Bertemu Gula yang Tak Suka Gula

23 Des 2008 | Aku

Namanya Galuh, tapi orang banyak memanggilnya Gula!
Entah kenapa tapi barangkali karena parasnya yang manis, semanis gula.

Sama halnya denganku, ia juga berasal dari Jogja, jalan Kaliurang tepatnya.
Di kota itu kami pernah saling bertemu beberapa kali tapi sayangnya tak sempat untuk berkawan.
Dunianya dulu terasa begitu jauh dengan dunia tempatku berpijak padahal kalian kan tahu sekecil apa Jogja.
Barangkali hanya sok dan angkuhku saja yang membuatku tak mau “bertemu” dengannya karena pada kenyataannya yang akan kuceritakan nanti, sedikitpun sombong dan jumawa tak tampak padanya.

Lalu tali nasib mempertemukan kami di Sydney ini.
Setelah melalui beberapa kali sapaan lewat facebook dan YM untuk meyakinkan bahwa sebenarnya kami pernah “melihat dalam pertemuan” di Jogja, kamipun sepakat untuk bertemu.

“Kowe numpak sepur seko Parramatta tekan Central njuk bar kuwi pindah Line seko kono ke arah McDonaldTown!”

Ah iya, satu lagi, alasan kenapa kami tak sabar untuk bertemu adalah kami berdua sangat rindu untuk menggunakan Bahasa Jawa! Ya, itu jelas sekali karena masak kami rindu masing-masing lha wong kenal saja belum terlalu, tapi kami rindu bahasa yang dipergunakan mulut kami untuk menerjemahkan apapun yang menjadi isi otak dan hati.
Itu saja dulu!

Lalu singkat cerita sampailah aku di McDonaldTown Train Station yang tak tampak seperti stasiun sama sekali saking kecilnya. Aku mengikuti jalan menurut petunjuk Gula yang tadi ia sampaikan.
Tak terlalu susah untuk mendapatkan Queen St., tempat dimana ia telah menunggu di sana.
Lagipula tak terlalu jauh, hanya 15 menit menapaki trotoar di bawah rerindangan pohon untuk pada akhirnya sampai.

Tiba-tiba dari arah belakang berteriaklah ia yang kunanti, “Hoy, Su!”
Aha…. lama nian aku tak mendengar istilah “Su” yang berasal dari “Asu” dan berarti anjing.
Kasar?
Kata siapa?
Tergantung bagaimana kamu menggunakannya dan seberapa kotor otakmu ketika kau mengucapkannya.

Kamipun saling berpeluk erat seperti layaknya sahabat lama.
Ternyata Gula tak setinggi yang kubayangkan meski ia memang benar-benar manis seperti penampakannya selama ini lewat foto-fotonya.

“Kemana kita?” tanyanya.
“Terserah, aku manut!”

Lalu kami sepakat makan siang. Masakan Thai menjadi pilihan karena selain menyediakan makanan berdaging, bukankah aneka jenis makanan sayur-sayuran juga dikenal istimewa dari Negeri Gajah Putih itu?
Maklum, Gula terlanjur mendeklarasikan diri sebagai vegetarian.

Sepanjang acara makan siang itu, kami memenuhinya dengan obrolan yang sangat panjang, sangat cepat namun tetap hangat dan menyenangkan. Seperti yang kutulis di atas tadi tentang bahasa Jawa, kami tidak saling merindu satu sama lain tapi ah, bahasanya itu lho yang ngangenin. Obrolan tentang Jogja, orang-orangnya hingga kota baru bernama Sydney ini tak terbendung lepas berderai-derai dari mulut kami masing-masing dalam bahasa ibu kami.

Nyaris satu jam terlewatkan sudah, ia lantas mengajakku untuk cabut dan menyambut secangkir kopi di Campos yang tak terlalu jauh letaknya. Sementara lalu lintas King st. Newtown yang kami lewati siang itu tak terlalu ramai meski cukup padat yang berjalan di trotoar. Satu hal yang kusuka dari kawasan ini adalah tak terlalu banyak orang Asia-nya. Bukannya aku anti asia, mana bisa aku menjadi anti terhadap asal muasalku sendiri, tapi apalah arti sudah jauh-jauh pindah kemari kalau hanya Asia dan Asia selalu yang kuhadapi setiap hari, hahahaha…

Kopi di Campos ternyata asyik juga. Aku memilih Sparkling Coffee, adonan unik antara sparkling water (semacam soda) dengan seduhan kopi di atasnya, sementara Gula memilih,… ah aku tak tahu apa namanya karena ini juga kali pertama aku diajaknya kemari.

Lalu ketika aku hendak menuangkan gula ke dalam gelas Gula berkata,
“Kowe kok ndeso tenan kopi gitu kok pake gula hehehe..”
Aku cengar-cengir dibuatnya. Bagiku sejak dulu yang namanya kopi memang harus ditemani gula.
“Kalau aku, karena aku ndak suka gula maka kubiarkan kopi begini apa adanya. Lagipula gula membuat aroma kopi jadi rusak.” terangnya kemudian.
Aku lantas menggumam, “Gula kok nggak suka gula,” ia pun tersenyum meski kecil.

Obrolan kami lanjutkan kembali, kali ini menyoal hubungan kami masing-masing. Tak banyak yang bisa diulas di sini terutama dari sisinya, tapi bagiku, jalinan hidup yang telah ditempuhnya selama ini adalah pilihan hidup yang menarik seperti halnya tak ada satupun cerita tentang manusia yang tak pernah tak menarik, bukan ?
Terlebih juga karena aku selalu percaya bahwa Tuhan selalu berada pada setiap pilihan hidup yang kita ambil.
Oleh karenanya, seburuk dan segila apapun itu, satu hal yang kutahu adalah bahwa ia tetap hidup dan terberkati,
titik!

Setengah jam kira-kira lamanya nongkrong di Campos ditengah manusia-manusia berhidung bangir, berkulit pucat dan berrambut emas, kamipun berlalu dari situ lalu mengejar langkah menuju ke apartment-nya, ia berjanji akan mengenalkanku pada partnernya, Ari.
Kalau aku menulis “mengejar langkah” itu memang benar-benar dalam arti yang sesungguhnya. Setelah nyaris satu jam lebih aku bersamanya, aku bisa berkata bahwa Gula adalah pejalan kaki yang sangat cepat meski langkahnya pendek-pendek saja. Saat aku tak mengeluarkan “ajian” jalan cepatku, beberapa meter aku tertinggal ke belakang daripadanya.

Sesampainya kami di apartmentnya, bertemulah aku dengan Ari dan nyatanya orangnya baik juga.
Ramah, banyak senyum dan sanggup melebur meski ia saat itu adalah satu-satunya orang yang tak paham bahasa Jawa :)
Lantas kami lanjutkan mengobrol kembali.
Adapun aliran tentang apa yang kami obrolkan kali ini beranjak tentang apapun yang ringan-ringan dan tak mengharuskan kami berbahasa jawa lagi.
Aku merasa sangat feel homy di apartmentnya yang kecil tapi bersih dan bagus itu.

Lalu tak terasa waktu telah beranjak hingga pukul 5.00 pm.
Aku sudah berjanji pada Joyce untuk menjemputnya ke kantor yang letaknya sudah tak terlalu jauh lagi dari situ.

Akupun berpamitan lalu pergi.
Itulah awal. Awal persahabatan antara kami. Antara aku, Gula dan Ari.
Kusebut awalan karena sesudahnya hingga saat ini, nyaris sekali dalam seminggu aku selalu meluangkan waktu untuk sekedar lunch dan minum kopi bersama mereka sembari ngobrol… ngobrol apapun dalam bahasa apapun…

Trio
Bertiga di Campos
Ini foto dari pertemuan kedua ketika Ari ikut ke Campos.
Kiri ke kanan: Donny Verdian – Ari – Gula

Trio
Bertiga di Jalan
Di sepanjang jalan trotoar King St, Newtown NSW.
Kiri ke kanan: Donny – Gula – Ari

Sebarluaskan!

13 Komentar

  1. walah ketemu kancane dhewe di undang Su hahaha panggilan yang akrab diantara temen 2 saya juga kalo manggil saya hahaha
    sampean wis tambah krasan nang kono mas mesti yo kadang kangen jogja tapi tetep semangat untuk berkarya di sono mas
    mayan sampean crito aku njur ngerti daerah kono
    salam seko ndeso kuwuk hahaha
    sampean yo Ndeso mas hahaha

    Balas
  2. wah, selalu saja ada jalan untuk mempertemukan sahabat-sahabat lama. bisa jadi inilah kuasa Tuhan yang tak pernah bisa dijangkau oleh akal kita, mas donny. yogya-sidney, ternyata seperti tak berjarak. sungguh menyenangkan bisa ketemua dg sahabat lama si sebuah perantauan.

    Balas
  3. ahuahuaha test 123

    Balas
  4. makin lama makin kerasan yaa , bertemu teman, ngobrol bareng, jalang bareng .. awas jangan sampe telat jemput.
    *ke klaten jumat malem. sip dah ketupat yaa? :)

    Balas
  5. Dunia memang sempit. seperti asam di gunung ikan di laut bertemu juga.

    Balas
  6. Enaknya ketemu teman seasal di daerah yang asing.

    Balas
  7. Sepakat sama Gula! Kopi kalau udah kena gula.. wedeh hancur deh rasanya!

    Balas
  8. Aku juga belum bisa menikmati kopi tanpa gula…padahal kata temanku, minum kopi enaknya tanpa gula…..
    Kebayang pahitnya…

    Balas
  9. waaahhh aku pikir Gula itu laki-laki. Kan Galuh… Galuh tuh bukannya laki-laki?
    Memang bahasa Ibu ngga ada yang ngalahin. Makanya aku bikin blog bahasa Indonesia, meskipun aku punya banyak SNS berbahasa Jepang…. kadang muak juga berbahasa Jepang melulu. Kok bisa ya 4 tahun pertama aku di Jepang, sama sekali tidak pakai bahasa Indonesia? (Beneran sampe aku terbata-bata loh kalau bicara bahasa Indonesia hiks)
    Gula dalam kopi? Hmmm aku sih tergantung kopinya dulu. Kalau Irish Coffee pake gula dikit, kalau Wiener Coffee ngga pake gula karena udah ada whipping creamnya kan? hehehhe
    EM

    Balas
  10. Kowe cah mblateran, sebelah ngendi, karo sing dodol sweke cedak po ra ?

    Balas
    • Cedhak.. bablas terus, takono jenenge Donny Verdian putune Bu Pran sing saiki pindah neng Ostrali.. mesti dho ngerti kabeh hehe :)

      Balas
  11. Enaknya bertemu teman lama itu adalah kita bisa mendengarkan kesuksesan mereka(walaupun mereka nggak mau di bilang hal itu adalah sukses), dan saya bisa belajar untuk menikmati kesuksesannya dalam versi saya….hehe

    Balas
    • So true.. makasih komentarnya :)

      Balas

Trackbacks/Pingbacks

  1. Apa Kau Pikir Aku Kangen Indonesia? – Donny Verdian - […] akrab yang asalnya dari Jogja dan bekas temanku nongkrong waktu masih sama-sama tinggal di Jogja, Gula […]

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.