Bukik dan pencarian ide yang lebih baik untuk sesama

20 Mei 2013 | Cetusan, DKK

Suatu waktu pernah aku kehabisan akal untuk membuat materi presentasi ketika diundang bicara ke sebuah acara kepemudaan katholik di Sydney sini.

Masalahnya satu. Konsep yang diberikan panitia terlalu mengarah ke sisi psikologis dan takutnya ketika aku salah ?menerjemahkannya? alih-alih membawa penyegaran, yang ada justru aku menyesatkan orang.

Aku lantas ?menyambangi? Bukik yang meski bukan seorang penganut Katholik, tapi karena berpandangan modern, tentu ia tak segan membantuku karena hal itu terkait dengan disiplin ilmu yang ia bidangi, psikologi.

Dan benar saja!
Baru sekitar beberapa jam email kukirimkan, ia telah kembali dengan jawaban yang lengkap nan terstruktur. Dan meski tak mendetail, tapi point-point yang dibuatnya justru sangat mudah untuk dikembangkan.

Sejak saat itu aku menaruh respek yang begitu besar kepadanya. Kepalanya punya isi, tak seperti kebanyakan sekarang yang lebih mengutamakan isi pada rongga mulut maupun pada ujung-ujung jari yang siap dimuntahkan ke mesin ketik QWERTY.

Ketika orang ramai mencari duit dan tiket liburan gratis dengan cara menjadi buzzer, Bukik yang juga adalah buzzer memaknainya secara berbeda.

Bagiku, di antara sekian banyak netizen Indonesia, Bukik itu punya karakter yang berbeda! Langkahnya langkah kuda! Tak mudah ditebak lagi dicerna, tapi kita tahu mutu dan kualitasnya dari setiap tapak-tapaknya.

Ketika orang ramai mencari duit dan tiket liburan gratis dengan cara menjadi buzzer, Bukik yang juga adalah buzzer memaknainya secara berbeda. Ia tak melulu mengikuti apa kemauan brand yang membayarnya. Ia punya tinjauan yang tidak unyu, berwawasan dan hei… tahu nggak kalian bahwa buzzer yang satu ini punya brand sendiri, Indonesia Bercerita namanya.

Dan tulisan ini bukan pula sebagai balasan atas apa yang pernah ia tulis tentang diriku di blognya, tapi lebih karena.. ya karena itu tadi, isi kepala orang yang juga eks aktivis 98 ini berbobot dan sayang kalau tak diburu dan dibuka selebar-lebarnya di sini!

Bukik dan putrinya

Bukik dan putrinya

Halo, Bung! Nama kamu sebenarnya siapa, kok bisa dipanggil Bukik?
Nama asli? Mungkin sudah terkubur sejarah haha…
Dulu pernah diceritain kalau aku lahir diberi nama sesuatu. Tapi karena sakit-sakitan, seperti kebiasaan orang Jawa lainnya, orang tua mengganti nama menjadi Budi Setiawan. Waktu kecil, keluarga memanggilku Wawan, mungkin dari Setiawan.

Nah, kalau Bukik itu sebenarnya nama panggilan dari tim majalah sekolah SMA yang kupimpin dulu. Asal katanya “mbukik”, singkong tua yg sudah mengeras. Entah apa hubungannya mengeras sama aku, mungkin sikapku, ide-ideku atau sesuatu yang lain, hahaha…

Tapi sesudahnya sebenarnya tak pernah berpikir untuk menggunakan nama Bukik lagi. Sampai ketika ospek di ITS (Institut Teknologi Surabaya -red), aku harus menulis keplek (tag nama -red) sesuai beragam syarat yg ditetapkan panitia. Ketika memakai nama Budi, ada saja kesalahan yg ditemukan panitia. Iseng-iseng pakai nama Bukik, eh langsung lolos.

Begitulah dan seterusnya aku menggunakan nama Bukik. Keren juga ternyata…

Dimana titiknya? Tidak ada titip yang tepat. Titiknya adalah ketika energi dan keimanan kita pada sebuah ide telah habis. Pada titik itu, ide mengalami kegagalan

Latar belakangmu psikologi kan ya? Kamu sendiri sebenarnya ingin dikenal orang sebagai apa?
Aku lulusan psikologi.
Mungkin karena itu, pandangan yang khas psikologi muncul dalam ulasan atau komentarku. Secara keahlian, aku adalah psikolog organisasi, bagaimana organisasi lahir, tumbuh, berkembang dan mati. Secara profesi, aku adalah fasilitator, orang yang memfasilitasi / mempermudah sekelompok orang mencapai tujuan seperti pengambilan keputusan atau menghasilkan ide inovatif. Secara hobi, aku adalah blogger, orang yang menulis sesuka hatinya.

Aku ingin dikenal sebagai orang yang terus mencari, menjelajah ke sudut-sudut ruang gagasan, dipandu keingintahuan dan intuisi. Hidup adalah tentang pencarian ide yg lebih baik untuk kebaikan bersama. Seorang petualang ide.

Anda kan pernah jadi dosen yang statusnya pegawai negeri tapi lalu mengundurkan diri dan ‘bekerja sendiri’. Bener?
Bener

Butuh waktu berapa lama untuk mempertimbangkan hal itu dan apa yang akhirnya jadi trigger mu untuk memutuskan?
Setelah lulus S1, sebenarnya aku terjun jadi aktivis NGO lebih dulu.
Berikutnya baru melirik profesi dosen. Menurutku, dosen punya kesempatan buat berjumpa dengan orang-orang muda yang rindu pada perubahan yang lebih baik. Aku betah bekerja sama dalam tim yang waktu itu guyup, komunikasi terbuka, satu misi.

Interaksi dengan orang muda tidak hanya di kelas, tapi aktivitas luar kelas seperti di riset maupun pengabdian masyarakat. Masa-masa yang menyenangkan. Saat ini pun berjumpa dengan mereka yg telah lulus tetap menjadi momen yg menyenangkan.

Tahun-tahun selama menjadi dosen adalah totalitasku pada kampus. Bukan hanya kontribusi ide, tapi juga meningkatkan omzet lembaga hampir 2 kali lipat hanya dalam waktu setahun. Aku juga menginisiasi pendirian S2 magister perubahan dan pengembangan organisasi.

Menurutku sebuah perubahan hanya akan terjadi bila kita mengimani sebuah ide, tanpa ada keraguan.

Sayangnya, organisasi terus berkembang, begitu pula orang-orangnya. Keguyuban yang dulu kental pun lama-lama mencair. Terjadi perbedaan-perbedaan yang kian terbentang. Aku pikir perubahan ini wajar. Hanya saja, aku merasa jadi asing, dan merasa berada pada tempat yang bukan untukku.

Aku pun mulai terpikir untuk mencari tempat pengabdian baru. Aku lontarkan ide pada keluarga. Ada kesepakatan mengenai keadaan minimal yang harus kupenuhi agar ide itu terealisasi. Lebih dari setahun, keadaan minimal itu tidak tercapai. Hampir putus asa.

Tapi kemudian, kegigihan selama bertahun-tahun mempromosikan appreciative inquiry berbuah hasil. Aku diminta oleh seorang rekan yg pernah menjadi salah satu peserta workshop-ku untuk membantunya.

Tawaran tersebut pun tidak langsung jadi sebuah kerja sama. Butuh waktu. Diantara waktu itu, aku mendengar pidato dari Onte, seorang social entreprenuer dari Kendari, yg bercerita kondisi ketika mendapat sms dari isterinya “susu buat anak habis. Tidak ada uang”.

Cerita yang melecutku. Aku belum mendapat tantangan seberat itu, aku masih kurang nyali untuk melompat meninggalkan zona nyaman.

Sebulan setelah mendengar pidato Onte itu, aku ditawari kontrak setahun sebagai fasilitator freelance. Dan kupikir inilah saatnya untuk melakukan lompatan.

Kontrak ini yang kuajukan ke keluarga. Meski sebenarnya tidak memenuhi keadaan minimal yang dituntut, keluarga akhirnya mengijinkanku untuk mundur sebagai PNS.

Aku ajukan surat pengunduran diri sbg PNS langsung ke rektor. Suratku pun diproses sesuai prosedur. Dan per 31 Maret 2012, aku bukan lagi dosen PNS di Unair (Universitas Airlangga Surabaya -red).

Pengunduran diriku secara administratif mulus. Tapi meninggalkan banyak kekecewaan dari beberapa rekan seperjuangan. Kekecewaan yang sejujurnya kadang juga melahirkan sesal buatku

Sekarang, aku tetap menjadi fasilitator freelance, blogger, sesekali jadi social media strategist dan mengembangkan social entrepenuer Indonesia Bercerita. Proyek terbarunya adalah Boneka Takita, sebuah media interaksi antara anak dengan orang tua. Wajib ikut kamu Don :D

Indonesia Bercerita sendiri pada titik seret tapi belum gagal. Sebagai platform bagi para pendongeng, Indonesia Bercerita berada pada ujung tanduk.

Awesome! Bung, kamu gak takut gagal? Maksudku, misalnya kamu nyoba di Indonesia Bercerita, trus gagal, lalu bagaimana? Adakah satu titik dimana akhirnya kamu memutuskan bahwa “Yak, ini gagal!” atau “Yak, ini sepertinya agak seret tapi belum gagal!”

Gagal? Bolak-balik dari dulu. Ada yang gagal di ide, ada yg gagal di promosi, ada yg gagal di eksekusi. Dulu waktu masih di kampus, ngemis utang ke klien biar bisa membayar gaji anak buah sudah pernah kulakuin kok. Meski begitu, ya tetaplah takut gagal. Itu bisa bikin gak tidur semalaman.

Indonesia Bercerita sendiri pada titik seret tapi belum gagal. Sebagai platform bagi para pendongeng, Indonesia Bercerita berada pada ujung tanduk. Ekosistem penikmat audio di Indonesia tidak cukup berkembang. Tapi sebagai misi mendidik melalui cerita, Indonesia Bercerita masih punya banyak kemungkinan menarik.

Dimana titiknya? Tidak ada titip yang tepat. Titiknya adalah ketika energi dan keimanan kita pada sebuah ide telah habis. Pada titik itu, ide mengalami kegagalan

Kalau gagal dalam Indonesia Bercerita mungkin anda bukan yang pertama karena ada begitu banyak suatu bentuk usaha online yang mati di Indonesia. Menurutmu, hal yang paling ideal untuk sebuah bentuk usaha online itu hidup di Indonesia yang seperti apa?

Haha pertanyaan hiburan!
Aku juga tidak tahu bagaimana idealnya. Meski pernah membantu bisnis online kecil, tapi aku belum pernah berhasil bikin usaha online sendiri. Apapun usahanya, online atau offline, harus menemukan jalan mendapatkan pemasukan untuk menghidupi usaha tersebut. Atau istilah yang lagi ngetrend sekarang, punya model bisnis yang jelas. Aku sendiri sekarang mencoba membuat usaha yang mengombinasikan usaha online dan offline. Semoga kali ini aku berhasil hehe

Kembali ke soal ‘langkah besar’ mu keluar dari PNS dan mencoba sesuatu yang baru, kamu pernah nggak berpikir bahwa kamu itu terlalu idealis?

Idealis sebagai kengototan mewujudkan sebuah ide? Iya.

Kalau sudah beriman pada sebuah ide, maka semua energi harus dikerahkan untuk mewujudkan ide tersebut. Menurutku sebuah perubahan hanya akan terjadi bila kita mengimani sebuah ide, tanpa ada keraguan.

Idealis sebagai egoisme terhadap pendapat pribadi? Tidak. Aku membutuhkan waktu yang cukup untuk mendengar masukan, meragukan ide, memikirkan berulang kali, sebelum meyakini sebuah ide. Aku bukan orang yang mudah mengiyakan suatu ide, baik dari aku sendiri maupun dari orang lain.

Sebarluaskan!

19 Komentar

  1. Ah, Bukik! :)
    Salut sama keberanianmu meninggalkan zona nyaman.
    Paling suka sama pertanyaan hiburannya, haha.

    Jadi, kapan kita ngopi?

    Balas
    • Hayuk….kapan…

      Balas
  2. Aku tetap tergelitik dgn pertanyaan ” titik kegagalan ”

    Insipratif Don.

    Balas
  3. KETIKA ORANG RAMAI MENCARI DUIT DAN TIKET LIBURAN GRATIS DENGAN CARA MENJADI BUZZER << jik sempet-sempetnya nyisipin :D

    Balas
    • wohohoho sempet wae! mas Dony ancen ciamik! Btw, saya memang kagum sama ide-ide pak Bukik. Ya walau sering ketemu di beberapa pekerjaan tapi kadang kangen kalau harus diskusi sama lihat hasil idenya. Ya walau gitu yang paling menohok adalah ketika saya ditinggal dengan alasan “Gak bakat jadi karyawan.” Sampe sekarang masih keinget! huhahaha sukses selalu buat pak Bukik!

      Balas
  4. Muantep. Semoga terus sangat dengan indonesia bercerita nya!

    Balas
  5. ah, kalo sampean tinggal di indonesia langsung aku samperi dan ku ciumi tanganmu, om bukik.
    aku suka pertanyaan-pertanyaanmu mas don, lugas dan cerdas :)

    Balas
  6. Aku terakhir ngobrol sama Mas Bukik itu di salah satu kedai kopi gitu deh, bahas tentang masa depan Indonesia Bercerita… :)). Ora ding, ngobrol aja, meet up. Sempat kaget juga pas denger beliau resign dari PNS. Tapi sekali lagi itu sih pilihan hidup. Soal resign dari PNS atau swasta sebenernya nggak ada bedanya. Bedanya cuma di Keputusan Menteri, hihihihik…

    Udah lama nggak pentas bareng Indonesia Bercerita, jadi kangen berada di kerumunan anak-anak yang polos, menyimak kami yang berkostum lebah, sayur, dll. Tapi ya gimana ya, udah pada sibuk sih…

    Iki aku kok malah curhat sik? :))

    Balas
    • Oy kapan ngopi lagi? Ahaha
      Bedanya di mitos yang diyakini orang-orang bahwa nasib PNS itu lebih baik….lebih beruntung bla bla

      Balas
  7. Kalau aku respeknya dari duluuuu. Dia bosku di LP3T. Dan jadi kebanggaan bisa berpartner di Indonesia Bercerita

    Balas
  8. Tambahan pengetahun baru Don..jadi mengenal tentang “apa” dan “siapa” mas Bukik.
    Semoga beliau sukses dan tetap idealis.

    Balas
  9. Blog yg sangat menarik, semoga kelak di usia senja, saya layak untuk diwawancarai oleh penulis, Bapak Donny, yang sangat saya kagumi.

    Balas
  10. Ini keren.
    Bukik ini menginspirasi ya orangnya. Tapi sulit untuk mengerti apa maksud-maksudnya. Karena aku tak bisa mengimbangi apa yang dia pikirkan.

    Balas
  11. keren banget pak bukik
    sepertinya orang-orang surabaya memang keren2 dan idealis2
    tak acungi 10 jempol buat pak bukik *salaman*

    Balas
  12. yang ini keren, don! inspiratif! :)

    Balas
  13. pak bukik ini memang keren banget… berani. Mentalitas seorang bisnisman. Pernah masuk kick andy juga beliau dengan indonesia berceritanya, kalau tidak salah. semoga kali ini sukses beliau mengembangkan indonesia bercintanya.

    Balas
  14. sering melihat Pak Bukik di timeline, tapi ga begitu kenal….keren ya ternyata :)

    Balas
  15. keren mas don, om bukik!! saya juga sudah follow semua yang ada di tulisanmu..
    aku tep salut sama om bukik yang lantang keluar dari zona nyaman.. aku kudu berani gitu! *keluar dari baser brand :D

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.