Dan inilah tanggapan tentang tulisan menyoal buzzer tempo hari itu…

4 Okt 2012 | Cetusan, Digital, Indonesia, OKTOBZER

Masih ingat tulisanku tentang buzzer yang ini?

Sebuah conversation panjang lewat Direct Message (DM) di Twitter dan sebuah email indah masuk sebagai tanggapannya.

Yang pertama mari kita bahas yang masuk lewat DM dulu.?Ia barangkali tak keberatan untuk disebutkan namanya, tapi kupikir tak perlulah.?Ia seorang kawan lama yang berkeras mengatakan, “Pasti tulisan itu ditujuan untukku! Ayoh, mengakulah, Don!”?Semula tak kutanggapi, tapi setelah bangun tidur di pagi hari dan kudapati ada rentetan pesan tambahan darinya, aku gatal menjawabnya, “Tulisan itu kutujukan untuk semua yang melakukan hal yang kutuduhkan!”

Kami bergelut dalam kata-kata beberapa saat hingga akhirnya ia mengajukan solusi, “Sudahlah! Tak perlu kita berteman, Do unfollow me, please!”

Ya sudah, sebagai seorang kawan yang baik, aku toh harus mengikuti apa yang kawanku pinta termasuk menyudahi pertemanan.?So, yudadababai!

Lalu yang kedua, eh beneran emailnya sangat indah!

Dirangkai menggunakan bahasa yang mudah dicerna dari seorang yang memang jago nulis sekaligus pribadi yang menyenangkan, Simbok Venus namanya.

Kalian yang malang-melintang di dunia online Indonesia pasti tahulah beliau. Kiprahnya memang tak terbantahkan sebagai sosok netizen yang cukup senior! Juli kemarin, dalam suasana yang hangat, aku berkesempatan bertemu dengannya.

Aku menganggap email tanggapannya sebagai sebuah sharing ilmu ketimbang bantahan dan terbukti benar dari emailnya itu memang Simbok Venus bukan sasaran dari postingku tadi.

Lihatlah kesantunannya merangkai analogi untuk memberiku penjelasan yang lebih dari cukup,

Bayangin misalnya aku hobi njait. Aku seneng banget njait. Seneng mamerin hasil jahitanku ke teman-teman. Trus pada satu?waktu, ada orang yang pengen dijahitin baju, buat dia sendiri, … hadiah buat anaknya dan dia bersedia bayar jasa yang dia terima.?Apa aku salah kalau lantas menerima bayaran untuk hal yang aku sukai?

Mewakili kalian, para pembaca blog ini, tentu aku bisa menjawab pertanyaan retoris itu dengan, “Tidak, Mbok!.. Tidak salah!”

Ia juga menjelaskan betapa para buzzer tak jarang melakukan kegiatan amal ketika mereka diminta untuk membantu sounding sebuah gerakan kemanusiaan, misalnya, “Aku bersedia gak dibayar, bahkan menolak dibayar biarpun mereka bilang budgetnya ada dan udah disiapin!”?demikian tukasnya. Ah, mulia kan? Kemuliaan memang selalu dan harusnya tampak dalam tiap sisi hidup dan pilihan hidup manusia!

Meski, ada satu hal yang terus terang ketika membaca pernyataan berikutnya, membuatku cukup lama mengerutkan alis,

Kalau kadang terkesan para buzzer ini ngetwitnya gila-gilaan dan gak obyektif, hanya ngetwit yang bagus-bagus tentang si produk, ya itu bagian dari kontrak, Don.

Jadi demikianlah.?Kuanggap tulisan ini sebagai salah satu usaha untuk memfasilitasi prinsip yang selama ini kuanut, yaitu bahwa kalian boleh berbeda pendapat denganku dan aku akan menjaga mati-matian supaya kalian boleh berpendapat di sini meski itu?berbeda dengan pendapatku sekalipun.

So, siapa yang tertarik untuk menjadi Buzzer??Tak ada salahnya dicoba selama semuanya dilakukan demi dan melalui jalan kebaikan. Apalagi, masih menurut Simbok Venus, hasil yang didapat amat sangat lumayan, lho!

Eh iya, seorang follower di Twitter bertanya juga kepadaku, “Don, kamu sendiri nggak mau coba jadi Buzzer?”

Aku tak menjawabnya kala itu, tapi baiklah ini jawabanku sesungguhnya bahwa aku memilih tidak menjadi buzzer itu pilihan! Pepatah bilang, banyak jalan menuju ke Sarkem (Pasar Kembang – tempat lokalisasi di Jogja -red)!?Kalau semua antri menyemut lewat Jl Haji Abu Bakar Ali lalu nyebrang Malioboro untuk ngapeli Yu Darmi, takutnya jalan tembus lewat Pasar Sentul yang sebenarnya lebih lebar itu akan terlalu sepi, jadi aku lewat sana saja! :)

In Social Media, No One Cares Unless YOU Care – Danny Brown

Updates:
Bola terus bergulir, proses pengayaan khazanah tentang buzzer terus berlanjut. Di hari yang sama, dua orang teman menuliskan opini mereka tentang buzzer dan ‘blogger berbayar’. Kalau dibanding tulisan mereka, apa yang kutuliskan di sini sih tak ada apa-apanya, maka silakan simak:

List tulisan tautan akan terus kutambahkan setiap ada pembicaraan dengan tema yang sama di blog siapapun dan dimanapun. Tolong infokan ya!

Sebarluaskan!

44 Komentar

  1. 1. Imo, buzzer mirip2 dg bintang iklan sih. Pertanyaannya kenapa ga ada/minim bgt yg riwil kalo (misal) sean pen jd bintang iklan brand yg punya isu ketenagakerjaan. Terutama yg ngefans ama sean penn & ngefans-nya krn sean penn dinilai cukup idealis.
    Oh ga usah jauh2 ding, liat aja slank jd bintang iklan produk bakrie.
    Nah buzzer mnrtku juga spt itu, tp lebih byk yg nyinyirin mungkin krn faktor kedekatan, alias buzzer ki yo jape methe.

    2. Bisa ngerti kl ada temen yg sinis, karena masalah trust di twitter. Udah rela follow, tp tyt ‘dikomodifikasi’ kepada brand.
    Pertanyaan, kl pas ngebuzz dikasi tagar #ads apakah bs mengurangi rasa dimanfaatkan?

    Balas
    • Njawab yang nomer satu ya, Mbak ayu…
      Pernah dengar iklan TongF*ng yang tempo hari sempat bikin heboh TL karena semua orang berlomba-lomba bikin parodinya? Tau alasannya kenap mereka diprotes banyak orang karena semua terkesan ‘too good to be true’ karena ‘apa-apa’ bisa langsung sembuh setelah ke klinik itu.

      Lalu kalau tak salah ada yang ngelaporinnya ke lembaga whatsoever namanya yang ngurusin regulasi iklan. Pertanyaannya, ada ngga lembaga regulasi iklan yang ngurus oknum buzzer yang tak jujur dengan produk/brand yang mereka iklankan? :)

      Kalau Sean Penn atau Slank ngebuzz di TL tentang produk/brand dan isi buzznya tak sesuai atau ‘too good’ juga kupikir orang akan teriak juga.

      Ini menyoal kepada regulasi sih menurutku dan selama regulasi belum ada, yang berkuasa hanyalah perasaan ‘kenapa begini – kenapa begitu’ :)

      Balas
      • Setauku lho ya, lembaga semacam kpi dkk mereka ga menegur bintangnya tp langsunh ke brand dan agency juga televisi.

        Terkait individunya, sama spt slank, yg menuntun adalah integritasnya. Regulasinya ada di sini (nunjuk dada).

        Dan salut serta hormat utk para buzzer yg mempunyai integritas tinggi. :)
        Aku kenal beberapa.

        Balas
        • Wah, isi di sini ini (nunjuk dada) isinya subyektif jhe nek menurutku.
          Regulasi harus tertulis karena siapa yang mampu membaca hati?

          Aku juga menyaluti mereka yang ngebuzz dengan integritas tinggi kok, tapi mereka yang ga demikian? Apa ya bisa selesai hanya dengan ‘tak disaluti’ saja? :)

          Soal KPI, itu si Olga? :)

          Balas
  2. ngomong2 aku juga buzzer loh.
    buzzer rmlegoh. selalu memberitakan enaknya keju aroma dan menu2nya. dibayar dengan makanan gratis dari boskoki :P
    oh, juga buzzer band geje yang membayar dengan tiket gratis dan tumpangan pulang.

    Balas
  3. Oh ini yg sempat rame-rame itu?

    Buat kamu Don, untuk mendapatkan uang jajan lebih banyak jalannya, tapi tidak begitu buat orang lain, termasuk aku ini.

    Balas
    • Aku nggak ngerti maksud omonganmu, Rus… Beneran…

      Balas
      • Aku cuma menanggapi kalimat yg ini “Pepatah bilang, banyak jalan menuju ke Sarkem” untuk alasan kamu tidak memilih jadi buzzer.

        Balas
        • Sorry, tapi aku tetep gak kesambung ke logikamu, Rus…

          Balas
      • Mungkin maksudnya, profesi buzzer adl pilihan yg ada saat ini utk beberapa teman disaat butuh/motif ekonomi.

        Balas
      • Mungkin maksud Rusa, dan yang akan menjadi pendapatku seperti ini, Mas.

        Mas Dony, tak usah menjadi seorang buzzer pun pasti dapat penghasilan dengan cara lain yang pastinya kemampuan itu hanya Mas Donny yang punya, tidak untuk para buzzer (Rusa dan Saya).

        #eh, aku ndak buzzer, sih. eh, ga tau juga, sih.tergantung orang yang menilai. :D

        Balas
  4. Jujur…ya..Jujur, sampai detik ini, habis mbaca postingan ini, aku sendiri masih ndak paham itu buzzer makan apa atau hal yang bagaimana. Soalnya entah mungkin aku yang terlalu konvensional atau ketinggalan informasi. Sudah beda zaman mungkin kali ya? :D

    Balas
  5. ngakak baca postingan ini. ahahahahaha…

    ada yg lupa kamu sebutin, don. di email, aku bilang bhw menyampaikan hal2 positif ttg produk yg di-review adalah bentuk tanggung jawab kami para buzzer ini ke klien. dan sesungguhnya yaaaa…paid review dan campaign di twitter itu hanyalah transaksi bisnis biasa, persis seperti dibilang salah satu kawanku waktu itu. mereka butuh publisher, kami menyediakannya. win win.

    thanks dave. *ditapuk*

    Balas
    • Nuwun, Bek :)

      Balas
  6. Nah lho, rame lagi soal Buzzer.
    Tapi Om, aku punya satu rekuest,… bisakah mengganti ava tweet jadi lebih keren lagi.
    Yang ini sendiri bagi saya menyiratkan kalau si-empunya berusaha keras memasuki dunia Buzzer. Dan secara ngga langsung sih, nyinyir empunya banyak menarik orang hingga pada suatu titik nanti ketika follower membludak,….. itu pilihan tersendiri kan?
    :mrgreen:

    Balas
  7. Thanks sharingnya don. Sekaligus gw melihat sisi lain lo yg mengapresiasi perbedaan pandangan dgn sangat apik dan bukannya asal sembur spt temen baikku yg minta diunfollow sama lo itu. Hahaha.

    Sbg gantinya gimana kalo lo folbek gw aja? *kepo maksimal* =))

    Balas
  8. Klarifikasi ah. Asal sembur itu maksudnya opini gw thd lo dulunya. Bukan maksudnya dia yg asal sembur *ketjoep basah si mbak …*

    Balas
    • mbak siapa, brad? nyahahahahaha…

      Balas
      • orang yang sempat ribut tempo harikah? yang dinanti kedatangannya pas kopdar tempo hari? *bekep mulut sendiri pake bantal*

        Balas
  9. Terima kasih udah cc aku tentang tulisanmu ini mas. tidak ada yang benar & salah. cuma sudut pandang yang berbeda saja. :)

    Balas
  10. Ini nek saya lho ya, nek saya. Ndak ada salahnya jadi buzzer, asal dilakukan dengan niat dan cara yang baik juga.
    Gak cuma berlaku di dunia buzz buzzan yang aku sendiri gak ngerti itu. Di dunia beneran sepertinya juga berlaku sama. Nanam sawit misalnya, ndak ada yang salah sama nanam sawit. Tapi kalau jadi menggusur hutan, itu beda soal.

    Nah, urusan buzzer yang yang gak enak dilihat itu, ndak bisa digeneralisir juga. Soal sebagian mereka yang terlalu hard selling atau too good to be true, mungkin kurang kreatif aja, gak selalu buzzernya, ahensi nya juga *minggat* *dikepruk cah ahensi dihital*

    Balas
  11. Doni ki caper rauwisuwis deng :)))

    Gini lho, Don….

    Soal Buzzer, benar spt yg dibilang Memeth bahwa mereka itu mirip bintang iklan. Ada penawaran, ada permintaan, dan ada kesepakatan. Jika kemudian mereka dirasa mengganggu, kemungkinan karena strateginya yg salah, atau kemungkinan justru strateginya berhasil krn KPI yg diinginkan klien tercapai. KPI yg diinginkan klien itu bermacam-macam, krn sasaran yg diinginkan dari online campaign pun berbeda-beda.

    Kalo kamu pikir semua buzzer bicara bohong ttg brand, berarti kamu masuk ke dalam golongan orang2 yg tidak paham apa itu buzzer dan pekerjaannya. Jadi, sebaiknya sebelum kamu menulis tentang hal ini, ada baiknya tanya dulu dengan orang yang paham. Kamu bisa tanya ke aku via email, dan dengan senang hati aku akan menjelaskan ttg ruang lingkup kerja buzzer tsb.

    Aku pribadi, meski bekerja di bidang ini, beberapa kali menolak permintaan buzzing jika tidak sesuai dengan prinsipku. Aku tidak melayani buzzing politik, dan aku tidak melayani buzzing black campaign. Jika harus bicara mengenai sebuah buzzing produk, seperti yg kita tahu, dalam suatu produk pasti ada plus dan minusnya, apapun produknya. Nah, tugas buzzer salah satunya adalah mengabarkan yg poin plus tsb, bukan berarti mereka bohong kan?

    Pada hakekatnya semua orang pernah jadi buzzer, yg membedakan adalah, ada yg dibayar, ada yg tidak. Kamu sendiri, tanpa kamu sadari, juga jadi buzzer buat blogmu, Don. Mention si ini dan si itu ora uwis2 hanya untuk memamerkan tulisanmu. Sama persis dengan apa yg dilakukan buzzer2 profesional itu, Don :)) Bagi sebagian orang, tindakanmu ini juga menggangu lho… dan terkesan caper. Tapi ya nggak apa-apa, sah2 saja. Setiap orang berhak mengakui sesuatu hal sebagai sebuah kebenaran sepanjang tidak mengklaimnya sebagai yg paling benar.

    Dan ketahuilah, Don… apa yg kamu benci ini bisa jadi berkah buat yang lain. Buat Ibu2 yg butuh tambahan uang buat beli susu tapi ga bisa kerja kantoran, buat mahasiswa2 yg butuh tambahan biaya kuliah, dan buat orang2 yg ingin memperbaiki taraf hidupnya dg penghasilan ini.

    Urip sepisan, dinikmati wae, ora usah kakean komplen. Ini motoku :))

    Balas
    • Hehehe, aku sih merasa gak pernah membenci buzzer, Wik.

      Balas
      • buset mbak wiwik panjang beneeeeeer komennyaaaa :))

        Balas
        • Mbak Wiwik iku ngeblog nang blog’e wong, Mbok :lol:
          Ndang, nggawe’o tulisan dewe, Mbak Wik! :Mrgreen:

          Balas
    • mention blog bisa jadi buzzer ya? Siapa yang bayar ya?
      baru tahu bahwa promosi blog bisa jadi buzzer….
      maklum ngga pernah promosiin apa-apa sih, termasuk blogku :)

      Balas
  12. gw pengen napuk si Dave. yg bener, in the internet no one knows you’re a dog. until you bark like one. hahay!

    Balas
    • wan wan (doggynya Jepun)
      guk guk (doggynya Indonesia) :D

      Balas
      • NTE EM!!!
        *pelukin Kai dan Riku*

        Balas
      • Itu yang wan-wan ‘n’-nya sengau ya mba?? Soalnya kalo n-nya kayak n Indonesia kok kayaknya nggak seperti suara anjing sama sekali! **eee alaaah yg dibahas malah suara anjing** :p

        Balas
  13. Bar iki aku tak update tulisan tapi janji dikomen ya… yaaaa… pliiissss….. *fakir komen. nebeng tenar di blognya Doni.

    Balas
  14. buzzer ke wedok, nek baser ki lanang yo?

    Balas
  15. saya ikut dirimu saja Don…. tapi ternyata isu seperti ini ramai juga ya… lucu. :)

    Balas
  16. ada artikel menarik dari mas Donnybu yang menurut ane bagus untuk dibaca baca http://donnybu.com/2011/11/28/menghitung-efektifitas-buzzer-twitter-dengan-click-ratio/

    Dari artikel mas donnybu itu kita bisa belajar menjadi brand atau pihak pemakai ahensi yang cerdas dan akan berlanjut mungkin menjadi ahensi yang cerdas juga. dan nantinya akan berimbas menjadi buzzer yang cerdas dan bertanggung jawab terhadap produk yang dia buzz kan. dan tertunya kita juga harus menjadi follower yang cerdas juga

    Masalahnya yang jadi masalah sekarang ini kayak nya memang terlalu mudah banget dapat duit dari sana dan seperti tidak ada kontrol atau pihak brand nya itu merasa efektif atau enggak itu lo dengan iklan menggunakan buzzer nya, fitbek yang mereka dapatkan dari buzzer yang mereka dapat. asal buang buang duit yang ane rasa masih bisa buat yang lain, tapi ya uang nya sendiri ane juga bisa apa :D. ane juga sering jadi buzzer juga masalah nya. buat ane sih enak banget ngetuit dapet fulus ya secara ane cuma seorang mahasiswa perantaun dapet uang mudah cuma ngetuit doang, tapi kadang juga merasa harus bertanggung jawab dengan yang saya lontar kepada para pengikut ane. jujur kalau ane sendiri sih biasanya nawarin diri boleh pake tagar #ads atau enggak, na ketika enggak boleh atau jangan menggunakan tagar #ads biasa nya ane bilang dulu kalau ane mau tuit iklan sebelum ngetuit tuit buzz. dengan gitu sih kalau emang follower ane merasa keberatan bisa unfollow ane , juga bisanya kalau dengan gitu kalau memang followers mendapatkan info yang menarik dengan apa yang sedang akan kita buzz dia dengan suka rela akan menaggapi atau mengginfokan ulang (RT). juga ketika buzz yang kita dapat dapat respon positif dari orang palinggak nilai + buat buzzer sapa tau besok di pakai lagi :D

    Profesi buzzer emang sudah menjadi sandang pangan sekarang, buat ane juga sih, ane bisa beli sepeda baru juga dari hasil buzz. cuma masalah etika dan rasa gak enak dengan para followers dan funs funs ane aja sih kalau ane. gak tau kalau yang lain.

    mungkin itu aja sedikit tanggapan ane yang lumayan panjang. gak ada maksut buat menyindir pihak manapun, ini murni curhatan ane ;)

    Jangan lupa follow @rasarab , salam kenal semua salam olahraga :)

    Balas
  17. Eh eh.. Saya pernah loooh curhat sama sampeyan ttg sebel sm bbrp org yg gw follow t’nyata buzzer. Dan ketika menanyakan apa yg dia twit.. Dia gak jawab.pdhl tanyanya pertanyaan yg intinya “bagusnya apa? Solusinya apa?..” Gitu..

    Trus krn gak direken dan makin menjadi,ya wes lah drpd senep.

    Satu lg buzzer yg kucurhati ke kamu… Meski kadang suka sebel ama isi twit buzz nya.. Aku gak masalah..orgnya baek, gak tiap pertanyaan or mentionan direken memang *sibuk ya mbak? #uhuk tp ketika kumention ranah pribadinya, dia menjawab hangat. Kamu pasti tau siapa dia, Dave #uhuk lagi..

    Balas
  18. aku jadi pengen jadi buzzer ik, tapi followerku sedikit. karena aku ngetwit emang gak serius banget. isi twitku juga paling seputar suara hati emak-emak. jadi kayaknya nggak mungkin ya dilirik brand-brand yang pengen diiklanke. dan aku juga sepertinya nggak punya cukup waktu untuk melakukannya. lah wong twitteran aja jarang owk. (lah trus karep e piye, Yes? jarene pengen jadi buzzer) :)

    kalo aku jadi buzzer, kuanggap itu sebagai profesi. karena ada kompensasi yang akan kuterima dari pekerjaan yang kulakukan. kalo ada yang nyinyirin aku akan cuek aja. lah wong aku kerjo golek duit owk :)

    lah tapi twitmu itu mengganggu? dan semua twitmu tentang suatu brand itu belum tentu benar. lah..namanya juga iklan. kalau ada keluhan tentang brand itu tinggal complain aja kan? :)

    Balas
  19. Panjang lebar banget tulisan dan komennya ;) bacanya nambah ilmu.

    Anw, Don, kalau gak follow itu memang artinya gak temenan ya? Gimana kabar gue yang gak follow suami sendiri padahal seranjang ya? :D
    Follow gak follow itu pilihan, dia gak follow kamu mungkin gak suka twitmu. Dia minta kamu unfollow dia, mungkin karena ada twitmu atau pernyataan mu yang menyinggung dia dan mungkin juga dia tipikal yang kalau sebal harus masuk gua, harus gak kontak, gak mau lihat atau sekalian emoh tau ada kamu di dekatnya (walau di twitter aja). Tapi tipe orang begini ketika keluar dari gua kesebelannya, biasanya udah fine2 aja. Ini mungkin lho, soalnya aku begitu ;) dan aku juga pernah digituin orang, di-shutdown seolah dibuang gak mau temenan padahal dia cuma butuh waktu untuk reda. Pelajaran yang aku petik sih, hati-hati ketika bicara, karena titik sensitif tiap orang beda-beda dan setiap perbuatan atau perkataan tentu ada konsekuensinya. (halah! Ngomongin titik sensitif yang kebayang koq malah novel Enny Errow)

    Menyoal buzzer, itu juga pilihan. Aku sih dibayar gak dibayar sering ngeblog/ngetwit mention akun produk tertentu kalau memang aku suka dan ktika aku pikir itu akan membantu org lain. Contoh, ada beberapa orang yang susah nentuin mau tinggal di hotel apa pas mau liburan, mesti tau pengalaman org dulu sebelum memutuskan. Dan setelah baca2 blog orang lain, jd bs mantap memilih hotel ini itu. Nah, berbekal pengalaman itu, klo aku suka maka sukarela tulis hotel atau produk atau tempat wisata sedetil-detilnya, siapa tau berguna bagi org lain yang lagi bingung cari info. *malah curcol*

    Seriiing banget disangka ngebuzz padahal enggak, demikian juga sebaliknya. Buatku, keseharian hidup itu lekat sama brand, bangun tidur, mandi juga lsg kena sabun yang ada brandnya, jadi gak alergi nyebut2in.

    Selamat hari Minggu, Dave! ^_^ *ditujes*

    Balas
    • Yup. Bagiku, unfollow itu berarti ngga berteman.

      Balas
      • jadi bingung…

        kalo unfollow bukan berarti tidak berteman
        kenapa kok kalo aku unfollow sering ditanya knp unfollow, seakan dicap tidak mau berteman ya? Padahal maksudku unfollow kan krn flood atau tweetnya itu bikin sebel bukan berarti ngga berteman

        padahal sih media itu kan banyak, bukan berarti teman FB, harus jadi teman twitter, Plurk, Path, Instagram, dsb dsb itu. Kalau sama aja kan bosen juga dong ketemunya itu itu mulu :D

        Balas
        • Dulu awal-awal aku juga mikir gitu mbak; unfollow itu gak berteman, tapi seiring waktu, gak gitu lagi. Kadang unfollow itu cuma pengen membersihkan timeline aja dari bacaan (twit) yang gak sreg di hati.

          Balas
          • kamu dulu pernah bilang bahwa ada fungsi MUTE untuk mematikan tweet orang, sedangkan aku ngga tau dan ngga bisa krn pakai twitter dari PC dan HP jepangku juga ngga ada fungsi mute itu. Makanya aku suka unfollow orang yang suka ngeflood.

            Tapi begitu aku unfollow, ya ditanya-tanya (bukan kamu aja loh), seakan ngga mau friend lagi :) I wish I have that MUTE button :)

            Balas
  20. dlm bayanganku buzzer kok dekat dengan nggedebus yo?

    salam,

    Balas
  21. Salam kenal mas don..
    Kalo saya soal buzzer ini punya pendapat tengah-tengah.. Buzzer boleh saja..sah asal ada penandanya bahwa itu berbayar, entah #adv #ads #spon dll .. Mirip edvertorial di koran..meski sekilas tampak berita tp ada penanda itu pesan sponsor
    Selengkapnya ada di tulisan saya ini..
    (Bukan) Twit Berbayar http://duniadian.com/?p=1228

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.