Bisakah logika membuktikan Tuhan itu tak ada?

4 Jul 2013 | 150 kata, Cetusan

Tuhan selalu kita hampiri menggunakan emosi padahal seharusnya nggak selalu.?Seolah kalau berdoa, kalau nggak pake nangis-nangis tak bisa dibaca dan bernyanyi lagu rohani, kalau nggak sampe serak-serak suaranya, dibilang kurang menjiwai.

Kesampingkanlah emosi, kemukakan logika dan etika lalu dekati Dia!

“Loh, tapi kalau dilogika, Tuhan itu tak ada, Don!”
Kata siapa!? Justru sebaliknya, bisakah kamu menggunakan logikamu untuk membuktikan bahwa Tuhan itu tak ada? Bisa?

Kalau kamu hidup di Jogja dan selamanya belum pernah ke Jakarta, apakah berarti Jakarta itu tak ada?
“Wah kalau kamu menggunakan analogi semacam itu, berarti bisa kita bilang bahwa orang-orang yang ke Jakarta dan tinggal di sana itu tak ada, pembohong semua, Don!?”

Loh, kenapa begitu?
“Karena kan kamu belum pernah ke Jakarta dan tak percaya ada?”

Nah! Disitulah kamu perlu etika.
“Maksudmu, Don?”

Karena tak etis kalau kamu menghakimi orang yang sejatinya sama-sama sedang menghampiri penciptaNya…
*…lalu disiram teh*

Sebarluaskan!

17 Komentar

  1. jindul!
    sithik, nylekit, tur nyinggung wong Islam-islaman alias mirip orang Islam. itu lho, soal siram-menyiram.
    tukang siram itu, kalau mau belajar Islam, ia pasti tak akan jadi penyiram.

    ya wis… jleb, asbang!

    Balas
    • Hmmm….

      Balas
  2. Gampang aja harusnya. Kalo saya ndak perna ke JKT ga lantas saya harus ndak percaya kalo JKT does exist kan!? Logika saya mesti bakal bilang “Hello! Tuh di peta aya lokasi Jakarta atuh Neng.” Trus ada juga tuh GPS buat nunjukin jalan kalo emang beneran pengen buktiin kalo JKT emg ada. Kalo masih ada yang keukeuh emosi bilang ndak ada ya itu dia. di logika saya ya dia orang bodo. trus nyiram pake teh? sok lah siram.Lumayan pake krimbat. hahaha..

    Balas
    • Krimbat apa krimbut? Krimbut aja.. krimbat untuk rambut :D

      Balas
  3. Mungkin aslinya dia itu suka berkebun, suka nyiram… *nyambung ndak sih

    Balas
  4. makanya aku rak pernah menghakimi apalagi nyinyir *ambil pose Budha*

    Balas
    • Sama.. aku juga lebih suka menjaksai :)

      Balas
      • hahahaha sial =)))) *komenwalking*

        Balas
  5. Tak kiro dowo, jebule mak plenyiiiik.. Hihi

    Balas
  6. Yang komentar sebelum saya kok malah soal siram airnya siiiiih…. Kan ini filosoofis getoooo hihi

    Balas
  7. nek wong jowo soal “untung” kui diajari cino dadi semboyan e “masih untung”= “masing untung” bukan disiram air panas, “masih untung” bukan dilempar cangkir

    Balas
    • SAMINO!!! :))

      Balas
  8. Pake logika???
    Kpn hari temanq ada hitungan gini :
    1jam=melakukan 1 kebaikan
    1hari= melakukan 24 kebaikan
    Dst….
    Pertanyaannya……:
    Apakah dlm kurun waktu 1 jam, kita hanya melakukan 1 dosa?? Trus klo melakukan dosa lbh dr 1 gmn?? Minus dunk kita(baca hutang)

    Disinilah “Peran” TUHAN itu.
    Klo yg nyiram air teh, tuhan yg gmn itu yg “ber-Peran” dlm hidupnya??

    Balas
    • Good one!

      Balas
  9. lha mbanganne ngge siram-siram, mbok teh’e tak ombe sik kene… hihi

    Balas
  10. Siram siraman ternyata…. :) good one… Bapa ampuni dia, karena tidak tahu apa yang dia perbuat. :)

    Balas
    • Hehehe lain waktu jangan teh tapi air keras… :D

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.