Setiap memencet tombol “Publish” di laman publikasi karya lagu untuk platform musik digital, aku selalu grogi. Batin seolah tak berhenti bertanya, “Yakin kamu, Don? Emangnya kamu musisi?”
Pertanyaan itu sebenarnya lahir bukan dari diri sendiri tapi dari pertanyaan orang lain kepadaku, “Kamu bikin lagu? Emang kamu musisi?” atau “Kamu bikin lagu? Pindah karir nih sekarang?!”
Aku memang tidak berprofesi sebagai musisi tapi hingga tulisan ini kurawi, sejak Suluh hingga Bila Nanti Pulang Jogja, total jenderal aku sudah merilis 15 lagu. Apakah aku masih belum layak untuk dianggap sebagai musisi?
Ah, aku jadi teringat pada percakapan dengan seorang kawan… yang kuanggap musisi, tepat tiga tahun silam. Waktu itu aku hendak mempublikasikan karya musik pertamaku, Suluh, dan aku bertanya soal kepantasan kepadanya.
“Bro, mau tanya dong pendapatmu. Menurutmu kalau aku punya lagu trus pengen kupublikasikan ke Apple Music dan Spotify gimana?”
Dia orangnya memang kukenal sebagai pribadi yang blak-blakan. “Mas Donny boleh aja rilis lagu tapi kalau menurut pendapatku sih gak usah di Spotify atau Apple Music. Lebih baik di Youtube aja karena buatku Mas Donny itu bukan musisi tapi pencerita…”
“Kok bisa? Kenapa begitu?”
“Ya karena jujur nih Mas meski bisa main musik tapi skillnya Mas Donny belum bisa dibilang cukup untuk dianggap musisi…”
Aku tentu menghormati pendapatnya justru aku sangat menghargai karena tak jarang ada orang seberani itu untuk berpendapat kepadaku hahaha…. Bagiku, apa yang dikatakannya itu tidak salah tapi juga belum benar.
Adalah benar bahwa skill musikku dibawah banyak orang yang lebih jago dariku tapi skillku juga di atas orang-orang yang tidak lebih jago dariku. (Ini semacam kenyataan bahwa angka 3 itu lebih besar daripada 1 dan 2 tapi lebih kecil daripada 5,6,7 dan seterusnya hahaha) Tapi skill musik seseorang menurutku tidak bisa jadi penentu apakah seseorang berhak dianggap jadi musisi atau tidak!
John Lennon misalnya!
Bagiku (dan banyak orang tentunya) dia itu musisi legendaris. Tapi tak sedikit juga yang bilang bahwa suaranya jauh lebih buruk ketimbang Paul McCartney, kawan ngebandnya di The beatles. Suara John itu sember, gak ada empuk-empuknya dan sengau.
Atau Keith Richard! Skill shredding-nya gak ada apa-apanya dibanding Steve Vai, Yngwie Malmsteen atau Tim Henson, gitaris muda kelompok band keren Polyphia. Tapi siapa yang meragukan Keith sebagai musisi piawai dengan The Rolling Stones-nya?
Bagaimana pula dengan Kurt Cobain yang justru dengan keterbatasannya lantas mampu membuat sebuah gebrakan baru di era 90an dengan musik alternatif-nya? Adakah dia juga bukan musisi? Mereka musisi terlepas seperti apapun skill bermusiknya.

Jadi?
Sebagaimana halnya kawanku membuat definisi tentang musisi, akupun boleh! Musisi bagiku tidak terbatasi oleh skill meski ada parameter-parameter keilmuan untuk mengklasifikasikannya. Secara sederhana, aku mendefinisikan musisi sebagai orang yang entah itu hobi atau profesional, memainkan musik dengan cinta. Musisi juga tak selalu identik dengan selebriti karena tanpa gaung media dan elu-eluan penggemar, karya tetaplah karya. Ia bersuara. Jadi terserah kamu, memilih definisi musisi yang mana? Manasuka!
Apapun itu, aku akan tetap grogi saat harus mempublikasikan lagu. Soal pengakuan apakah aku musisi atau bukan biarlah itu datang dari orang dan pihak lain. Selebihnya aku fokus berkarya. Menikmati proses kreatif di dalamnya sejak penciptaan, aransemen, menulis lirik, merekam dan memproduksi lalu mengenalkan lagu itu pertama-tama ke telinga orang-orang yang kucintai: istri dan kedua anakku sebelumnya akhirnya pada kalian semua. Disukai ya disyukuri. Tak disukai tetap berlanjut ke lagu berikutnya.
Selamat Hari Musik Nasional!
Oh ya, jangan lupa berkunjung ke laman Spotify dan laman Apple Music-ku untuk menikmati lagu-laguku ya :)
0 Komentar