Berlebaran di Australia

28 Jul 2014 | Australia

blog_idulfitri

Hari ini Lebaran, meski barangkali ada yang sudah merayakannya kemarin ada pula yang besok.

Kalau di Indonesia, perayaannya begitu gempita dan biasanya dihiasi dengan acara mudik besar-besaran ke kampung halaman, hidangan opor ayam nan gurih serta kental lengkap dengan ketupat, keceriaan keluarga besar serta sesekali bunyi petasan di malam hari yang menghangatkan. (Aku pernah menuliskan pengalaman indahku berlebaran dulu di sini)

Lalu bagaimana Lebaran bagi muslimin dan muslimah Indonesia yang bermukim di Australia?

Puasa

Tapi sebelumnya, mari bicara soal puasa dulu.

Puasa di Australia, kian hari kian menjadi perhatian dan mendapat tempat di hati warga. Tempo hari di siaran televisi kulihat ada festival makanan yang buka tiap malam sepanjang Ramadhan yang ternyata sudah berlangsung selama kurang-lebih 10 tahun. Lokasinya di Lakemba, daerah south-west kota Sydney yang memang penduduknya didominasi oleh kaum muslim utamanya dari Timur Tengah.

Aku pengen banget pergi ke sana karena hal itu mengingatkanku pada festival serupa yang diadakan di Gang Kauman, Yogyakarta setiap puasa.

Sayang, saat ini musim dingin, pasti dingin sekali kalau ke sana pada malam hari dan membawa dua anak yang masih kecil tentu hal yang akan agak sedikit merepotkan. Maybe next time!

Pernah pula, kutonton dari siaran televisi, ada keluarga-keluarga muslim yang membuka kegiatan open house untuk mengundang warga sekitar turut menikmati hidangan buka puasa. Hal ini tentu menarik dan akan semakin memberi warna bagi Australia, negara multikultural ini.

Secara prinsip, puasa di Indonesia dan Australia tentu sama saja.?Yang membedakan hanya pada panjang-pendek waktu puasa yang tergantung usia matahari setiap harinya.

Kebetulan karena saat ini adalah musim dingin dimana matahari terbit lebih siang dan tenggelam lebih cepat, maka waktu puasa lebih cepat ketimbang kalian yang ada di Indonesia. Sebaliknya, jika puasa jatuh pada musim panas (Desember – Februari), tentu puasa akan jauh lebih lama karena matahari terbit lebih pagi dan tenggelam lebih malam.

Selain itu, ini mungkin hanya dari persepsiku saja, tapi kupikir berpuasa di Australia akan lebih banyak tantangannya ketimbang kalian yang ada di Indonesia.

Pertama, di Indonesia, pada saat bulan puasa, cukup sulit menemukan orang sedang makan siang di rumah makan karena banyak restaurant yang tutup, kalaupun buka tentu mereka menggunakan kain korden untuk menghormati mereka yang berpuasa.

Waktu beraktivitas pun biasanya dikurangi baik itu kegiatan belajar-mengajar di sekolah dan kampus maupun pekerjaan di kantor.

Di Australia sini, setahuku, tidak ada pengurangan waktu kerja dan belajar-mengajar dan restaurant buka seperti biasa, orang bebas makan dan minum dimanapun.

Belum lagi soal pengumuman waktu imsak dan maghrib.?Di Indonesia, selain melalui corong masjid, pengumuman waktu-waktu tersebut bisa kita akses dengan mudah baik melalui siaran televisi, radio atau bahkan website yang disetting menyerukan pengumuman saat waktu-waktu tersebut tiba.

Nah, di Australia karena tak ada masjid yang menggunakan loudspeaker dan belum pula ada pengumuman di televisi dan radio, bagaimana cara mereka mengetahui waktu batas sahur (imsak) dan berbuka puasa?

Salah satu kawan seperjuangan di kampanye pro Jokowi-JK lalu, Wati, berujar bahwa ia menggunakan aplikasi yang terinstalasi di gadgetnya untuk mendapatkan informasi selain tentu ada selebaran-selebaran yang menginformasikan jadwal puasa dari komunitas-komunitas muslim di sini.

 

Lebaran

Sholat Ied di tengah suhu yang hanya delapan derajat celcius pagi tadi di Koshigaya Park, Campbelltown, NSW. (Foto diambil dari laman Facebook milik Uda Zulfan Tadjoeddin)

Sholat Ied di tengah suhu yang hanya delapan derajat celcius pagi tadi di Koshigaya Park, Campbelltown, NSW. (Foto diambil dari laman Facebook milik Uda Zulfan Tadjoeddin)

Lebaran di Australia, secara esensi tentu juga sama saja, merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa di Ramadhan.

Tapi lagi-lagi, kalian yang berada di Indonesia wajib bersyukur karena pemerintah mendukung penuh pelaksanaan Idul Fitri ditandai dengan libur bersama dan tata kelola yang baik dalam mengadakan acara mudik yang nyaman dan aman.

Di sini, untuk merayakan Idul Fitri, karena pemerintah belum menetapkannya sebagai hari libur, seorang harus mengambil cuti kecuali kalau harinya tepat jatuh pada hari minggu.

Warga Indonesia yang muslim pun merayakan sholat Ied secara menyebar di masjid-masjid.?Sesudah sholat ied, acara biasanya dilanjutkan dengan open house/silaturahmi dan makan-makan seperti yang biasa dilakukan di Indonesia. (Simak website menarik tentang info sholat Ied di lapangan)

Meskipun tak bisa mudik (dan tak ada yang bisa dimudiki di sini karena rata-rata migran adalah generasi pertama), mereka tetap mengusahakan kemeriahan dalam menyambut hari kemenangan itu meski bagaimanapun juga mereka tetap tak bisa mendapatkan hal yang benar-benar sama yang mereka dulu rasakan ketika berada di Indonesia.

Suasana Sholat Ied di Liverpool, NSW. Suhu 9 derajat, berawan. (Foto diambil dari laman Facebook milik Mas AyahYudi Gfp)

Suasana Sholat Ied di Liverpool, NSW. Suhu 9 derajat, berawan. (Foto diambil dari laman Facebook milik Mas AyahYudi Gfp)

Seperti halnya Wati, kawanku tadi, yang sudah 11 kali berlebaran di Australia sini ungkapkan kepadaku, ?Yang dikangenin dari ber-Lebaran di Tanah Air itu ya kebersamaan dengan keluarga besar, mendengarkan takbiran dan tadarusan selama bulan puasa, acara mudik dan balik!?

 

Selamat Idul Fitri kawan?
Kali ini bukan salam dua jari atau tiga jari.. tapi mari kita bersalaman saja menggunakan sepuluh jari tertangkup menyatu sebagai tanda permintaan maaf jika ada salahku kepadamu…

Sebarluaskan!

5 Komentar

  1. di sini Mas
    ga peduli islam, kristen, hindu, budha, kafir
    selama di indonesia khususnya di jawa
    ya tetep salam2an ki

    sugeng riyadi
    salam kagem sederek indonesia ten mrika nggih Mas

    Balas
    • Sugeng Riyadi, Mas!

      Balas
      • Big thanks for mas Donny for the article keep it up your good work..

        Balas
        • Saya yang thanks, Mbak :)

          Balas
  2. Ngaturaken sugeng riyadi, sedoyo lepat kawulo nyuwun pangapunten.

    *apalan kalo bodo di kampung ^^

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.