Meski sudah mengulanginya selama empat puluh empat kali tapi toh hingga kini hari ulang tahun bagiku tetaplah istimewa.
Selalu saja ada rasa deg-degan yang tak tahu sebab-musababnya.
Selalu ada rasa penasaran tentang siapa orang pertama, selain istri, yang akan menyelamatiku di tengah malam buta. Btw kalau aku menuliskan kalimat terakhir ini sebelum era telekomunikasi canggih dan sosial media barangkali kalian akan bertanya, “Tengah malam buta? Orang lain selain istriku? Emang istri Mas Donny ada berapa?” Hayah!
Semalam aku baru pulang dari sebuah acara kumpul-kumpul musik dengan beberapa pemusik Indonesia di Sydney sekitar jam 10:30 malam.
Sesampainya di rumah, Joyce dan anak-anak belum tidur. Mereka sibuk menyiapkan barang-barang yang mulai akan kami pindahkan ke rumah baru. Ya, rumah baru yang selesai dibangun adalah kado ulang tahunku tahun ini!
Sekitar jam 11 aku mengajak anak-anak tidur dan Joyce turun ke bawah untuk membuatkanku mie goreng instan pedas ala Korea plus lima butir bakso dan telur rebus dua biji. Sebagai pemanis, beberapa lembar rempeyek kuimbuhkan di sana.
Secara khusus aku memang minta hidangan ulang tahunku seperti itu tahun ini.

Jam dua belas lewat, setelah kecupan Joyce mendarat di bibir lengkap dengan doa-doanya, gelontoran mie instan pun mendarat di bibir lalu mulut lalu perut tanpa malu-malu! Tengah malam makan mie instan? Ya nggak papa lah sekali-kali!
Menjelang tidur, aku melakukan beberapa ritual ulang tahun yang kulakukan beberapa tahun terakhir ini.
Pertama, membuka akses orang lain untuk bisa menuliskan pesan di wall Facebook-ku. Secara khusus, setiap setahun sekali aku membuka gembok ini supaya orang-orang mudah menuliskan pesan dan ucapan selamat ulang tahun.
Kedua, membuat foto diri bertema ulang tahun. Tahun ini, temaku adalah “Dalam Menua Saya Memilih Bahagia dan Tetap Keren Sekeren-kerennya!” Foto itu lalu kushare di akun-akun social mediaku.

Tadi pagi begitu bangun tidur, kudapati sudah banyak orang berkomentar dan tak satupun dari komentar itu yang kulewatkan. Membalas pesan yang masuk bagiku adalah hal yang sangat penting.
Aku tahu banyak dari kalian memilih untuk membiarkannya lalu di akhir hari kalian menulis, “Terima kasih atas doa dan ucapan yang masuk. Maaf nggak bisa dan nggak sempat balas satu per satu!”
Apakah orang yang menulis pesan akan tersinggung dengan balasan itu? Bisa jadi tidak karena sudah biasa dibegitukan.
Tapi persetan dengan tersinggung nggak tersinggungnya kalian, bagiku ada beberapa prinsip dasar yang hendak kukemukakan.
Pertama. Kamu sibuk? Sesibuk apa sehingga gak sempat membalas pesan satu per satu? Adakah orang lain yang mengirim ucapan itu lebih tidak sibuk sehingga kamu mengatasnamakan diri menjadi lebih sibuk dari mereka? Katakanlah hari ulang tahunmu memang benar-benar membuatmu sibuk, kan ada hari-hari lain sesudahnya untuk membalasnya satu per satu.
Kedua. Hakikat ulang tahun bagiku adalah kita masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk merasakan hidup di angka usia yang baru. Jadi kalau kemudian kamu bilang nggak sempat, nggak bisa, bukankah itu sesuatu yang kontradiktif?
Di atas itu semua, pesan ucapan ulang tahun adalah doa!
Doa yang dipanjatkan dari si pengucap kepada Tuhan untuk kita yang berulang tahun. Jadi ketika kita membalas ucapan bagiku itu seperti persetujuan, sebuah peng-amin-an dari doa-doa itu.
Hingga tulisan ini dirawi aku masih tak henti-henti menjawab ucapan ulang tahun sembari bekerja… eh, bekerja sembari membalas ucapan itu.
“Tuh, Don! Kamu sih enak masih bisa kerja sambil balas pesan, aku kan nggak bisa karena aku benar-benar sibuk dan benar-benar kerja!”
You’re right! Wkwkwkwkw!
Keren banget Dik
klu saya seiring perjalanan
waktu yg mulai berkurang apabila dibalas syukurlah berarti masih sempat nutul keyboard klu balesnya rombongan pun tak apa barangkali beliaunya sibuk dan klupun gak dibalaspun pastilah org tsb super sibuk
Hehehe maturnuwun komentarnya, Mbak.
Berarti saya tidak sendirian yang merasakan hal itu ya. Salam sehat, Mbak.
selamat ulang tahun :)
Terima kasih :)