Tulisan Momon, salah satu blogger yang kukagumi karena kelihaiannya menuangkan kecerdasan otaknya dalam bentuk tulisan, membuatku berpikir apa iya, hanya gara-gara ciuman apalagi melihat foto ciuman antara Presiden Obama dengan Julia Gillard (PM Australia) maka kita lantas menjadi ‘asusila’?
Asusila sendiri dalam KBBI dirumuskan secara singkat tapi sekaligus menebar ambiguitas. Disebutnya demikian ?tidak susila; tidak baik tingkah lakunya?.
Apa standard susila? Apa standard baik dan tak baik?
O well, ketimbang pusing dan hanya akan memperpanjang debat kusir yang tak perlu, marilah kalian membaca ceritaku tentang budaya ?berciuman? di Australia sini.
“…ciuman tak lebih adalah ?tanda?”
Sama seperti di permukaan dunia lainnya, di Australia, ciuman tak lebih adalah ?tanda?. Tanda yang memiliki ?kelas? tergantung dari siapa kepada siapa, ciuman dihadiahkan.
Sepasang kekasih berjalan bergandengan di trotoar. Dalam beberapa langkah, mereka tiba-tiba berhenti, saling berhadapan dan dengan penuh perasaan mencium pasangannya, bibir bertemu bibir, begitu lembut, begitu mesra. Aku memandangnya demikian, entah yang berciuman, entah yang melihatnya. Mungkin nafsu, mungkin jijik dan berteriak dalam hati, ?Asusila!? Entahlah…
Seorang teman pria menggandeng pacarnya, bertemu temannya yang lain yang juga menggandeng pacarnya. Serta-merta si pria mencium pipi pacar temannya dan demikian juga sebaliknya. Aku memandangnya sebagai ciuman persahabatan, bagaimana menghargai lawan jenis yang kita kenal sebagai teman.
Aku tak bisa meyakinkan diriku bahwa mereka berciuman tanpa nafsu, tapi aku berpikir logis, kalaupun mereka mencium penuh nafsu, bukankah itu lantas menjadi persoalan diri mereka sendiri?
Seorang pria bergandengan dengan pria lainnya, lalu sama seperti sepasang kekasih kebanyakan, mereka tiba-tiba berciuman bibir di sebuah coffee shop. Ya, kalau yang ini tak perlu dijelaskan lagi…. Preferensi seseorang terhadap kepada siapa dan berjenis kelamin apa kita mencium bibir kan ada dalam lingkaran asasi masing-masing :)
Aku sendiri dulu awalnya juga cukup canggung untuk berciuman dengan lawan jenis yang bukan istri maupun saudaraku di Australia sini.
Melihat teman sekerja di kantor lama dulu yang beda jenis kelamin saling mencium ketika lama tak bertemu adalah ?sesuatu banget? dan spontan menerbitkan tanya, ?Mereka berpacaran??
Tapi ketika akhirnya aku membuktikan bahwa bagi teman-temanku tadi, ciuman antar keduanya ditempatkan dalam ?kelas? persahabatan, akupun membuang jauh-jauh pikiran usang dalam benakku yang selalu merujuk pada nafsu untuk melukiskan ciuman antar lawan jenis yang tak terkait hubungan saudara..
Otak lantas berpikir bahwa ciuman bagi mereka dan kebanyakan orang di sini yang berbeda jenis kelamin namun bersahabat adalah cara bagaimana mereka menyapa.
Sebagai makhluk berbudaya yang harus menempatkan adaptasi sebagai jalan untuk melestarikan kebudayaan itu sendiri, akupun bertanya dalam hati, ?Perlukah aku mencium teman lawan jenisku meski tentu ia bukan istriku??
Aku tak harus menjawab ?Ya? karena latah, misalnya. Tapi aku juga tak mau buru-buru bilang ?Tidak? kalau aku harus melibatkan crappy thing semacam ?cap asusila? itu tadi untuk menjadi pengadilnya :)
Dan hal itupun terjadi. Desember 2009.
Dalam acara Christmas Lunch yang diadakan bersama rekan-rekan kerja, selepas makan, kami ?say goodbye? satu sama lain. Pada rekan kerja yang pria, aku jabatkan tangan, berpelukan, dada bertemu dada. Pada rekan kerja yang wanita, akhirnya kuloloskan pipiku untuk bertemu dengan pipi mereka, tangan kusampirkan di pinggulnya dan mereka memeluk bahuku.
?Rasanya?? Hmmm… biasa saja dan kupastikan tak ada nafsu birahi yang berani mendekatiku waktu itu. Yang ada justru sebaliknya. Ketika tiba keesokan harinya bertemu dengan mereka di kantor, aku merasakan kepercayaan diri yang lebih untuk menganggap bahwa aku memang benar-benar telah semakin berteman dengan mereka karena ?bicara? dalam cara yang sama..
Waktupun berlalu dan aku semakin terbiasa untuk tak segan-segannya meloloskan ciuman kepada teman wanita yang memang sudah kuanggap dekat. Sekali lagi, yang kuanggap dekat, bukan sembarang teman juga.
Hingga akhirnya beberapa waktu lalu aku menyadari ternyata masih ada yang ?salah? dalam cara menciumku. Mereka, teman-temanku tadi, karena selama ini tak kuperhatikan betul detail menciumnya, mereka benar-benar menempelkan bibir ke pipi teman lawan jenisnya, mengecup hingga terdengar suara ?Cup!?
Otakku kembali berpikir…. Perlukah aku melakukan seperti itu juga? Bisakah?
Ini bukan perkara bahwa aku takut nantinya terjebak nafsu ketika melakukan ciuman model ini, tapi lebih pada sesuatu yang mengganggu di benak hingga kini yaitu ketakutanku kalau nanti ciumanku membuat temanku merasa tak nyaman hanya karena aku menyisakan sedikit basah di pipinya.
Aha! Konyol ya alasanku? Tak mengapa, ini lagi-lagi kuanggap sebagai tanda bahwa aku makhluk berbudaya yang tak latah untuk melakukan apapun yang mereka lakukan sekaligus tanda bahwa aku memiliki alasan tersendiri yang barangkali cukup orisinal untuk diungkap di sini, kan? :)
Tapi lebih dari itu semua, satu hal yang patut kusyukuri adalah aku tak memiliki otak ?kelas udang? yang tak sanggup mengalahkan nafsu birahi hanya gara-gara sebuah ciuman.
Aku juga bersyukur karena diberi kemampuan untuk menyaksikan bahwa ada sebegitu banyak teman-temanku di sini yang saling berciuman, namun mereka toh tak bisa dimasukkan dalam standard asusila.
Bukan karena pada ambiguitas arti ?asusila? itu sendiri, tapi lebih pada bagaimana mereka justru mampu menempatkan ciuman yang sebagian orang dianggap sebagai ?iblis? itu ke dalam satu bentuk yang lebih hangat untuk menyatakan kasih kepada sesama di luar nafsu yang sayangnya bagi sebagian orang seolah menjadi momok yang tak mampu dikalahkan.
Lagipula, seperti kubilang di atas, ciuman kan hanya sebuah cara… Sebuah tanda?
Bagiku ciuman itu sakral, Mbah..
*eling Mbah eling*
aku eling kok, Le.. eling nek aku ngga mau menciummu… ndak klomoh :)
Aku jadi penasaran, kayaknya budaya mencium itu sendiri tidak dari Jawa*. Sehingga konotasi asusilanya diimpor dari budaya luar. Padahal, di negeri pengimpor itu, ciuman tidak selalu asusila.
Jadi apa ya? Kekikukan memahami sesuatu yang baru? :P
*)Sori tidak berani bilang “budaya Indonesia” karena dalam budaya Indonesia, saya cuma familar dg budaya Jawa.
Hmm, kalo nyium punggung tangan adalah budaya Jawa, maka itupun punya makna sana, bersentuhan…
Tapi kalau mereka mengakui nyium punggung tangan adalah impor budaya barat (Belanda), knapa cium pipi dilarang sedang cium punggung tangan bole?
Btw, honestly aku suka geli kalo ngeliat petinggi negara pada peluk2an dan tempel2an pipi kanan kiri padahal mereka sama2 cowoknya :)
misi Om, minta ciuman dong!
*dilempar segerobak bibir*
aih! maunya aku…. ahahhaha
*tepokjidat*
*tutup muka pake bantal*
:)
Don kamu pernah merasa cemburu gak kalau istrimu dicium kawan laki-lakimu ?
Ngga, karena aku tau dan percaya temanku terlebih istriku.
nice one…. Don.
Wah tergantung kelompok bermainnya (takut menyebutnya budaya). Kalau kehidupan modern sekarang di Indonesia, hal itu menjadi biasa. Bisa kok hal itu ditemukan di jalan jalan sekarang. Ya di nikmati saja Don…. mudah mudahan Istrimu ga ngamuk…
hehehe ya aku tahu di satu ruas kaki, penduduk Indonesia berada di level modern dan terbuka, di ruas lainnya masih mencengkeram tradisionalitas….
aku sampai sekarang masih agak canggung kalau cipika-cipiki. hehe. entah kenapa. barangkali mungkin karena tidak terbiasa saja. kupikir, semua kalau sudah terbiasa ya, kayaknya nggak apa-apa, termasuk kalau mencium sampai menimbulkan bunyi “cup” :D
wah .. kalo yang ‘cup’ pun aku lom/nggak mau :) Sperti yang kutulis, lebih mikir, apa mereka (yang dicium) nyaman? :)
Eh, gimana ya tar kalo udah di sana? Pasti kaget dengan budaya yang satu ini…
Di sini aja Mas, aku suka canggung dengan teman ekspatriat yang kerja buat kantor, karena mereka terbiasa menyapa dengan sangat akrab, memeluk, atau berbicara sangat dekat ke muka kita, sesuatu yang sangat ga biasa buat saya pada awalnya..
Tapi lama-lama saya terbiasa sih, meskipun ga sampe cium-cium…
Ya, intinya kita memang harus terbuka untuk menerima budaya mereka, menghormati, menghargai dan tidak mengintimidasi.. Soal ikut apa nggak itu urusan pribadi ya :)
” mereka benar-benar menempelkan bibir ke pipi teman lawan jenisnya, mengecup hingga terdengar suara ?Cup!?
terdengar seperti 17tahun.com =))
woh, kuwi situs apa rus? :D
Rusaru! Rusa.. saru :)
alah bisa karena biasa :D
karena setiap hari melihat kondisi yang sama, jadi mas Donny ga canggung lagi lama2
bedanya di sini ga biasa kek gitu
dan parahnya lagi di sini kan banyak orang yang repot sama urusan orang lain hohoho *siap dikeplaki seRT*
jadi klo nanti kopdar, kira2 cipika cipiki ga kita ya mas Don? *hahaha siap2 aku dikemplang bojoku neng omah ki*
Hehehe percaya nggak, waktu April kemarin pulang ke Indonesia aku banyak cipika cipiki temen2 cewek yang dulu biasa cuma kusalami aja… tapi akhirnya nyadar lah.. itu ngga sesuai… jadi ya salaman lagi *halah
untung ra tau moco kamus, jebule kamus’e wis edan…
Hahaha.. bukannya edan.. lebih tepatnya “Cekak aos” :)
Kalau ndak klik di linknya Tulisan Momon, pasti aku ndak paham apa maksud dari tulisan ini
Aku tidak sepakat dengan swasensor adegan ciuman antara Obama dengan PM Australia
Bukan karena menerima atau menolak tradisi ciuman
Tapi swasensor itu tidak membuat bangsa/kita menjadi dewasa dalam menerima perbedaan
Sebenarnya tanpa tulisan momon harusnya tulisan ini mudah terpahami kok (maksa hehehe)…
Konsep dasarnya kan ada orang menganggap ciuman bibir ke pipi itu asusila…
Justru tulisanku ini kulepaskan dari soal swasensor yang diangkat Momon….
Jika semua ciuman adalah tindakan asusila. “Apa kata dunia!” :D
Kata dunia? “Asusilaaa!!!” :)
Wah – wah pada bahas ciuman nih..
btw, maaf mengganggu gan, cuma ingin sekedar mencari uang untuk sesuap nasi, dengan jualan Berbagai Macam Herbal dan juga Obat Penghilang Tatto,..
Terima Kasih gan :D
Cium produk ane juga yah.. :D
Saya sendiri walaupun belum terlalu familiar dengan budaya ciuman seperti di australia, tapi saya juga tidak mengganggap semua ciuman adalah asusila apalagi porno.
Benar, Bli! Benar sekali…
nggak mau deh klo kaya budaya negara mana itu yaaaa, laki laki ma laki laki malah ciuman, hadeehhh…
Negara kita juga banyak kan petinggi saling ciuman.. cowok dan cowok :)
i kiss my friends. di pipi. itu pun gak semua temen masuk kategori ‘boleh cipika cipiki’. hanya untuk temen2 yang aku anggap cukup deket. i might kiss you one day when we have a chance to meet. di pipi :D
Sure! Next year yaw… :)
makasih infonya…salam kenal yaaa…:)
Jadi kangen di kiss almarhumah bunda :(
Hmmm.. merepih menjadi kenangan ya, Mbak.. kita kirimkan doa saja untuk kedamaiannya di Surga
Kalau cuma cipika cipiki sih, di Jakarta juga sudah lumrah banget ketemu teman lawan jenis pakai cium-cium. Tapi ya memang tergantung orangnya saja, mau or gak. Kalau sudah dekat banget mungkin no problem lah yaw… tapi kalau tak ya emoh. Apalagi klo pipinya jerawatan :D.
Nah ini yang menarik! Di saat budaya ciuman lom terlalu masuk, pasti akan ada yang tak suka tapi ada yang sreg.. gimana kita bisa mengenalinya ya?
Soal pipi jerawatan, itu belum apa-apa… gimana kalau ada kondisi lainnya hehehehe…
hahaha, iyaaa.. saya juga takut ninggalin jejak iler
=))
Sama :)
Masalah ciuman, memang saya menganggapnya masih hal yang sangat tidak biasa jika dilakukan di Indonesia, dalam tanda kutip disini adalah antara cowok dengan cowok, karena selama ini saya jarang menemukan cowok bertemu dengan temen cowoknya dengan waktu yang sangat lama, kemudian mereka dipertemukan dan langsung cipika cipiki, mungkin yang paling sering saya jumpai adalah mereka hanya berjabat tangan dan kemudian berpelukan, itupun dalam waktu yang relatif cepat.
Jadi kalau orang Indonesia, terutama yang tinggal di lingkungan yang jarang menemukan hal seperti itu, maka pasti mereka menganggap kejadian ciuman pipi kanan dan kiri cowok dengan cowok adalah hal yang taboo atau bisa dianggap sebagai hal yang melanggar asusila.
CMIWW :D
Cowok ke cowok? Tulisan ini lebih banyak nyinggung soal cewek ke cowok kok…
Setuju dengan adaptasi budayanya mas.. Kalaupun kita gak mengikuti mereka, setidaknya kalau aku tidak akan menganggap kebiasaan mereka itu buruk dimata aku yang budayanya berbeda. Toh mungkin juga mereka menganggap kita aneh dengan mencium tangan orang yang kita hormati padahal mereka mencium tangan pacarnya sebagai tanda kasih sayang :D
Nah itu dia! :)
Don, aku lahir dalam budaya belanda, jadi cium pipi amat sangat wajar!
Tapi selain keluarga, aku lihat dulu, mesti lawanku dulu yang mulai. Karena rupanya setelah aku tinggal lama di Jepang, jadi tidak terbiasa lagi. Sampai sesama jenis pun aku menunggu pihak sananya yang mulai.
Dan kalau sudah biasa yang setiap berjumpa pasti cium pipi sebagai salam, baik laki maupun perempuan. Tidak pernah ada nafsu kok, kalau nafsu ya ngga cium pipi dong! Cium bibir sekalian hahaha. Ada blogger-blogger pria tertentu yang berciuman pipi denganku kalau kami bertemu, dan itu tentu juga berdasarkan kedekatan kami selama ini. Tapi tidak perlu kusebut nama-namanya kan?
Kamu? mau ngga berciuman pipi denganku kalau bertemu? ;) :D
Pengennya cium bibir jadi tradisi di tanah air, Om. pasti lebih seru :D
*maunya saya*
Rasanya cium pipi masih wajar. Saat punya bos baru, yang suka mencium pipi sesama cowok…saya melihat temanku cowok langsung pipinya merah…hehehe.
Tapi lama-lama jadi biasa juga.
wah pasti pas pertama kali rada grogi juga ya kalo gak biasa :D
budaya emang beda-beda yah, ada juga tuh negara lain yang kalo ketemu adu idung :D
aku suka sekali baca tulisan yg ini bukan berarti aku suka berciuman karena kebanyakan teman2ku yg berasal dari eropa melakukan hal yg sama..dulu aku pun masih canggung tapi sekarang aku udah terbiasa…meskipun mungkin teman2ku yg ??? di indonesia menganggap aku aneh karena asal kecup pipi kanan dan kiri ke teman2ku eropa tapi aku pasti memberikan penjelasan ke mereka..I like it very much..you make the open minded point a view here..