu untuk DearPapa kok ngga ada, Meit?”
Butuh waktu berjam-jam untuk memutuskan menulis surat bertajuk Priceless itu. Mematikan rasa dulu supaya ngga nangis ketika menulisnya :’)