Blog kenapa harus ngga serius? – JANGAN MALAS adalah obat malas terampuh sedunia (2 dari 2 tulisan)

6 Jun 2011 | Cetusan, Digital

Sebenarnya ini tulisan lama, tapi baru sempat kupublikasikan sekarang.
Awalnya berupa satu tulisan, namun karena terlalu panjang maka kupecah jadi dua.
Satu bagian lainnya, kuberi judul "Blog kenapa harus ngga serius? ? ide, ide dan ide (1 dari 2 tulisan)"

Ide telah didapat dan beberapa kali telah melalui proses hingga melahirkan pintalan; serpihan-serpihan ‘kain’ yang siap disatukan dalam bentuk satu tulisan jadi. Ini langkah-langkah selanjutnya.

Drafting

“Satu-satunya obat penghilang rasa malas adalah JANGAN MALAS.”

Ide sudah didapat, sudah pula dituang dan tersimpan aman… tapi penyakit yang muncul berikutnya lagi-lagi sama, MALAS! Ya, malas melanjutkan karena jangan-jangan justru kalian sibuk mencari ide yang lain lagi dan lagi dan lagi? Kalau pekerjaannya sebagai pencari ide doang sih nggak masalah, tapi sebagai seorang blogger, ide kan harus diubah bentuk menjadi tulisan jadi? So, jangan malas? Satu-satunya obat penghilang rasa malas adalah JANGAN MALAS :)
Ketika malas sudah hilang, yang perlu dilakukan setelah ide tersimpan adalah menuangkannya ke dalam bentuk setengah jadi, draft. Untuk melakukan proses ini, dulu aku selalu menggunakan software penulis sederhana seperti Notepad. Hasil tulisan lalu kusimpan dan kuunggah ke internet entah itu melalui FTP, ataupun kukirim ke alamat emailku sendiri sebagai attachment.
Kenapa harus diunggah di internet? Sebenarnya tujuannya simple supaya aku bisa mengakses dimanapun lalu memperbaikinya dan terus-menerus demikian. Kalau tak ada internet? Tak masalah kalau kalian tak bisa mengunggahnya karena kalian bisa pakai USB Flashdisk untuk menyimpan draft itu.
Nah, akhir-akhir ini, aku mengandalkan Google Document untuk proses drafting. Google Document adalah aplikasi pengolahan dokumen gratis berbasis online. Keunggulan lain dari Google Document adalah sharing system yang baik dilengkapi dengan macro (format style) yang mirip sama dengan Microsoft Word.
Lho, draft kok dibagikan?
Iya, karena selain menulis di blog ini, aku beberapa kali secara rutin juga membantu rekan-rekan di lingkup kerohanian Katolik dengan cara mengirimkan tulisanku ke buletin mereka.
Nah, karena lingkup rohani sebenarnya bukan lingkupku, maka aku mempersilakan mereka untuk ikut ‘membatasi’ keliaran tulisanku atau dengan kata lain, aku dan mereka bisa berkolaborasi untuk tulisan yang sama.
Lama proses drafting ini tergantung, tapi toh kita bisa membatasi. Aku membatasi diriku untuk paling lama 1 jam menulis draft.
 

Baca ulang

“Posisikan dirimu bukan sebagai penulis tulisan itu tapi sebagai kritikus yang menjadi musuh paling beringas yang tak segan bilang Tulisan ini jelek sekali!”

Proses drafting telah terlewati, yang berikutnya harus dilakukan adalah membaca ulang, edit dan ulang dan edit dan ulang dan edit kembali. Proses ini sebenarnya akan tergantikan jika kita punya editor, tapi siapa pula blogger gratisan kayak kita yang sampai punya editor? Apa perlunya menggaji editor sementara kalian baca tulisan ini juga gak bayar kan? :)
Maka, jadilah editor bagi diri sendiri.? Caranya? Baca ulang dan ulang dan ulang karena niscaya dalam setiap perulangan itu kalian menemukan hal-hal yang perlu dipangkas atau bahkan perlu ditambahkan. Posisikan dirimu bukan sebagai penulis tulisan itu tapi sebagai kritikus yang menjadi musuh paling beringas yang tak segan bilang “Tulisan ini jelek sekali!” atau “Nggak usah dipublikasi dan berhentilah menulis, Donny! Tulisanmu hancur!”
Kenapa harus demikian, karena semakin kita kritis terhadap diri dan hasil karya kita, niscaya kita bisa lebih maju lagi. Semoga!
Oh ya, pernah ada satu cerita…. Aku mempersiapkan satu tulisan dan dalam beberapa kali proses baca ulang tampak ia , tulisan itu, semakin kuat. Namun malam sebelum kupublikasikan sebagai tulisan, dalam sebuah baca ulang secara perlahan aku melihat betapa tulisan itu sebenarnya tak terlalu baik dalam perspektif tertentu. Akhirnya tulisan itu kucoba rombak namun tetap tak bisa juga dan akhirnya kuhapus begitu saja.
Perkara baca ulang ini menjadi semakin pelik dan aku sarankan untuk kalian lakukan berkali-kali karena sekarang ini sudah ada begitu banyak undang-undang yang siap menjerat kita kalau tulisan kita dinilai merugikan orang lain. Jadi hati-hatilah!
Lama baca ulang adalah secepat apa kamu membaca dan semantap apa kamu mengatakan bahwa semua sudah OK dan siap dipublikasikan :)
Rata-rata aku butuh 15 menit untuk membaca perlahan…
 

Publikasi

“Aku tak pernah menulis secara spontan kecuali untuk hal-hal yang bersifat sangat penting…”

Nah, ketika semua proses sudah terlalui, hal berikutnya yang dilakukan adalah publikasikan tulisan!
Pindahkan draft jadi ke blog editor. Karena aku pakai WordPress, maka draft tulisan kupindah ke WordPress editor tentu saja. Sesudahnya aku melakukan proses make-up dengan mengedit bentuk tulisan, membubuhkan tanda baca dengan benar dan tanda huruf tebal, miring maupun menempatkan link ke site lain jika diperlukan.
Di tahap ini aku juga tak lupa menyertakan gambar yang kebanyakan kudapat dari memotret sendiri menggunakan kamera yang menempel di iPhone-ku. Aku juga mencari bagian tulisan yang kira-kira layak dijadikan quote untuk ditampilkan secara lebih menonjol ketimbang yang lainnya.
Pemilihan judul harusnya sudah ada di tahap sebelum Publikasi, namun entah kenapa proses ini adalah proses yang sulit bagiku sehingga memutuskan judul justru kuletakkan di bagian akhir dengan harapan mau-tak-mau aku harus secepatnya memberi judul. Alasan yang konyol ya? :)
Ketika semua sudah siap dan di-review, aku tak buru-buru memencet tombol publikasi. Aku memilih untuk melakukan proses penjadwalan meski jeda waktu antara saat itu dengan saat penayangan sesuai jadwal hanya lima menit jaraknya toh tetap saja.
Alasannya? Sebenarnya ini bersumber dari kebiasaan. Aku tak pernah menulis secara spontan kecuali untuk hal-hal yang bersifat sangat penting. (Aku memiliki jadwal publikasi yaitu setiap Senin dan Kamis pukul 17.00 WIB).
Selain itu, bukannya tak pernah, sebuah tulisan kujadwalkan untuk tampil tapi mendadak aku perlu membatalkannya pada jeda waktu antara proses penjadwalan dan publikasi.
Bagiku, lama waktu publikasi rata-rata 30 menit sudah termasuk mengatur setting, mengunggah foto dan menambah code sana-sini.
Nah, itulah tahapan demi tahapan yang hampir selalu kulakukan dalam mengelola blog dan menuliskan beberapa tulisan ‘pesanan’ kawan-kawan lain. Masih berani bilang “rumit” atau “lama” ? Total jenderal dalam kasus tulisan ini aku hanya butuh waktu tak sampai dua jam. Untuk sebuah hobi “serius”, bukankah dua jam itu tak berarti apa-apa?
(TAMAT)

Sebarluaskan!

33 Komentar

  1. Saya merasa seperti membaca sebuah rahasia dapur :D thanks sudah berbagi.
    Saya sendiri tidak (belum) bisa konsisten dan teratur seperti itu. Seringkali bahkan sebuah tulisan di blog hanya butuh waktu sekitar 20 menit, mulai dari menemukan ide hingga saya memencet tombol Publish.

    Balas
    • Bukan rahasia dapur kalo itu merujuk ke “bumbu” krn itu ada di kepala, Bli hehehe…
      Lebih ke bagaimana mengatur letak kompor, kulkas dan microwave aja biar nyaman dan asik masaknya, enak pula makanannya :)

      Balas
  2. saya masih mengatur konsistensi isi dari suatu blog biar lebih bagus dan menarik, sebisa mungkin fokus satu arah itu kalau bisa<<<<

    Balas
    • Asik! Konsistensi yg trutama:)

      Balas
  3. Saya masih asal2an mas, kadang cepat, kadang lama disimpan jadi konsep, bisa setahun dan sempat dihapus, tapi malah ditulis ulang dan publish.

    Balas
    • Wah hebat ampe setaon!:)

      Balas
  4. kalo langsung di WP ato BS bisa tersimpan sebagai draft, yang sayang adalah ketika kita menulis tanpa menggunakan “semacam software” yaitu note-pad melainkan langsung ditulis di MP… kejadian pahit maka ketika lampu mati tak bakal tersimpan sebagai draft, itulah MP yang sudah smapean “markisud” i itu Kang Donny… :P
    btw, nuwun byanget rahasia idene ya dab…

    Balas
    • Hehe, pake Google Doc, Mas … Ono auto-save nya :)
      Sami2 biangetnya :)

      Balas
  5. kalo menrut saya blog malah harus serius, serius dan konsisten… sayang, obat anti malas saya belum ada… karena obat jangan malas juga ndak mempan untuk saya, hiks…

    Balas
    • Pasti mempan! Ayo mempan… Eh ayo nulis:)

      Balas
  6. aihhhh … jika dijabarkan jadi panjang aja ya mas
    padahal klo dikerjain ‘cuma’ butuh 2jam hehehe
    tapi saya belum setelaten itu
    masih sembarangan …
    ada tahap2 yang mesti saya perbaiki setelah membaca tulisan mas Donny
    tfs ya mas :)

    Balas
    • Sama2, Mbak :)

      Balas
  7. Yang kurang diperhatikan orang lain mempublikasikan dengan segera setelah selesai menulis, padahal editor sendiri itu tak luput dari kesalahan. Paling tidak 10-20% kata2 terpangkas demi catatan yang rapi dan enak dibaca :D
    Oh ya, saya +1 biar saya gambang mencari dari akun saya.

    Balas
    • Makasi, Mas Kaget :)

      Balas
  8. Kalau aku Don, setelah menjadi kritikus kejam untuk tulisan sendiri, malah bisa-bisa gak jadi publish hehee…

    Balas
    • Nah disitu tantangannya:) jadi editor yg bijak bagi diri sendiri :)

      Balas
  9. Ada draft yang sudah kusiapkan dengan matang, tapi setelah dibaca berulang-ulang, kok aku gak menemukan gregetnya. Akhirnya batal tampil. Tapi tidak kuhapus, biarkan saja. Dan seringkali kemudian, tulisan yang batal tampil itu di suatu saat menemukan gregetnya dan aku bisa mengeditnya dengan cepat, sehingga dengan percaya diri tulisan itupun tampil… :)
    Yups, kamu betul Don… satu-satunya obat malas itu adalah jangan malas…
    Keren betul tipsnya, haha…

    Balas
    • Istilah jawanya, “diimbu”, Uda :) Disimpan biar matang benar, digarami lalu disuguhkan… Sedap nian!:)

      Balas
  10. Kulo belum nyoba Goodle Docs, Mas Donny..
    Makasih ya kursus menulis singkatnya. ;D

    Balas
  11. Lama gak nulis,..cmn jadi pembaca aja

    Balas
  12. Setuju dengan tulisan diatas. Karena urutannya memang seperti itu. Kita baiknya bikin draft saja, dan jangan tergoda untuk mengeditnya sambil menulis. Sebab pekerjaan mengedit butuh energi yang juga besar. Bisa-bisa kita lebih sering capek ditengah jalan karena mengedit sebelum tulisan selesai. JAdi ya memang lebih baik menyelasaikan draftnya dan mengeditnya kemudian. :D

    Balas
    • Asik! Komentar yg bernas! Pokoknya sampaikan tulisan pada titik-nya dulu ya baru diedit…

      Balas
  13. Setuju sekali dengan ini: ?Posisikan dirimu bukan sebagai penulis tulisan itu tapi sebagai kritikus yang menjadi musuh paling beringas yang tak segan bilang Tulisan ini jelek sekali!?
    Dan dengan komentar di atasku. Karena alangkah betul: buat draft saja dulu. Menulis saja dulu. Koreksi dan editing sebuah kegiatan tersendiri di luar penulisan.

    Balas
    • Thanks, Dan untk dukungan pembenarannya…

      Balas
  14. waahh.jangan tanya aku, pasti jauh kalo dibandingkan dg tulisan teman lain..
    salam

    Balas
    • Jauhnya brapa kilometer, Kakak?:)

      Balas
  15. mantap! aku salut karo keseriusan dan konsistensimu, mas :)

    Balas
  16. Tulisan yang menarik…
    Bahkan untuk menulis blog pun tak asal-asalan, agar orang yang membaca merasakan suatu kebutuhan untuk membaca blog kita.
    (yang merasa berhutang banyak tulisan……tapi masih capek habis bergadang di RS)

    Balas
  17. Penyakit malas oh.. penyakit malas, kenapa engkau menjadi momok bagi kami. :(

    Balas
  18. Auw, Senin dan Kamis mirip puasa, nulis dua jam itu luar biasa. Aku butuh lebih dari itu jumlah total keseluruhannya. Apalagi kalo sampai cari ide segala. :(

    Balas
  19. ngeblog = belajar menulis = harus kreatif = harus punya ide untuk tulisan = tulisan harus menarik = susah = tapi menyenangkan

    Balas
  20. mantap!
    setelah membaca, baru sy sadar kalau telah salah jalan
    selama ini hanya spontan nulis saja

    Balas
  21. pemalas jdi blog fakir postingan. tulisan yg menarik dan inspiratif.

    Balas

Trackbacks/Pingbacks

  1. Blog kenapa harus ngga serius? – ide, ide dan ide (1 dari 2 tulisan) ? Donny Verdian - [...] satu tulisan, namun karena terlalu panjang maka kupecah jadi dua. Satu bagian lainnya, kuberi judul "Blog kenapa harus ngga…

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.