Bispak

14 Mei 2015 | Cetusan

blog_bispak

Rame-rame berita soal prostitusi selebriti di Tanah Air membuatku teringat pada seorang kawan wanita yang pernah dengan sangat terbuka mengaku bahwa iapun ?bisa dipakai? alias bispak, “Asal harganya cocok!” katanya sambil mengerlingkan mata penuh goda.

Mungkin ceritanya akan sedikit usang kalau kawanku tadi bercerita setelah ia bertobat atau insaf, tapi ini tidak! Ia begitu terbuka kepadaku (dan teman-teman lainnya) saat ia masih aktif praktek prostitusi, saat kami sama-sama duduk di bangku SMA, duapuluh tahun yang lalu.

Tapi percayalah, meski ini sebenarnya urusanku sendiri dengan Tuhan karena menyangkut kebenaran, tapi aku tak keberatan bilang bahwa aku adalah salah satu dari sedikit kawan dekatnya yang tak pernah menidurinya.

Bukan! Bukan karena aku terlalu suci karena sebagai lelaki normal dengan gairah muda yang meletup-letup, tentu aku sangat kerap jatuh dalam lena. Apalagi, kondisi keuangan keluargaku waktu itu cukup sehingga kalau aku harus nilep uang alm. Papa untuk sekadar melampiaskan nafsu dengannya ya bisa.

Tapi persoalannya lebih karena nggak tega kalau aku harus tidur dengan orang yang di bahuku ia selalu sandarkan keluh kesah dan tangisnya.

Kawanku ini tadi, sebut saja Bekicot namanya, bukan datang dari kalangan orang miskin yang perlu uang sehingga harus melacurkan diri seperti cerita-cerita di sinetron masa kini. Orangtuanya kaya dan punya usaha dan kemana-mana si Bekicot dibekali mobil Vitara oleh papa mamanya. Untuk kota sekelas Jogja dan waktu itu, Vitara sudah termasuk mobil mewah!

Bekicot juga bukan orang yang menjadi korban percintaan sehingga ia putus asa dan sakit hati lantas terjun ke lembah hitam seperti cerita-cerita di koran murahan! Hubungan cintanya terjaga rapi dan malah cenderung ekslusif. Pacarnya meneruskan studi di Amerika, mereka bertemu setahun sekali, kadang di Hawaii, Singapore, sesekali di Jogja atau malah si Bekicot yang terbang ke Amerika sana.

Lalu apa yang membuatnya mau menjalani profesi sampingannya itu?

Semua berawal dari pergaulannya yang akrab dengan dunia malam lalu pada suatu malam ia diajak tidur oleh kawan dekatnya. Dalam keadaan mabuk, Bekicot nurut saja.

Rupanya, kawan dekat yang ‘beruntung’ itupun menjadi marketer yang ‘baik’! Ia mengabarkan pada kawan-kawan lainnya bahwa meski masih SMA, Si Bekicot itu servicenya bagus betul. “Bentuk mekinya seperti siput, Bro! Bekicot! Cot!” mungkin begitu promonya, aku hanya bisa mengira-ira.

Lalu kawan-kawan lainnya berlomba-lomba merayunya untuk tidur bersama. Beberapa ditanggapi, beberapa diabaikan, “Tergantung mood dan bau mulut serta bau badan mereka!” ujarnya lugas!

?Nggak ngeliat wajah, Cot??
?Nggak kan lampu selalu minta kumatiin. Hahahaha? Tawanya renyah.

Aku lantas bertanya, kenapa ia akhirnya pasang tarif yang konon kabarnya waktu itu sudah sampai angka setengah jutaan saat dollar Amerika masih setara dengan dua ribu rupiah?

Jawaban Bekicot tak kalah lugasnya dan orisinalnya, “Ya karena aku sibuk, mesti belajar, sekolah, kursus, ekstra kulikuler?. aku nggak bisa melayani mereka semua jadi parameter yang kupakai adalah uang!” Siapa berani bayar, ia yang dapat! Barangkali demikian.

Setelah lulus SMA, aku tak pernah berhubungan lagi dengannya. Bekicot pindah ke Amerika, kuliah nyusul pacarnya, sementara aku di Jogja. Pernah sih kami tak sengaja ketemu chatting di sebuah room di mIRC empat tahujn sesudahnya; tapi karena omongan kami sudah tak nyambung lagi, kami lantas tak berhubungan sekian lama hingga tiba-tiba kami bertemu lagi lima tahun lalu ketika aku sedang mudik ke Tanah Air.

Aku berpapasan dengannya di Ambarrukmo Plaza.
Rambutnya yang dulu pendek ala Demi Moore, kini dibiarkan tergerai panjang menyempurnakan wajah orientalnya yang tirus nan anggun meski gurat usia mulai tampak di sudut-sudut matanya.

Badannya yang dulu sangat sintal dan ‘menggiurkan’ dan rajin dibebat kaos tampak pusar dan celana super pendek, siang itu kutemui dibungkus dengan kemeja dan kulot serba longgar mungkin untuk menutupi berat tubuhnya yang tak sesintal dulu.

?Kudengar kamu di Australia sekarang? Jadi penulis??
Aku tertawa dibuatnya.

?Kamu pasti baca blogku ya??
Ia mengangguk, ?Pantes kamu bisa mengenaliku tadi padahal kita kan terakhir ketemu itu? tahun 96??

Ia tersenyum. ?Aku senang melihat kamu bahagia sekarang di sana??

Keadaan jadi agak sedikit canggung untuk sekian saat lamanya. ?Kamu balik for good ke sini atau cuma liburan, Cot?? tanyaku.

?Iya! Sejak 2004 aku sudah balik kok, Don tapi memang menghilang saja beberapa waktu lamanya dari peredaran??

?Itu anakmu??
Ujarku sambil menunjuk anak yang digendong seorang wanita yang mengikutinya, mungkin baby sitter.

Ia kembali mengangguk.

?Anakmu berapa, Cot??
?Puji Tuhan tiga, ini yang paling kecil. Yang paling gede udah SD kelas 2, yang nomer dua TK kecil? dan ini baru tujuh bulan!? ujarnya dengan mata berbinar.

Mendadak aku terkesiap; kesulitan mengeja P-U-J-I T-U-H-A-N yang keluar dari mulutnya.
Pikiranku seperti ditendang jauh ke belakang, mencomot ingatanku tentang kata-kata yang sering dulu ia lontarkan dan tak kutemui satupun yang lebih mengejutkan ketimbang frase yang barusan kudengar, PUJI TUHAN.

Obrolan lantas berlanjut sekitar lima menit lamanya sebelum akhirnya kami berpamitan, aku memeluk dia erat-erat sebagai sahabat, ?Ati-ati, Cot! Salam untuk keluargamu!?

?Kamu juga, Don! Kalau pulang lagi ke Jogja bilang-bilang ya? Salam juga untuk anak-anak dan istriku. Tuhan berkati!?

Ia berlalu tanpa perlu bertukar nomer telepon, alamat email apalagi akun facebook. Untuk beberapa saat lamanya aku masih larut dalam ketertakjubanku pada ?Puji Tuhan? dan ?Tuhan berkati? yang diucapkannya barusan.

Baragam pikiran berkecamuk dan bermain-main dalam benakku.
Sepulang dari sana, di kamar hotel, iseng kucari namanya di Google. Hal yang lebih mengejutkan terjadi, ternyata si Bekicot yang dulu terkenal karena ke-bekicotan-nya itu telah bertransformasi menjadi salah satu penggiat di salah satu gereja di Jogja.

Pantes, banyak bawa-bawa Tuhan tadi, batinku.

Hmmmm, hidup memang selalu menyisakan lekukan-lekukan dan tikungan yang tak terkirakan sebelumnya.

Bekicot yang dulu begitu vulgar dengan mata berbinar ketika kutanya “Posisi apa yang paling kamu suka kalau sedang ML dengan tamumu?” dan kadang membuatku tak bisa melupakan dan sering terbawa sebagai bahan masturbasi di kamar mandi, kini telah berubah menjadi Hamba Tuhan.

Entah apakah ia benar-benar telah berubah menjadi Hamba Tuhan seperti yang kukenali dengan sapaan religiusnya, ‘PUJI TUHAN’ dan salam penutup ?Tuhan berkati? atau jangan-jangan aku yang silap dengan penampakan dan gaya bahasanya yang sok religius padahal kenyataannya yang entahlah?

Karena saking penasarannya aku tak hanya memasrahkan pada Google tapi juga mencari tahu dari kawan-kawan lama tentang perubahan si Bekicot yang begitu drastis. Beberapa dari mereka bilang tak tahu dan tak mau tahu (mungkin mereka bilang begitu karena mereka ingin melupakan masa kelamnya dulu sering tidur dengan Bekicot) beberapa yang lain bilang, “Masih bisa kok asal speak-speaknya cocok!”

Entah mana yang benar, aku tak tahu.
Sama seperti entah mana yang benar pada kasus prostitusi selebritis, apakah si AA, BB atau CC, akupun tak tahu juga meski aku tak tahu kenapa kalian harus selalu ingin tahu atas kebenaran berita itu?

Kawan, terkadang penghujatan yang kita berikan pada mereka yang terlibat kasus prostitusi selebritis hanya akan terbaca sebagai tanda iri karena kita tak mampu menyewa jasanya saja.

Prostitusi memang buruk, tapi jangan memperburuk keadaan dengan menampakkan keburukanmu juga.

Biarlah masing-masing mengurusi surga dan meringkus nerakanya sendiri-sendiri karena hidup terus berjalan dengan atau tanpa hujatanmu, dengan atau tanpa mereka jadi pelacur…

. untuk w .

Sebarluaskan!

5 Komentar

  1. Salut dengan Donny yang tak ikutan menikmati tubuh sintal bekicot waktu muda. Padahal usia muda waktu itu pasti tegangan tinggi, sampai membayangkan bekicot waktu onani haha…

    Kesadaran kapan datangnya kita tak tahu. Hari ini bajingan besok ternyata jadi penggiat agama. Hari ini orang baik2 dan terhormat mana tau besok tertangkap basah lagi ngamar… Sopo nyono.

    Balas
  2. bekicot yang punya aset bekicot….wuahhhh…. :D

    Balas
  3. Ijin share…

    Balas
  4. hitam dan putih ada dalam setiap diri menungso. Hanya masalah mana yang sering muncul ke permukaan.

    Balas
  5. Kehidupan ini riuh dan memberikan banyak pilihan. :)
    Asal muasal nama bekicot unik juga ya :D

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.